Nasional

Hasto Kristiyanto Koalisi Partai PDIP Partai Demokrat Irwan 

Hasto Sebut PDIP Tak Bisa Koalisi dengan Demokrat, Irwan: Panic Disorder



Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat, Irwan.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat, Irwan.

SELASAR.CO, Jakarta – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut bahwa partainya tidak dapat berkoalisi dengan PKS dan Partai Demokrat, lantaran memiliki basis ideologi yang berbeda. Hal itu direspons Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat, Irwan.

“Apa yang disampaikan Hasto ini saya pandang sebagai sebuah panic disorder, tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba Hasto menarik garis batas tegas yang justru makin menegaskan bahwa mereka menikmati kondisi perpecahan bangsa sejak Pilpres 2014,” ujar Irwan, pada hari ini, Sabtu (29/5/2021).

Lebih lanjut legislator asal Kaltim ini berujar bahwa panic attack (serangan panik) yang ditunjukkan oleh PDIP, disebabkan oleh ketakutan akan lawan politik, dalam hal ini Demokrat. Seperti diketahui partai yang diketuai Agus Harimurti Yudhoyono ini menempati posisi 3 besar dalam sebuah survei. PDIP, kata Irwan, seperti kehilangan kendali rasional di tengah kondisi pilpres yang masih jauh, sementara bangsa masih fokus mengatasi pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

“Pernyataan Hasto terkait ideologi partai ini berbahaya karena berpotensi membelah persatuan bangsa, dengan labeling yang keliru dan sesat kepada lawan politiknya.  Semua partai tentu punya ideologi. Dan sudah final ideologi partai Demokrat adalah Pancasila,” tegas Irwan.

Irwan pun turut menyoroti pernyataan Hasto yang menyebut SBY sebagai Bapak Bansos. Dirinya menganggap hal itu juga sebagai bentuk upaya mencitrakan bansos adalah hal negatif. “Padahal rakyat tahu bukan bansosnya yang negative, tetapi penyelewengan bansos itu yang jahat yang mana dilakukan oleh menteri dari partai Hasto sendiri,” tuturnya.

Dijelaskan Irwan, bahwa bansos yang ada pada zaman SBY yang berbentuk bantuan langsung tunai (BLT) yang diterima rakyat. Hal itu, ia sebut terbukti meminimalisir penyelewengan dan membantu rakyat yang susah.

“Bagi pak SBY bantuan langsung ke rakyat itu justru manifestasi ideologis, jalan bagi keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. Justru kalau fiktif dan diselewengkan bansos jadi dimanfaatkan untuk elektoral semata. Masyarakat cerdas dan tahu itu, makanya Hasto panik dan kehilangan kendali etika dan rasionalitas politik,” pungkasnya.

Sebagai informasi, dalam sebuah webinar Hasto sempat menyinggung soal mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang diberi gelar ‘Bapak Bansos’. Awalnya, Hasto ditanya tanggapan terkait pernyataan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani soal peluang Prabowo diusung PDIP di Pilpres 2024. Hal itu terkait dengan Perjanjian Batu Tulis di antara kedua partai di Pilpres 2009 lalu, saat Megawati-Prabowo maju sebagai pasangan.

“Kalau prasasti Batu Tulis yang dimaksud dalam konteks politik, Prabowo dan Megawati, ya pemilu sudah selesai 2009. Sehingga syarat menjalankan pemerintahan bersama ketika menang pemilu terbukti tidak bisa diwujudkan,” kata Hasto yang dikutip Jawapos pada Jumat 28 Mei 2021 kemarin.

Setelahnya, Hasto justru bicara soal pemilu 2009 itu. Sebab mulai ada suara yang menggugat kemenangan Partai Demokrat (PD) yang dipimpin SBY pada 2004 dan 2009 karena dianggap penuh dengan manipulasi.

“Saya mendengar dari internal Demokrat sendiri terkait kecurangan Pemilu 2004 dan 2009, dan bagaimana pada tahun 2009 saya jadi saksi manipulasi DPT itu dilakukan, bagaimana politik bansos ala Thaksin itu dilakukan sehingga ada pihak yang menjuluki Pak SBY itu Bapak Bansos Indonesia,” kata Hasto.

Penulis: Redaksi Selasar
Editor: Awan

Berita Lainnya