Kutai Timur

Kelompok Tani Desa Pengadan Kelompok Tani DPRD Kutim  PT Ganda Alam Makmur Penggusuran Lahan Sengketa Lahan 

Lahan Digusur Perusahaan, Kelompok Tani Desa Pengadan Datangi DPRD Kutim



Rapat dengar pendapat (RDP) terkait permasalahn lahan antara Kelompok Tani Bakuda Etam Desa Pengadan dengan PT Ganda Alam Makmur (GAM).
Rapat dengar pendapat (RDP) terkait permasalahn lahan antara Kelompok Tani Bakuda Etam Desa Pengadan dengan PT Ganda Alam Makmur (GAM).

SELASAR.CO, Sangatta - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) pada Rabu (25/5/2022) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait permasalahn lahan antara Kelompok Tani Bakuda Etam Desa Pengadan dengan PT Ganda Alam Makmur (GAM).

Rapat yang berlangsung di ruang hearing DPRD Kutim dipimpin langsung oleh Hipnie Armansyah didampingi Anggota DPRD Kutim lainnya seperti  Basti Sanggalangi, Siswanto, dan Ahmad Gazali, serta Dinas Kehutanan Provinsi, dan Camat Karangan.

Dalam pertemuan tersebut, salah satu perwakilan Kelompok Tani Bakuda Etam Desa Pengadan yang beranggotakan kurang lebih 52 anggota, Arlim, mengatakan lahan yang mereka kuasai seluas kurang lebih 93 hektare sejak tahun 2010 lalu itu, sudah digusur oleh pihak perusahaan sejak tahun 2016 lalu, karena sebagian konsesi PT GAM masuk ke dalam lahan kelompok tani.

Namun, hingga kini pihaknya belum mendapatkan biaya ganti rugi tanam tumbuh, terlebih di atas lahan tersebut sebelumnya juga terdapat tanaman bibit karet dari hasil dari hibah Dinas Kehutanan Kaltim. Bahkan Kelompok Tani Bakuda Etam Bersatu juga memiliki dokumen pendukung atas keberadaan lahan yang telah ditanami bibit hasil dari hibah Dinas Kehutanan Kaltim itu.

“Sampai saat ini kami belum dapat ganti rugi tanam tumbuh, tapi lahan kami sudah digusur. Aturannya kan pemilik lahan harus dipanggil,” tutur Arlim.

Dikonfirmasi secara terpisah, Admin Manager PT GAM, Herlando mengaku sejak tahun 2016 lalu pihaknya juga telah melakukan negosiasi terkait lokasi yang diklaim milik kelompok tani. Bahkan sudah diklarifikasi hingga akan diberikan tali asih kepada kelompok tani sebesar Rp 1 juta per hektare.

“Kita juga berencana sudah bayarkan karena di lokasi tersebut ternyata tidak memiliki tanam tumbuh dan lokasi itu masuk ke area izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) milik PT GAM. Sesuai dengan aturan kalau ada area perkebunan rakyat yang masuk izin IPPKH yang kita ganti cuma tanam tumbuhnya. Tapi bukan tanah dan tanam tumbuh. Nah pada saat itu kita sudah lakukan negosiasi, karena di sana tidak ada tanam tumbuh maka kita lakukan hanya memberikan tali asih sebesar Rp 1 juta, tetapi masyarakat tidak mau terima,” bebernya.

Selanjutnya Herlando mengakui setelah pihaknya melakukan negosiasi dengan masyarakat bahkan sudah menawarkan tali asih, namun tidak diterima. “Kami sesuai dengan izin kami yang ada ya kami mau bekerja. Kami juga tidak asal gusur, kami juga sudah izin ke instansi terkait. Karena secara konsesi itu milik PT GAM, dan posisi lahan itu sekarang sudah tidak ada,” jelas Herlando.

Karena pertemuan tersebut belum mendapatkan titik temu, mewakili pimpinan DPRD Kutim, Hipnie Armansyah menyatakan pihaknya memberikan kesempatan selama dua minggu kepada kedua belah pihak untuk berunding kembali.

“Sebenarnya duduk perosalannya kan jelas, namun karena masing–masing berdiri pada posisinya masing-masing, jadi jika dalam dua minggu belum ada penyelesaian, maka kami akan bentuk tim untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Tapi kami belum tau apakah nanti akan bentuk pansus atau panja, nanti akan kita diskusikan kembali dengan unsur pimpinan,” imbuhnya.

Penulis: Bonar
Editor: Awan

Berita Lainnya