Utama

Pembangunan Gereja Batak Karo Protestan   Gereja Batak Karo Protestan   Pembangunan Gereja  dprd kaltim Mispersepsi 

Pembangunan Gereja di Rapak Dalam Terhambat Mispersepsi SKB 2 Menteri



Suasana ruang rapat paripurna DPRD Samarinda usai selesainya hearing Kondisi I bersama dengan perwakilan GBKP.
Suasana ruang rapat paripurna DPRD Samarinda usai selesainya hearing Kondisi I bersama dengan perwakilan GBKP.

SELASAR.CO, Samarinda - Kegiatan Hearing dengan Komisi I DPRD Kota Samarinda telah diadakan pada, Senin (19/12/2022), bertempat di Kantor DPRD Kota Samarinda. Hearing yang digelar secara tertutup ini membicarakan kendala pembangunan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Jl. SMP 8 RT. 29 Kelurahan Rapak Dalam, Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda.

Pengurusan perizinan rumah ibadah ini telah dimulai sejak tahun 2016, dan pihak Gereja merasa telah memenuhi persyaratan yang diwajibkan oleh Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 09 Tahun 2006 dan No. 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Namun, sampai saat ini, rekomendasi dari Kelurahan Rapak Dalam sebagai persyaratan untuk melanjutkan proses perizinan belum dikeluarkan oleh Lurah Rapak Dalam.

“Hanya saja rekomendasi dari pak lurah itu yang terbentur sampai sekarang. Karena itu izin GBKP sampai saat ini belum terealisasi,” ujar Resta Riswanto, Pendeta GBKP Samarinda.

“Itu sebenarnya dari pihak kelurahan yang kelurahan yang kurang memahami SKB 2 menteri. Dipahami lurah SKB 2 menteri hanya untuk RT 29 saja, ternyata SKB itu bukan hanya di RT saja namun bisa juga meluas ke RT yang hingga kecamatan,” tambahnya.

Resta pun berharap dari hasil hearing dengan wakil rakyat di DRPD Samarinda ini, dapat ditemukan solusi sehingga kendala dalam perizinan ini dapat ditemukan.

“Kami berharap dengan pertemuan di DPRD ini kedepan perizinan gereja GBKP di Kota Samarinda ini bisa dikeluarkan,” terangnya.

Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Joha Fajal, menyebut bahwa dari penjelasan pihak kelurahan yang disampaikan dalam pertemuan tersebut berbeda dengan regulasi yang ada.

“Tingkat kelurahan memang menjelaskan bahwa mereka bisa memberikan rekomendasi dengan catatan harus minimal 60 orang yang memberikan rekomendasi di RT setempat. Namun kalau kita berbicara soal ketentuan SKB persyaratannya bukan di tingkat RT, tapi di tingkat kelurahan. Artinya tingkat kelurahan itu yang dipersyaratkan minimal 60 secara menyeluruh. Ini untuk mempermudah bagi warga yang ingin melaksanakan ibadah,” jelasnya.

“Itu lah yang kami sampaikan, mudah-mudahan kedepannya karena kita memahami dan betul-betul taat terhadap aturan maka itu yang harus dijalankan,” tambahnya.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Samarinda, Zaini Naim, turut menegaskan bahwa berdasarkan SKB dua menteri juga tidak mengharuskan rekomendasi 60 orang warga di tingkat RT.
“Jadi aturan itu tidak ada yang harus ditandatangani RT, walaupun di lingkungan itu tidak setuju tapi RT lain setuju yang penting masih dalam kelurahan itu. Kalau kelurahan tidak setuju, maka bisa satu kecamatan,” tambahnya.

Proses pengajuan izin pun memang harus melalui kelurahan sebelum sampai kepada FKUB. Proses pemberian rekomendasi dari FKUB juga dilakukan berjenjang, karena harus melalui proses verifikasi data KTP 60 warga yang diberikan.

“Jadi memang harus lewat kelurahan dulu, baru ke kementerian agama, FKUB, baru wali kota mengeluarkan IMB itu dikasih waktu dua minggu setelah FKUB mengeluarkan rekomendasi,” tegasnya.

“Tapi saya suruh dulu 3 pokja saya untuk verifikasi KTP warga yang memberikan rekomendasi. Kalau betul semua baru saya keluarkan rekomendasikan, itu pun saya akan undang semua warga dan saya tandatangani di rumah ibadah itu,” pungkasnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya