Utama

Bendungan Marangkayu Desa Sebuntal Kecamatan Marangkayu   Desa Sebuntal Kecamatan Marangkayu Balai Wilayah Sungai Irwan irwan-fecho 

Pembebasan Lahan Bendungan Marangkayu Belum Tuntas, Irwan Mediasi Warga dan BWS



SELASAR.CO, Samarinda - Pembebasan lahan yang tak kunjung tuntas disebut menjadi penyebab dari belum beroperasinya Bendungan Marangkayu. Belum tuntasnya pembebasan lahan ini menyebabkan tahap awal (impounding) terpaksa ditunda. Padahal pembangunan konstruksi bendungan yang terletak di Desa Sebuntal Kecamatan Marangkayu ini telah selesai sejak pada 2021 lalu.

Usai lam tak jelas kelanjutannya, belum lama ini warga pemilik lahan dipertemukan dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) di area Bendungan Marangkayu pada Rabu, 3 Maret 2023 lalu. Pertemuan ini adalah hasil inisiasi dari Anggota Komisi V DPR RI, Irwan. Diskusi lintas sektoral melibatkan pemerintah dan masyarakat pun digelar di lokasi bendungan.

Dalam pertemuan yang juga diikuti oleh staf khusus dari kementerian koordinator bidang kemaritiman dan investasi (Kemenko Marves) tersebut, dijelaskan bahwa anggaran Rp 16 miliar akan digelontorkan melalui APBN lewat BWS Kalimantan IV untuk melanjutkan pekerjaan fisik.

Kepada media, Kades Sebuntal, Herman menyampaikan harapannya agar dapat mendorong penyelesaian lahan yang belum dibebaskan. Mengingat hal ini menimbulkan keresahan masyarakat sejak dahulu. “Apa apa yang menghambat permasalahan lahan agar segera diselesaikan karena ini (bendungan) sangat dinantikan untuk irigasi masyarakat,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala BWS Kalimantan IV Harya Muldianto menyampaikan bahwa proyek bendungan ini menjadi atensi presiden RI Joko Widodo karena masuk dalam proyek strategis nasional (PSN). Targetnya, 2024 mendatang bendungan sudah fungsional karena wacananya akan diresmikan. “Makanya tahun ini kami mulai fokus untuk melanjutkan fisik bendungan. Namun paling utama menyelesaikan permasalahan lahan,” ucapnya.

“Untuk fisik kami ada anggaran Rp 16 miliar. Akan menyelesaikan pembangunan akses jalan, bangunan penunjang, serta perbaikan struktur karena bendungan ini sudah berusia lebih dari 16 tahun. Namun menyasar area yang tidak bersinggungan dengan lahan warga yang belum dibebaskan,” sambungnya.

Dirinya mengulas, bahwa pembangunan bendungan ini sudah dimulai sejak 2007, termasuk proses pengadaan tanah dilaksanakan oleh pemkab Kukar, periode 2007-2011. Namun tidak selesai hingga mangkrak.

Selanjutnya, terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang turut mencantumkan proyek bendungan Marangkayu di dalamnya, sehingga 2018 pemprov Kaltim mulai melakukan intervensi, termasuk BWS yang masuk di 2019.

“Karena pendanaan di daerah melalui kementerian PUPR, kami berproses pembebasan lahan di LMAN (Lembaga manajemen aset negara) mulai 2020 sampai saat ini. Memang agak lambat, meliputi identifikasi, inventarisasi lahan, dan surat menyurat,” ucapnya.
Harya yang didampingi PPK Pembebasan Lahan bendungan Marangkayu Nani Lazuarni menjelaskan bendungan ini memiliki luas genangan sekitar 678,59 hektare, dengan dua tahap penggenangan yakni pada elevasi 107 meter dan 110 meter.

Bahwa sejak 2020 lalu pihaknya telah melakukan empat kali pembayaran yakni 35 bidang (15 Oktober 2020), 5 bidang (9 Februari 2021), 17 bidang (27 September 2022) dan 54 bidang (14 Februari 2023).

“Masih sekitar 100 hektar lagi ya, itu pun untuk area penggenangan tahap pertama,” jelasnya. “Kami fokus tahap satu, namun tahap kedua juga berproses. Sehingga targetnya sekitar 600an hektar area genangan bisa selesai di pertengahan 2024 mendatang,” timpal Harya.

Dia menambahkan hasil identifikasi, molornya pembebasan lahan salah satunya akibat tumpang tindih lahan antara perusahaan dengan warga. Namun ini ada mekanisme penyelesaian yakni melalui pengadilan. Apalagi pekerjaan rumah juga banyak, termasuk mengakomodasi sembilan titik sumur minyak yang dikelola SKK Migas dan juga satu tower SUTT. “Kami tidak ingin menggantungkan permasalahan. Semua harus klir. Semua ada solusi dan penyelesaian,” tutupnya.

Terkait masalah tumpang tindih lahan ini, Yulius Yuwono Saputra menjelaskan bahwa dalam kondisi ini, mekanisme penyelesaian sengketa melalui konsinyasi. Dana ganti rugi akan dititipkan kepada pengadilan agar berproses. “Ini memastikan uang ganti rugi telah dibayarkan,” ucapnya.

Dirinya menerangkan terkait mekanisme ini, terdapat disharmoni aturan antara Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2/2021 dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang selaras dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 139/2020 dalam penitipan ganti kerugian. Bahwa dari arahan Presiden RI, aturan harus diluruskan.

“Kalau ini belum lurus. Ganti rugi harus pakai dana kementerian PUPR. Ini tentu memberatkan,” ucapnya.

Padahal pembebasan lahan proyek ini sudah dialokasikan dari dana lembaga manajemen aset negara (LMAN), tetapi untuk pembayaran ganti rugi terbentur aturan PP dan PMK. Sehingga akan dilaksanakan revisi terbatas Pasal 89 ayat (2) PP Nomor 19 Tahun 2021 yang diikuti revisi PMK agar disesuaikan dengan Perma. “Targetnya April ini rampung,” singkatnya.

Mendengar itu, Kades Sebuntal Herman berharap, adanya pendampingan dari pemerintah mengingat warga banyak yang tidak memahami soal hukum. “Kami harap ada bantuan dari kementerian PUPR atau pusat untuk warga kalau memang proses ke pengadilan,” singkatnya.

Menanggapi itu, Yulis Yuwono Saputra menyampaikan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kejati Kaltim. Nantinya akan ada pendampingan hukum ke masyarakat untuk sosialisasi untuk rangka memberi pemahaman, demi meredam gejolak. “Ini juga berlaku di beberapa proyek PSN. Peran Kejaksaan sangat penting,” sambungnya.

Sementara itu, Irwan menyimpulkan, bawah pemerintah pusat ingin masalah ini selesai, apalagi warga memiliki bukti legal atas kepemilikan lahan, serta asal usul tanah juga jelas. Adanya penyesuaian aturan pusat, diakuinya sebagai bentuk kejelasan dan ketegasan untuk serius memberikan ganti rugi pembayaran atas hak-hak yang memang menjadi milik masyarakat.

“Namun memang sebagaimana permintaan warga, kami harap tim BWS bisa mendampingi juga,” sebutnya.

Dirinya menekankan, dalam penyelesaian masalah ini hak masyarakat harus dipenuhi. Bahwa marwah pembangunan itu sejatinya untuk kesejahteraan masyarakat, tetapi kalau cara pembangunan menghilangkan hak masyarakat, maka prinsip keadilan dan kesejahteraan menjadi nihil. “Bagaimana masyarakat mau sejahtera, kalau hak mereka tidak diberikan,” ucapnya.

Makanya dirinya berharap semua pihak yang terlibat baik kementerian PUPR melalui BWS maupun Kemenko Marves, agar turut memperhatikan penyelesaian lahan terhadap warga di samping penyelesaian proyek fisik. Apalagi keberadaan bendungan ini sangat diperlukan dalam sistem irigasi persawahan warga. Di samping itu diproyeksi sebagai sumber air baku warga di Kota Bontang. “Ini harus dituntaskan. Jangan sampai ada hak tanah warga tidak dibayarkan,” tegasnya.

Bahwa dari keterangan warga yang disampaikan kepadanya, masalah tumpang tindih lahan ini akibat adanya HGU PTPN atau perkebunan di atas lahan milik warga. Di mana ini bisa ditelusuri melalui citra satelit, membuktikan mana yang lebih dulu, warga atau perusahaan. “Makanya kami minta semua pihak, memulai penyelesaian. Agar masyarakat diberi pendamping karena mereka punya hak sanggah dan lainnya. Termasuk menyelesaikan masalah HGU dan lainnya. Kami ingin tanah masyarakat dibayar. Dan bendungan segera operasional,” ucapnya.
“Dengan demikian Ini jadi atensi dan tidak dihapus ya. Bahkan masuk urutan nomor satu dalam daftar PSN untuk bendungan. Ini PR (Pekerjaan Rumah) pemerintah Jokowi, kalau ini tidak tuntas pemerintah jokowi gagal,” pungkasnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya