Utama

Tanah Amblas  Jalan Amblas  Jalan Amblas di Batuah  Jalan Amblas di Loa Janan 

Belasan Rumah Amblas Diduga karena Tambang Batu Bara, Pemerintah Tawarkan Ganti Rugi yang Tak Sesuai



Potret salah satu rumah warga yang amblas. Foto: Selasar/Zain
Potret salah satu rumah warga yang amblas. Foto: Selasar/Zain

SELASAR.CO, Samarinda - Pekikan jamaah perempuan di Masjid Hidayatullah Desa Batuah terdengar pada saat imam mengumandangkan takbir ruku ketika salat Magrib. Sontak jamaah laki-laki menengok ke belakang. Huru-hara jamaah perempuan diikuti suara menggelegar retaknya dinding dan amblasnya lantai belakang masjid.

Tanpa pikir panjang, seluruh jamaah masjid berhamburan keluar meski baru rakaat pertama. Kejadian di malam Jumat dua minggu lalu itu menyisakan trauma.

Pada waktu yang sama, Wati (40) sedang bersantai di rumah barunya yang baru berumur 1 tahun. Tiba-tiba lantai keramik di ruang tamu, kamar, dan dapur terbelah, lalu turun sepersekian sentimeter. Dinding-dinding rumah pun terbelah. Lantai ambang pintu perantara ruang tengah dan dapur terpisah menyisakan pembatas yang menganga di antara ruang tersebut. Benar-benar tampak seperti kapal pecah.

“Rumah [beton] ini baru setahun. Sebelumnya ini rumah kayu. Saya tinggal di sini sudah 30 tahunan. Dulu mau hujan sehari semalam pun tidak pernah amblas. Sekarang malah sampai begini. Jadi sekarang saya tidur di luar sejak Januari,” terangnya kepada reporter Selasar.co saat ditemui di rumahnya pada Selasa (6/5/2025) siang.

Tanah amblas tak hanya menimpa Masjid Hidayatullah dan rumah Wati, 14 rumah warga lain yang sederet dengan 2 bangunan tersebut juga mengalami hal serupa. Ada yang kerusakannya lebih ringan dan ada juga yang kerusakannya lebih parah.

Penyebabnya? Belum ada kepastian dari pihak manapun, baik warga maupun pemerintah setempat, tentang penyebab amblasnya tanah di KM 28 Loa Janan itu. Namun, warga menduga hal ini ada kaitannya dengan ekspansi tambang batu bara yang beroperasi sekitar 7 bulan lalu.

Tambang batu bara milik PT Baramulti Suksessarana (BSSR) terpaut kurang dari 1 kilometer dari pemukiman warga. Hal itu dikarenakan perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta tersebut melakukan ekspansi area penambangan seperti yang telah disebutkan. Ekspansi jugalah yang menyebabkan perusahaan membuka jalan hauling dengan melintasi jalan rute Samarinda-Balikpapan yang merupakan jalan nasional.

Sebenarnya, segala hal yang telah disebutkan di atas sudah mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Telah dilakukan beberapa kali Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara pihak warga, pemerintah desa (pemdes), dan perusahaan di gedung DPRD Kukar. Namun, musyawarah belum mencapai mufakat.

“Dari DPRD menawarkan rumah tipe 36. Tapi dengan sistem pinjaman. Jadi bisa kami pakai dan wariskan, tapi bukan kami pemiliknya. Kami keberatan di bagian itu,” ujar Lau selaku perwakilan warga saat RDP.

Suami Wati itu menganggap solusi yang ditawarkan DPRD tidak adil. Rumah hasil kerja kerasnya selama puluhan tahun harus diganti dengan rumah yang bahkan tidak muat untuk menampung istri dan 4 anaknya.

Dengan mengantongi informasi dan kondisi visual terkini warga Desa Batuah, reporter Selasar.co mendatangi kantor Kepala Desa Batuah guna mendapatkan keterangan dari perspektif pemerintah desa (Pemdes). Setelah menunggu dalam waktu yang tak singkat, Kepala Desa Batuah, Abdul Rasyid, akhirnya bersedia ditemui.

“Ada salah persepsi pada warga,” ujarnya. “Rumah tipe 36 itu dimiliki warga asal dibangun di atas tanah pribadi. Kalau mereka tidak punya tanah pribadi selain yang sekarang, rumah itu ya dibangun di atas tanah Pemkab. Otomatis itu properti Pemkab,” lanjut Rasyid.

Pria dengan gelar Sarjana Teknik itu menegaskan bahwa Pemdes telah bergerak sesuai dengan kewenangannya. Dirinya bahkan mengaku telah mengeluarkan uang pribadi sebanyak Rp 30 juta untuk membantu warga yang rumahnya amblas. Hal itu ia keluhkan karena Pemkab Kukar dengan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) sebesar Rp 14 T lamban memberi bantuan kepada warga.

Akan tetapi, Abdul Rasyid terlihat geram ketika bercerita tentang warga yang ia sebut “ga sabar jadi orang”. Dirinya menekankan bahwa tuntutan warga agar Pemdes menutup jalan hauling adalah tidak realistis. Sebab belum ada bukti konkret bahwa amblasnya rumah warga disebabkan aktivitas tambang batu bara PT BSSR.

Pemdes pun tidak terlibat dalam proses penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan yang dimaksud karena urusan tersebut langsung berhubungan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Kepala Desa yang menjabat sejak 2019 itu menjelaskan bahwa Pemdes telah bekerja sama dengan Program Studi Geofisika Unmul untuk mensurvei lokasi rumah warga yang amblas. Hal itu dilakukan untuk memastikan apakah tanah amblas benar-benar diakibatkan oleh aktivitas tambang batu bara PT BSSR atau tidak.

“Hasilnya akan kami umumkan Kamis lusa secara publik di kantor desa ini,” pungkasnya.

Penulis: Zain
Editor: Awan

Berita Lainnya