Utama
BWS Kalimantan IV Pengerukan Sungai Mahakam Banjir di Kalimantan Timur Pengerukan Sungai Mahakam tak efektif Efisiensi anggaran 
BWS Kalimantan IV: Pengerukan Sungai Mahakam Tak Efektif Atasi Banjir

SELASAR.CO, Samarinda - Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV mengakui bahwa upaya pengerukan rutin sedimen di kawasan danau kaskade tahun ini terdampak efisiensi anggaran. Padahal, danau-danau tersebut memiliki peran vital sebagai kawasan penyangga banjir untuk wilayah Samarinda dan Kutai Kartanegara.
Kepala BWS Kalimantan IV, Yosiandi Radi Wicaksono, menjelaskan bahwa kegiatan pengerukan di danau kaskade (kelompok danau yang terletak di tengah daerah aliran sungai Mahakam) yaitu Danau Semayang, Danau Melintang, dan Danau Jempang, biasanya dilakukan setiap tahun. Namun, pada 2025 ini alokasi anggaran yang terbatas membuat kegiatan tersebut tidak dapat dilakukan secara maksimal.
“Tahun ini karena ada efisiensi anggaran, alokasinya enggak terlalu besar,” ujarnya kepada Selasar, Senin (2/6/2025).
“Padahal, danau-danau itu berfungsi sebagai perisai banjirnya Samarinda dan Kutai Kartanegara. Kalau ada banjir dari Mahakam Hulu, air bisa tertampung dulu di danau tersebut sebelum dirilis pelan-pelan ke hilir.” lanjutnya.
Berita Terkait
Menurut Yosiandi, hal ini sudah ia sampaikan langsung kepada Gubernur Kaltim, Wagub Kaltim, serta Wali Kota Samarinda. Ia juga menanggapi pernyataan Gubernur terkait upaya normalisasi Sungai Mahakam.
“Kalau bicara Mahakam, mungkin yang dimaksud Pak Gubernur adalah pengerukan alur sungai untuk kepentingan pelayaran. Tapi kalau Sungai Mahakam yang dikeruk, jadi kurang efektif untuk pengendalian banjir, karena Sungai Mahakam sudah terpengaruh pasang surut,” jelasnya.
Lebih jauh, Yosiandi menyampaikan bahwa efisiensi anggaran juga mempengaruhi respons BWS terhadap banjir besar yang terjadi pada Januari lalu. Dalam kondisi saat ini, menurutnya, satu-satunya opsi pengendalian banjir jangka pendek adalah dengan melebarkan alur sungai, terutama di daerah hilir yang banyak mengalami penyempitan.
“Misalnya di Jembatan Pemuda, waktu Pak Wali meninjau Januari lalu, terlihat jelas ada banyak sampah botol dan jaring. Di Karang Asam Kecil juga banyak rumah di atas sungai. Itu semua memperlambat aliran air,” katanya.
Ia mengibaratkan kondisi saat ini seperti lalu lintas dari jalan tol yang masuk ke jalan kampung. “Kalau hulunya berbukit, air deras datang ke sungai sempit di hilir, ya pasti terjadi antrean. Jadi opsinya memang harus dilakukan pelebaran sungai,” jelasnya.
Terkait pembiayaan, Yosiandi menyebut bahwa alokasi dari APBN untuk proyek-proyek normalisasi saat ini masih terbatas. Oleh karena itu, pihaknya membuka peluang kerja sama dengan pemerintah provinsi maupun kota.
“Kalau memang ada anggaran dari Pemprov atau Pemkot, kami siap dukung dari sisi teknis. Jadi bukan dari anggaran, tapi kami bisa bantu lewat kajian dan arahan teknis,” pungkasnya.
Penulis: Boy
Editor: Awan