Feature

Gemmpar banjir 

Banjir Melahirkan Gemmpar: Pemburu Parit Mampet Kota Tepian



Gemmpar ketika membersihkan parit yang tersumbat
Gemmpar ketika membersihkan parit yang tersumbat

Bagi sebagian orang, kegetiran yang dirasakan bersama, terkadang justru melahirkan solidaritas dan mengeratkan kerja sama. Hal itu mungkin yang melandasi berdirinya komunitas ini. Bagi mereka, alih-alih mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin.

SELASAR.CO, Samarinda – Banjir dan genangan air sudah sangat familiar bagi warga Samarinda. Seperti di Jalan DI Panjaitan, P Suryanata, P Antasari, Pasundan, Jalan Pramuka, dan sebagian kawasan Sempaja. Mungkin, ada warga yang justru terheran-heran jika tidak ada ruas jalan tergenang usai hujan turun lebih dari satu jam.


Keadaan itu melahirkan gerakan masyarakat peduli masalah banjir. Adalah Gerakan Merawat dan Menjaga Parit (Gemmpar) Kota Samarinda, sebuah komunitas yang fokus dalam isu banjir.


Belum lama ini, Selasar menyambangi kegiatan komunitas tersebut. Mereka tengah ikut gotong-royong di Kecamatan Sungai Pinang.


Sisa hujan subuh hari mengantarkan dingin menembus kulit. Beberapa orang berkumpul menyantap pisang, jagung, dan kacang yang direbus. Mereka menghangatkan diri, usai membersihkan parit di lingkungan perumahan.


Empat pria dan seorang wanita datang dengan motor bergerobak. Mereka berkaus hitam-hitam dengan logo di bagian dada kiri bertulis “GEMMPAR”. Di dalam gerobak motornya terdapat sekop, dan peralatan lain, untuk membersihkan sampah-sampah di parit.


Komunitas Gerakan Menjaga dan Merawat Parit (Gemmpar) Samarinda usai mengikuti gotong royong di Sungai Pinang


“Kita tadi kebagian jadi tim penyisir sampah saja di bagian sana,” kata seorang bernama Khairil Marzuki, sambil menunjuk seberang Jembatan Ruhui Rahayu, Jalan S Parman. Pria inilah ketua Gemmpar.


Berdirinya komunitas Gemmpar berawal dari kegelisahan di daerah tempat tinggal Khairil di Jalan Pramuka, Samarinda Kota. Setiap kali hujan, selalu terjadi banjir di ruas jalannya. Padahal saat itu September 2016, ada proyek pelebaran drainase di sana.


“Kita heran juga, padahal sudah dibuatkan gorong-gorong selebar 2 meter, tapi tetap saja banjir di sana. Setelah kita pelajari ternyata masalahnya karena tidak lancarnya saluran air,” ungkap Khairil.


Sejak itu, dibantu oleh rekan-rekannya di sekitar rumah, Khairil pun membersihkan gorong-gorong di Jalan Pramuka dari sampah dan sedimen yang menghambat air untuk mengalir. Usaha selama tiga bulan itu pun membuahkan hasil. Jalan Pramuka tidak lagi digenangi banjir ketika hujan turun.


“Alhamdulillah lancar, ketika semua daerah di Samarinda dihantam banjir, Jalan Pramuka aman,” tutur Khairil.
Dari keberhasilan itu, Khairil pun percaya diri untuk mendaftarkan komunitasnya agar berbadan hukum. Pada 2017, Gemmpar menjadi lembaga swadaya masyarakat (LSM) dengan Surat Keputusan Kemenkumham RI Nomor: AHU-0002208.AH.01.07. Tahun 2017.


Dalam kegiatannya, Gemmpar ingin memberi edukasi kepada masyarakat akan kebersihan lingkungan. Terutama agar masyarakat peduli dengan saluran air di lingkungan rumah mereka.


“Mengapa kita memilih parit, karena ini yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dan salah satu indikator penyebab banjir di Samarinda itu adalah parit,” ungkap Khairil.


Dia menyebutkan, 90 persen parit di Samarinda terkoneksi dan muaranya ke sungai Mahakam. Jika aliran airnya lancar, maka tidak ada genangan yang terjadi di ruas-ruas jalan karena hujan.


Banyak limbah yang membuat drainase di Samarinda tersumbat. Khairil menyebutkan, selain limbah kemasan makanan dan minuman, Gemmpar sering menemukan sisa material proyek di dalam parit.


“Dari temuan kita banyak proyek-proyek pembangunan gorong-gorong yang dicor permanen itu tiang-tiang bekistingnya tidak diangkat, selesai proyek ditinggalkan begitu saja,” sebut pria 35 tahun ini.


Sehingga, proyek yang diharapkan bisa mengurangi banjir itu tidak mengurangi permasalahan banjir di Samarinda. Seperti yang terjadi di Jalan PM Noor, simpang Juanda-Antasari, dan simpang Juanda-Suryanata.


Dalam kegiatannya, Gemmpar bekerja sama dengan pihak pemerintah, komunitas, dan relawan-relawan lain yang ada di Kota Tepian. “Biasa kita kerja sama dengan Hantu Banyu, DLH Kota, relawan dan masyarakat umum. Kalau anggota kita itu cuma sepuluh orang saja,” kata Khairil.


Untuk mengetahui target parit yang mengalami penyumbatan, Khairil biasa menanyakan ke warganet Samarinda di grup-grup facebook. Jika telah menemukan targetnya, mereka kemudian menuju ke lokasi untuk dibersihkan.


Dengan adanya komunitas ini, Khairil berharap agar masyarakat lebih peduli dengan parit-parit yang ada di wilayah rumah mereka, agar tidak lagi terjadi banjir. “Paling tidak kita bisa minimalisir banjir inilah,” tandasnya.

Penulis: Fathur
Editor: Awan

Berita Lainnya