Feature

Batik Berau Putri Maluang Batik Kain Batik Berita Feature Pewarnaan Kain Batik Putri Maluang UMKM batik BI Kaltim 

Menggadai Cincin Kawin, Melahirkan Putri Maluang Batik



Putri Arofah, Owner Putri Maluang Batik, memperlihatkan koleksi batiknya kepada Kepala Bank Indonesia Kaltim, Budi Widihartanto.
Putri Arofah, Owner Putri Maluang Batik, memperlihatkan koleksi batiknya kepada Kepala Bank Indonesia Kaltim, Budi Widihartanto.

Pada pengujung 2020, badai menghampiri perjalanan hidup Putri Arofah. Pandemi Covid-19 menyerang, nyawa suaminya nyaris melayang, keuangan rumah tangga pun terguncang. Lalu, suatu hari di sudut rumah, Putri menemukan secercah peluang.

Oleh: BONNY PRADINDA PUTRA

“Dunia seolah berhenti. Suami tidak bisa lagi bekerja. Saya bingung,” kenang Putri (42), warga Kampung Maluang, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau. Ia menuturkan, suaminya saat itu adalah kepala kampung. Namun, harus berhenti bekerja karena sakit. Warga bahkan sempat menjauhi karena mereka sekeluarga terjangkit virus Corona.

“Bapak seperti sudah di detik-detik terakhir, sudah tidak bisa bangun, batuk tidak berhenti,” ujar perempuan yang berkhidmat sebagai ibu rumah tangga kala itu. Suaminya, Muchtar, pernah terserang stroke sebelum dihantam virus Corona. “Tapi Alhamdulillah, Allah rupanya masih memberi kesempatan,” ucap Putri penuh syukur.

Meskipun, ia kemudian harus memutar otak agar asap dapur rumah tetap mengepul. “Tapi saya bingung mau mulai dari mana,” katanya. Suatu pagi menjelang siang, saat dirinya berjemur di halaman belakang demi menguatkan imun tubuh yang sedang diserang virus Corona, mata Putri tertuju ke sudut rumah. Tampak kain-kain bekas praktik membatik yang pernah diikutinya bersama ibu-ibu PKK. Ide pun menyeruak.

Berbekal sisa-sisa ingatan dari pelatihan membatik, Putri mencoba peruntungan. Ia mulai membatik dan mengunggah karyanya ke media sosial, berharap warganet tertarik. Namun, dunia maya belum berpihak pada Putri. Tak ada yang membeli buah tangannya. “Berkali-kali saya posting, tapi gagal. Nggak ada yang laku,” ucapnya lirih.

Tetapi, perempuan Jawa yang berjodoh dengan lelaki Berau ini menolak putus asa. Pada suatu waktu, ia menatap lekat cincin kawin yang melingkar di jarinya. Benda itu, kata Putri, satu-satunya barang berharga yang tersisa. “Saya gadaikan di Pegadaian, Rp3 juta saja,” katanya. Dari uang itu, ia membeli bahan batik dari Solo, berharap kali ini usahanya tak sia-sia.

Ternyata, dari cincin kawin yang tergadai, lahir berlembar-lembar kain batik yang membawa peruntungan. “Saya praktik lagi, anak saya posting lagi, dan akhirnya mulai laku. Laku, laku, dan laku,” kenang ibu dari dua gadis ini tersenyum bangga.

Kedua putrinya, Tary Malwa Febrianti (19) dan Enneke Namira Fatar (15) membantunya di urusan media sosial. “Saya orangnya agak gaptek (gagap teknologi), namanya emak-emak. Anak-anak saya yang pintar. Pihak BI juga selalu menekankan bahwa owner harus pintar,” kata Putri.

Meski sudah berhasil menjual produknya lewat media sosial, Putri ingin usaha yang dilahirkannya bertumbuh sehat. Ia pun mengurus legalitas atas nama CV Putri Maluang, untuk menaungi merek produknya: Putri Maluang Batik. Enam bulan setelah memulai dari nol, Putri memberanikan diri mendaftar sebagai mitra binaan Bank Indonesia (BI) Kalimantan Timur (Kaltim). Informasi mengenai kemitraan itu didapatkannya dari media sosial.

Proses pewarnaan kain batik setelah di cap dan lukis di tempat produksi Putri Maluang Batik.

“Saya isi link yang disediakan BI, saya tahunya lewat iklan-iklan gitu di Instagram dan Facebook. Kemudian lolos, tapi disuruh mengisi data perkembangan setiap hari. Sampai saya sempat berpikir, capek juga, nggak usah aja sudah (dilanjutkan),” tuturnya. “Tapi saya membatin lagi, nggak boleh patah semangat,” lanjut Putri.

Keputusannya terbukti benar. Dia dinyatakan lolos setelah satu tahun berproses, dan diberangkatkan ke ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Putri diajarkan memahami market hingga public speaking, selain tentu saja teknik membatik. Ia harus belajar hal-hal yang selama ini asing baginya, semacam Nomor Induk Berusaha (NIB), pembukuan, hingga strategi pemasaran digital.

“Saya dulu nggak ngerti apa-apa soal administrasi usaha. Tapi lewat pelatihan dari Bank Indonesia, saya belajar pelan-pelan,” ujar perempuan yang mengenyam pendidikan terakhirnya di MAN 5 Al-Khairiyah Bojonegoro. “Saya bisa bertemu guru-guru batik nasional, belajar banyak hal, sampai akhirnya percaya diri ikut pameran,” imbuh Putri.

Bimbingan dan pendampingan itu menjadi booster. Omzet Putri yang dulu hanya Rp3 juta sebulan, melonjak menjadi Rp35 juta, kemudian Rp50 juta, hingga kini meroket menembus angka Rp130 hingga Rp150 juta per bulan.

Menurut Budi Widihartanto, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Timur, Putri adalah contoh nyata keberhasilan dari pola pikir yang tepat. “Kunci sukses UMKM bukan hanya, modal, tapi juga pola pikir dan komitmen. Bu Putri memiliki semangat untuk terus belajar dan mengembangkan diri, itulah yang membuatnya berhasil,” ujar Budi.

TANDA CINTA DARI SUNGAI SEGAH

Kini, CV Putri Maluang memproduksi sekitar 300 hingga 400 lembar batik setiap bulan, sebagian besar dengan teknik capkis alias perpaduan cap dan lukis. Harga setiap kainnya berkisar antara Rp250 ribu hingga Rp700 ribu, bergantung desain dan teknik pewarnaan.

Setiap kain melewati beberapa tahapan, yakni pengguntingan, pengecapan, pewarnaan, fiksasi, perebusan, penyetrikaan, dan pengemasan. Lima hari dibutuhkan untuk satu lembarkain, menunjukkan perjalanan panjang sebuah karya.

Putri menuturkan, ada cerita di balik motif batik buatannya. “Saya menyebutnya goresan cinta,” kata dia. “Setiap motif dibuat dengan cinta, terinspirasi dari alam Berau terutama sungainya. Sungai bagi kami adalah kehidupan, sumber keindahan Bumi Batiwakal,” lanjut Putri.

Motif-motif itu ia beri nama antara lain Sungai Nusantara, Katu Lada, dan Air Pasang Surut. Memandang Putri Maluang Batik memang menyegarkan mata. Warnanya berani tetapi tetap sejuk, seolah mengajak siapapun menyelami eksotisme Sungai Segah.

Salah satu batik Karya Putri Maluang Batik yang siap untuk di jual ke masyarakat.

Kini, dari kampung kecil di tepi Sungai Segah itu, batik-batik Putri menyeberang jauh keseluruh pelosok Indonesia, bahkan hingga Malaysia. Karya Putri disebarluaskan dari mulut ke mulut, dari tangan ke tangan, oleh mahasiswa dan pelanggan yang jatuh cinta pada keindahannya.

Namun, Putri tidak perlu khawatir pada banyaknya pesanan. Ia tidak lagi bekerja sendiri. CV Putri Maluang mempekerjakan 10 warga lokal yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga di sekitar kampungnya. “Kalau usaha ini berkembang, mereka juga ikut tumbuh. Itu yang saya inginkan,” harap Putri. Ia juga dibantu penuh oleh dua anak angkatnya, yakni Anita (29) dan Nisa (24).

Sistem kerja diatur berdasarkan keahlian ada yang fokus di pengecapan, ada yang ahli di pewarnaan. Bagi Putri, setiap orang memiliki peran dalam menenun mimpi bersama.

Bersamaan semua itu, ia tidak lupa akan tanggung jawabnya sebagai warga negara. “Usaha kami sudah resmi dan terdaftar. Jangan salah, kami bayar pajak,” katanya, membanggakan sisi profesional yang kerap luput dari citra UMKM.

Penulis: Boy

Berita Lainnya