Utama

honorer 

Penghapusan Honorer, Harapan atau Justru Masalah Baru?



Wahyudin, Ketua Forum Solidaritas Pegawai Tidak Tetap dan Honorer (FSPTTH) Kaltim
Wahyudin, Ketua Forum Solidaritas Pegawai Tidak Tetap dan Honorer (FSPTTH) Kaltim

SELASAR.CO, Samarinda – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah telah bersepakat untuk menghapus honorer dari kantor pemerintahan. Di balik kekhawatiran tenaga honorer atas keputusan tersebut, salah satu wadah forum pegawai honorer di Bumi Etam justru memberi respon positif.

Ketua Forum Solidaritas Pegawai Tidak Tetap Honorer (FSPTTH) Kaltim, Wahyudin mengaku tidak kaget dengan adanya keputusan penghapusan ini. Bahkan, pihaknya sejak sepuluh tahun lalu ketika FSPTTH didirikan, sudah memprediksi akan tidak ada lagi tenaga honorer di masa mendatang.

“Sangat mendukung sekali dengan kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah pusat, tapi dengan catatan,” ujar Wahyudin, Jumat (24/1/2020).

Dia menyadari bekerja dengan status honorer tidak ada dalam Undang-Undang, baik di UU ASN maupun UU Ketenagakerjaan. Sehingga tidak heran jika honorer jauh dari kata sejahtera, mulai dari menerima upah di bawah UMK hingga tidak mendapat jaminan kesehatan. Oleh karenanya kata Wahyudin, kesempatan ini menjadi harapan baru bagi honorer terutama kaum guru.

Lebih lanjut, pria yang pernah menjadi guru honorer selama 12 tahun di tiga sekolah tersebut memberikan catatannya. Tenaga honorer yang ada saat ini, menjadi prioritas diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK atau P3K).

"Kalau memang mereka tidak bisa masuk di PNS, kan ada PPPK," sebutnya.

Wahyudin tidak masalah jika kemampuan tenaga honorer harus diuji kembali. Demi pengangkatan status mereka menjadi PPPK. "Paling tidak prioritaskanlah tenaga honorer yang sudah ada ini," urainya.

Dia melanjutkan saat ini ada tenaga honorer yang sudah mengabdi hingga puluhan tahun. Hal itu perlu menjadi catatan tersendiri untuk mendapatkan nilai lebih.

"Misalnya mereka sudah kerja 25 tahun terus usianya sudah tua. Maka mereka mendapat kredit poin. Tapi kalau semua dipukul rata saya yakin mereka tidak bisa bersaing dengan yang muda-muda," lanjutnya lagi.

Di samping itu Wahyudin mengkhawatirkan jika Pemerintah Pusat tak bisa mengakomodir harapan tenaga honorer. Bukan tidak mungkin angka kriminalitas semakin bertambah.

"Khususnya guru ya. Mereka yang banyak menciptakan generasi cerdas di masa depan. Masa mau diberhentikan," kata dia.

Sehingga ia meminta jaminan berupa hak-hak tenaga honorer harus dipenuhi. Terlebih urusan pesangon yang saat ini masih banyak diprotes lantaran tidak sesuai dengan kebutuhan hidup.

"Ada yang hanya Rp 350 ribu. Sementara insentif yang mereka harapkan Rp 1 juta sekarang sudah berkurang. Makanya saya berharap pengangkatan PPPK menjadi harapan baru mereka," urai Wahyudin.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Samarinda, Asli Nuryadin menambahkan, ada sebanyak 1500 tenaga honorer yang bekerja di sekolah-sekolah negeri dalam pengawasannya. Terdiri dari 70-80 persen adalah guru, dan sisanya adalah tenaga kependidikan semisal tata usaha, keamanan, dan lainnya. Jumlah tersebut tersebar di 163 SD dan 48 SMP.

“Tenaga-tenaga itu lah yang membantu kekurangan guru PNS selama ini,” ujar Asli ketika disambangi di ruang kerjanya.

Dia mengaku, meskipun Pemkot Samarinda telah mengalokasikan insentif sebesar Rp 700 ribu perbulan, namun itu belum bisa memenuhi kesejahteraan guru. Pasalnya sekolah hanya diperbolehkan menggunakan dana dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk gaji sebanyak 15 persen.

“Sehingga yang saya dapat informasi kalau di sekolah itu paling banyak tambahan mereka itu satu juta,” beber Asli.

Itupun insentif dan dana BOS tersebut baru bisa dicairkan per tiga bulan. Sementara kondisinya saat ini pengangkatan guru juga terbatas dalam seleksi CPNS setiap tahunnya. Padahal hampir setiap tahun ada 60-70 guru berstatus PNS yang pensiun.

"Tahun lalu ada tambahan 80 dari PPPK. Itupun SK-nya belum terbit," jelasnya.

Ia mengakui pengangkatan selama ini tak pernah memenuhi kebutuhan akan guru di setiap sekolah. Sebab hingga saat ini Asli menyebut masih kekurangan hingga seribu guru.

"Terus kalau itu di stop, saya tidak bisa berkomentar sekarang. Karena pasti collaps dan itu menyedihkan," bebernya.

Ia pun menaruh harapan besar, terhadap kebijakan baru oleh Pemerintah Pusat. Khususnya dalam menjawab tantangan kedepannya.

"Semoga ada keseimbangan. Sebab urusan proses belajar mengajar ini tidak bisa ditunda perhari, perjam. Yang ribut ini kan nantinya anak-anak kita. Mungkin ini niat baik, tapi tolong lihat kondisi di daerah," tutup Asli.

 

Penulis: Fathur
Editor: Yoghy Irfan

Berita Lainnya