Politik

Pilwali Samarinda pilwali samarinda 2020 Barkati 

Baliho Barkati Pemimpin Samarinda 2021-2026, Pengamat: Tidak Etis!



Baliho Barkati di Jalan Panglima Batur simpang empat Pasar Pagi
Baliho Barkati di Jalan Panglima Batur simpang empat Pasar Pagi

SELASAR.CO, Samarinda – Sejak beberapa bulan lalu riuh kontestasi pemilihan pemimpin baru Kota Samarinda memang sudah ramai. Tepi ruas jalan dalam kota hingga ke pelosok kelurahan dihiasi wajah-wajah bakal calon wali kota dan wakil wali kota yang akan bertarung dalam Pilwali Samarinda 23 September mendatang.

Dibanding kandidat lain seperti Apri Gunawan, Erwin Izharuddin, Andi Harun, Parawansa Assoniwora, dan pasangan Zairin Zain–Sarwono, M Barkati memang terbilang datang belakangan memasang baliho sosialisasi. Namun baliho wakil wali kota Samarinda penerus Nusyirwan Ismail (alm) ini menarik perhatian karena memasang potret diri mengenakan pakaian dinas lengkap jabatannya.

Beberapa titik baliho tersebut di antaranya di Jalan Otto Iskandardinata tepat di Gunung Manggah, kemudian di samping Jembatan Sungai Dama, dan Jalan Arif Rahman. Yang paling mencolok adalah baliho Barkati yang terdapat di Jalan Panglima Batur di persimpangan Pasar Pagi. Di baliho tersebut terlihat barisan kata Samarinda Milik Saya, Samarinda Milik Kita, Samarinda Milik Indonesia yang merupakan jargon Barkati, diikuti dengan #BarkatiSamarinda. Di bagian tengah yang paling besar tulisannya adalah “PEMIMPIN SAMARINDA 2021-2026”. Disusun dua baris, baris pertama berwarna hijau, dan baris kedua yang berisi angka tahun diwarnai merah.

Menanggapi hal itu, pengamat politik Fisip Unmul Samarinda, Lutfi Wahyudi menegaskan pemasangan baliho tersebut tidak etis. “Pak Barkati itu pejabat politik sekaligus pejabat pemerintahan, seharusnya mengikuti etika politik maupun etika pemerintahan,” ujarnya, Rabu (12/2/2020).

Dengan mencantumkan berbagai macam atribut jabatan dan menyebut diri sebagai pemimpin Samarinda periode berikutnya, Barkati dinilai telah offside melakukan kampanye. Padahal, lanjut Lutfi, ada cara lebih elegan yang bisa dilakukan Barkati untuk mempromosikan diri.

“Menampilkan baliho apa adanya saat ini bahwa beliau wakil wali kota, dan berusaha sedemikan rupa mewujudkan Kota Samarinda sebagai kota yang nyaman untuk ditinggali warganya. Sebenarnya sudah cukup tanpa harus menambahi embel-embel itu,” jelas Lutfi.

Akibat pemasangan baliho tersebut, Lutfi menuturkan, warga mendapat gambaran gamblang soal tokoh yang dipromosikan. “Publik yang cerdas tahu kok siapa sih sebenarnya orang di baliho itu, baik tingkat kecerdasannya, kapasitasnya, etikanya, dan segala macam tergambar dari seluruh baliho itu,” tegasnya.

Hal senada disampaikan pengamat politik Fisip Unmul, Budiman. Secara aturan baliho-baliho tersebut memang tidak melanggar. Karena menurutnya saat ini belum memasuki masa kampanye, sehingga tidak ada aturan kepemiluan yang dilanggar. Kendati demikian, memasang potret diri lengkap dengan jabatan tidak etis dilakukan seorang pejabat pemerintah dalam mensosialisasikan dirinya.

“Jadi di sini harus dipisahkan, ketika memakai baju wakil wali kota maka otomatis itu identik dengan lembaga, identik dengan Kota Samarinda,” ujar Budiman.

Sehingga pemasangan baliho-baliho tersebut, kata Budi, patut dipertanyakan. Dia pun mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda untuk menjalankan fungsinya sebagai pengawas pemerintahan.

“Dalam konteks itu bisa jadi pintu masuk bagi pihak berwenang, dalam hal ini DPRD mengawasi itu. Karena jangan sampai apa yang dilakukan beliau (Barkati) dalam sosialisasi dengan baliho itu menggunakan atribut wakil wali kota,” bebernya.

Budi melanjutkan, jangan sampai biaya mencetak dan memasang baliho-baliho sosialisasi tersebut menggunakan anggaran pemerintah. Jangan sampai pula lokasi pemasangan baliho merupakan fasilitas pemerintah.

Sosialisasi berbalut kegiatan pemerintahan memang sudah lumrah dilakukan oleh petahana. Tidak hanya di Samarinda, tapi juga di seluruh Indonesia. Seperti saat momen hari peringatan menjadi ajang kepala daerah menjadi momen untuk menaikkan elektabilitas.

“Ada yang bisa identik dengan kerja tapi subtansinya memperkenalkan diri agar elektabilitasnya naik. Ada juga yang membuat ucapan-ucapan, contoh ulang tahun wartawan Indonesia (Hari Pers Nasional),” jelasnya.

Lebih lanjut, meskipun yang bersangkutan nantinya berkilah bukanlah atas perintah wakil wali kota. Budi menyarankan agar Barkati menurunkan baliho-baliho sosialisasi tersebut.

“Tanpa sepengetahuan pun itu harus ditindak lajuti untuk menurunkan baliho karena tidak etis. Tidak cukup hanya menutupi tulisan, juga membantah kalau itu bukan instruksi dia,” jelas Budi.

Sementara itu, M Barkati yang ditemui di ruang kerjanya membenarkan adanya pemasangan-pemasangan baliho tersebut. “Sekarang ini kan bukan waktu kampanye, bebas saja mau pasang baliho. Siapa saja punya hak, tidak ada masalah,” imbuhnya.

Namun, perkara pemasangan baliho sosialisasi dirinya menggunakan seragam dinas wakil wali kota bukan dilakukan oleh pihaknya. Melainkan atas inisiatif relawannya.

“Relawan sendiri, inisiatif mereka. Saya tidak pernah mengarahkan dan saya tidak tahu mereka pasang-pasang. Titiknya saya tidak tahu. Setelah ada begitu kita baca baru kita beri masukan untuk diganti, ini kan sudah ditutupi dulunya,” jelas Barkati.

Barkati mengaku, hingga hari ini pihaknya belum membentuk tim relawan apalagi tim pemenangan dalam Pilwali Samarinda mendatang. Relawan-relawan yang ada saat ini, kata dia, adalah inisiatif warga sebagai bentuk dukungan kepada dirinya. “Nanti setelah ada rekomendasi partai baru kita bentuk tim,” pungkasnya.

 

Penulis: Fathur
Editor: Awan

Berita Lainnya