Utama

Identitas pasien Keterbukaan informasi Pasien Reaktif 

Dilema Pemerintah Menjaga Privasi atau Membuka Data Pasien Covid-19



Ilustrasi penanganan pasien covid-19. ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF
Ilustrasi penanganan pasien covid-19. ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF

SELASAR.CO, Samarinda - Belum lama ini tim surveilans Samarinda dibuat bingung melacak keberadaan salah seorang pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Masyarakat pun dibuat panik, hingga mereka meminta tim gugus tugas membuka identitas pasien. Hal ini untuk mengantisipasi agar warga yang merasa pernah melakukan kontak dengan pasien, dapat segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.

Selama ini Tim Gugus Tugas Covid-19 Kaltim memang “pelit” dalam urusan data pasien Covid-19. Data yang disampaikan biasanya hanya berupa jenis kelamin, umur, kode pasien, rumah sakit tempat dirawat, dan riwayat perjalanan darimana.

Andi M Ishak, Plt Kadinkes Kaltim sekaligus juru bicara tim gugus tugas Covid-19 Kaltim berujar, dibatasinya data yang disampaikan ini untuk menjaga privasi pasien. “Identitas diri ini kan hak yang dilindungi Undang-Undang, kami masih patuh dengan itu. Karena jika yang bersangkutan keberatan, kita juga bisa terkena (proses hukum),” ujarnya.

Seperti diketahui dalam UU Nomor 44 Tahun 2019 tentang Rumah Sakit dan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam UU itu, setiap orang yang menyebarkan informasi soal data pasien bisa dipenjara 2 tahun dan denda Rp 10 juta. Penyebaran informasi data seseorang juga diatur dalam UU ITE. Ancaman dalam UU ITE bahkan lebih berat, yakni 4 tahun penjara. Hal itu diatur dalam Undang-Undang ITE, khususnya Pasal 26 dan 28 b. Sama esensinya, bahwa orang tidak boleh sembarangan membeberkan data pribadi ke publik tanpa izin. Kalau terbukti, dapat terancam hukuman 4 tahun penjara atau denda Rp 750 juta.

Selama ini tim gugus tugas utamanya tim surveilans dalam melakukan pelacakan hanya menggunakan informasi dari pasien yang bersangkutan, sementara dalam kasus ini meminta keterangan dari keluarga. Selain terganjal aturan terkait privasi pasien, Dinkes Kaltim juga terganjal dengan Kaltim yang belum menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sebagai dasar menggunakan aturan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

“Kita engga punya dasar kekuatan untuk memaksa ke situ, kita kan tidak diberlakukan itu (karantina wilayah/PSBB). Jadi kemungkinan kita pakai aturan yang lain,” katanya.

Terpisah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan bahwa hukum positif kita memang mengatur larangan untuk membuka data pasien dan penyakitnya. Kerahasian tersebut diatur dalam Pasal 48 UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Demikian juga disebutkan dalam Pasal 17 huruf h angka 2 UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menyebutkan bahwa riwayat kesehatan pasien itu adalah informasi yang dikecualikan alias tidak boleh dikonsumsi publik.

“Tapi aturan itu kan dalam kondisi normal. Kalau dalam keadaan darurat, data itu bisa dibuka atas nama kepentingan publik dan upaya pencegahan Covid-19 agar tidak semakin meluas,” ujarnya.

Pria yang biasa disapa dengan Castro ini menambahkan data pasien itu bisa dibuka dengan alasan kepentingan umum. Hal ini disebutkan secara eksplisit dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36/2012 tentang Rahasia Kedokteran, yang menyebutkan bahwa, "Pembukaan rahasia kedokteran dapat dilakukan tanpa persetujuan pasien dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin, serta kepentingan umum". Adapun kepentingan umum yang dimaksud, salah satunya adalah ancaman kejadian luar biasa/wabah penyakit menular (lihat Pasal 9 ayat (4) huruf b).

“Perdebatan soal apakah data pasien bisa dibuka atau tidak, mestinya diakhiri. Tinggal bagaimana pemerintah membuat protokol informasi publik mengenai anggota masyarakat dengan status positif Covid-19. Protokol ini tentu tetap harus mempertimbangkan kondisi psikis pasien jika datanya dibuka. Intinya, ada kebutuhan untuk membuka data pasien disertai dengan penjelasan lokasi tempat tinggal dan rekam jejak aktivitas serta interaksinya. Pembukaan data pasien ini akan membantu masyarakat untuk mendeteksi persebaran Covid-19,” pungkasnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya