Utama

uu-ciptaker  uu-cipta-kerja  omnibus-law  jokowi-teken-uu-ciptaker 

Dua Pasal Ganjil di UU Cipta Kerja, Castro: Ketahuan Siapa yang Tak Membaca



Ilustrasi
Ilustrasi

SELASAR.CO, Samarinda - Sehari setelah disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada Senin 2 November 2020 kemarin, UU Cipta Kerja terus menjadi sorotan masyarakat. Sebelumnya kalangan buruh, mahasiswa, hingga pelajar telah berkali-kali berdemonstrasi menolak UU Cipta Kerja.

Undang-undang ini mendapatkan nomor  11 Tahun 2020 dengan jumlah 1.187 halaman.  Salinan UU Cipta Kerja juga sudah diunggah di situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekretariat Negara (JDIH Setneg). Tim redaksi Selasar pun telah mengunduh file dokumen UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja tersebut.

Meski sifanya telah final, masih ditemukan beberapa keganjilan dalam undang-undang tersebut. Seperti pada halaman 6 naskah UU Ciptaker. Berikut bunyi pasal 6: “Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi : a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko; b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha; c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan d. penyederhanaan persyaratan investasi”.

Sehingga pasal 6 ini menyebut bahwa pasal 5 memiliki ayat. Padahal, jika kita melihat pada pasal 5 yang masih masuk di halaman yang sama, pasal tersebut tidak memiliki ayat seperti yang disebut pada pasal 6. Pasal 5 hanya berbunyi: ”Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait”.

Pasal 6 yang masuk dalam BAB III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha ini diduga salah mencantumkan nama pasal yang akan dijelaskan. Karena dalam Pasal 4 lah yang memuat ayat tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha. 

Pasal lain yang dianggap ganjil lainnya berada di halaman 223, tepatnya di Pasal 40 yang berisi, "Beberapa ketentuan dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi atau Migas (LNRI Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan LNRI Nomor 4152) diubah sebagai berikut".

1. Ketentuan Pasal 1 angka 21 dan angka 22 diubah, dan angka 23 dihapus sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam UU ini yang dimaksud dengan:

1. Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral, atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi.

2. Gas bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas bumi.

3. Minyak dan gas bumi adalah minyak bumi dan gas bumi.

 

Penjelasan nomor tiga inilah yang kurang efektif penggunaannya, karena terkesan tidak menjelaskan apapun. Dari hasil penelusuran Selasar, penjelasan nomor tiga ini ternyata tidak berubah dengan undang-undang sebelumnya yaitu di UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 

SELASAR pun meminta tanggapan pengamat hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah terkait dua pasal yang dianggap ganjil tersebut. Dosen yang akrab disapa Castro menjelaskan, hal ini juga sempat menjadi pembahasannya dengan akademisi lain, utamanya mengenai pasal 5 dan 6. Dengan temuan ini dirinya pun menyebut persoalan UU Ciptaker bukan hanya bermasalah di substansi, melainkan juga tata letak dan penulisannya.

“Jadi bukan hanya substansi yang bermasalah, bahkan tata letak dan penulisannya pun ngawur. Itu karena UU itu disusun dengan terburu-buru. Jadi ketahuan kan siapa yang sebenarnya tidak membaca?” sebutnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya