Kutai Kartanegara

kpu kukar Bawaslu Pelanggaran Kampanye Partai Golkar Golkar Kaltim 

Begini Penjelasan Hukum Rekomendasi Pembatalan Pencalonan Edi Damansyah



Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kalimantan Timur, Muhammad Husni Fahruddin
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kalimantan Timur, Muhammad Husni Fahruddin

SELASAR.CO, Kutai Kartanegara - Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kalimantan Timur (Kaltim), Muhammad Husni Fahruddin menyebut rekomendasi Bawaslu RI yang meminta KPU RI memerintahkan KPU Kutai Kartanegara (Kukar) membatalkan pencalonan Bupati Kukar  Edi Damansyah, belum memiliki kekuatan hukum dan belum final.

Diketahui, Bawaslu RI merekomendasikan pembatalan pencalonan Edi Damansyah karena yang bersangkutan dinilai terbukti melakukan pelanggaran administrasi. Menurut Husni Fahruddin, produk yang dikeluarkan Bawaslu berupa rekomendasi, maka KPU RI dalam hal ini KPU Kukar, perlu melakukan kajian terhadap rekomendasi tersebut.

“Surat Bawaslu RI mengisyaratkan keputusan yang bersifat “rekomendasi” sehingga belum final dan mengikat, maka KPU RI dalam hal ini KPU Kabupaten Kukar perlu melakukan kajian terhadap rekomendasi ini, apakah kemudian menindaklanjuti dengan membatalkan pencalonan atau ada pertimbangan lain yang akhirnya menganulir rekomendasi atau tidak mengeksekusi rekomendasi Bawaslu RI (proses ini pastinya sedang berjalan),” tulis pria yang akrab disapa Ayub, di laman media sosial Facebooknya.

Menurutnya, ada dua upaya hukum yang dapat dilakukan terkait rekomendasi pembatalan terhadap pencalonannya. Upaya pertama, calon bupati yang direkomendasikan dibatalkan pencalonannya dapat mempersiapkan dan mengajukan bukti bukti kepada KPU, agar KPU memiliki alasan hukum yang berdasar untuk tidak melakukan eksekusi terhadap rekomendasi Bawaslu RI dan dapat memberikan keputusan yang jelas terhadap perkara ini. Keputusan KPU selalu melalui rapat pleno seluruh anggota KPU.

Dia melanjutkan, karena sifatnya hanya rekomendasi, bukan merupakan sebuah produk hukum dan keputusan hukum sebuah institusi bernama Bawaslu, maka belum bisa digugat ke MA atau di-PTUN-kan. Terkecuali ada keputusan dari KPU untuk membatalkan pencalonan Edi Damansyah, maka putusan KPU tersebut baru dapat digugat di MA atau di-PTUN-kan oleh calon bupati yang direkomendasikan dibatalkan pencalonannya.

“Upaya terekomendir sebelum ini menjadi keputusan KPU, dapat melaporkan ke DKPP terkait Bawaslu RI, baik dari sisi rekomendasi maupun etik bila dirasa tidak memenuhi rasa keadilan bagi terekomendir,” jelas politisi yang juga berprofesi sebagai lawyer ini.

Selanjutnya, kata Ayub, rekomendasi Bawaslu RI tak langsung membatalkan pencalonan Edi Damansyah. Alasannya, yang bisa membatalkan adalah KPU dalam hal ini KPU Kukar sebagai locus delicte (tempat kejadian perkaranya).

Seandainya ada keputusan KPU yang membatalkan, maka masih ada upaya hukum lainnya yang dapat ditempuh calon bupati yakni melakukan gugatan di MA atau PTUN.

Menurut Ayub selama proses hukum tersebut berjalan, pencalonan masih tetap sah secara hukum. Baru setelah ada putusan hukum yang bersifat final dan mengikat (inchract) maka Edi Damansyah sudah tidak bisa lagi berkontestasi dalam pemilihan bupati.

“Ketika ada putusan hukum yang bersifat final dan mengikat (inchract) baru kemudian Edi Damansyah sudah tidak bisa lagi berkontestasi dalam pemilihan bupati,” terangnya.

Ayub menambahkan, seandainya Edi Damansyah dibatalkan oleh KPU kemudian dikuatkan lewat proses hukum, maka Rendi tetap bisa mengikuti pilkada.

Ini sesuai aturan calon dapat diganti 30 hari sebelum pemilihan. Artinya batas akhir pergantian calon pada tanggal 9 November 2020, karena pencoblosan dilakukan 9 Desember 2020. Sehingga tidak ada pergantian calon lagi oleh partai politik, maka Rendi Solihin tetap bisa mengikuti pilkada karena yang melanggar hanya Edi Damansyah.

“Sampai saat ini aturan masih menyatakan demikian, terkecuali ada peraturan tambahan atau terbaru mengingat ada kasus hukum atau kejadian baru yang memerlukan peraturan KPU untuk memayunginya, sehingga Rendi Solihin akan mengikuti pemilihan bupati tanpa calon bupati,” tulisnya.

“Bahwa hukum berdomain politik merupakan hal yang bersifat Lex specialis derogat legi generali, sehingga penanganannya harus berhati-hati karena sangat berhubungan dengan publik atau masyarakat secara luas, untuk itu dibutuhkan penegak hukum dan penegakan hukum yang memahami hukum politik secara komprehensif,” lanjutnya.

Penulis: Faidil Adha
Editor: Awan

Berita Lainnya