Politik
Surat rekomendasi Bawaslu Rekomendasi Bawaslu Rekomendasi pembatalan calon Bupati Kutai Kartanegara Pembatalan calon Bupati Kukar  Edi Damansyah batal mencalonkan diri Pilkada Kukar 
Kata Pakar Hukum Soal Pilkada Kukar: Bawaslu Ngawur, KPU Harus Abaikan
SELASAR.CO, Jakarta— KPU Kabupaten Kutai Kartanagara bisa mengabaikan rekomendasi Bawaslu RI ihwal rekomendasi pembatalan calon bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah, lantaran diduga melanggar aturan. Hal itu ditegaskan Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis saat dihubungi di Jakarta, Minggu (22/11/2020).
"KPU harus abaikan Bawaslu ini, jangan sampai menimbulkan kegaduhan," kata Margarito.
Dia menduga rekomendasi Bawaslu itu cacat prosedur, sehingga pengabaian yang dilakukan KPU berdasar. “Saya duga rekomendasi itu cacat prosedur, jadi Bawaslu jangan selalu berdalih,” tegas Margarito.
Diketahui, surat Bawaslu RI tereebut memuat nomor: 705/K.Bawaslu/PM.06.00/XI/2020 tanggal 11 November 2020 tentang rekomendasi pembatalan pencalonan Edi Damansyah.
Berita Terkait
Surat itu lahir setelah pelapor sebelumnya melapor ke Bawaslu Kukar hingga Bawaslu Kalimantan Timur. Namun, justru Bawaslu RI yang mengeluarkan rekomendasi.
Sebelumnya, pakar hukum Universitas Mulawarman, Mahendra Putra Kurnia, menyebut, meski harus menindaklanjuti surat rekomendasi Bawaslu, KPU Kukar memiliki pilihan untuk mengikuti atau tidak rekomendasi tersebut. Hal ini karena keputusan akhir menjadi kuasa penuh KPU Kukar, menyesuaikan dengan hasil proses klarifikasi pihak-pihak terkait.
“Jika memang KPU berkeyakinan kalau memang rekomendasi dari Bawaslu itu memang benar sesuai dengan fakta yang ada, maka KPU bisa mengikuti. Sebaliknya, begitu juga jika KPU tidak menemukan fakta apa yang disebutkan oleh Bawaslu RI, maka KPU Kukar dapat tidak mengikuti rekomendasi tersebut,” tegasnya.
Untuk diketahui, perihal KPU yang tidak mengikuti rekomendasi Bawaslu, pernah terjadi di beberapa pilkada. Oktober lalu, 6 KPU daerah menerima rekomendasi sanksi diskualifikasi terhadap pasangan calon (paslon) yang melanggar ketentuan Undang-Undang tentang Pilkada. Masing-masing KPU daerah kemudian menindaklanjuti rekomendasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) setempat setelah melakukan kajian terlebih dulu.
Enam paslon yang direkomendasikan dijatuhi sanksi diskualifikasi tersebut adalah di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua; Kota Gorontalo; Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara; Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah; Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan; dan Kabupaten Kaur, Bengkulu.
Komisioner KPU RI, Evi Novida Ginting Manik saat itu mengatakan, setelah KPU daerah masing-masing menindaklanjuti dengan melakukan kajian, paslon di Pegunungan Bintang, Gorontalo, Halmahera Utara, dan Kaur, tidak terbukti seperti sangkaan Bawaslu. Para paslon di daerah ini ditetapkan KPU memenuhi syarat dan tetap menjadi peserta pilkada.
Sementara itu, KPU Banggai menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu dengan menetapkan paslon yang bersangkutan tidak memenuhi syarat. Akan tetapi, paslon kemudian menempuh jalur hukum ke Pengadian Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dan gugatannya diterima.
Hal serupa juga terjadi di Ogan Ilir. KPU setempat menetapkan paslon yang bersangkutan tidak memenuhi syarat. Namun, paslon ini mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung.
Sebelumnya, menurut Komisioner KPU RI, Ilham Saputra, beberapa KPU kabupaten/kota menerima rekomendasi diskualifikasi dari Bawaslu setempat karena paslon melakukan mutasi pejabat. Hal ini melanggar Pasal 71 UU Pilkada terkait larangan mutasi jabatan enam bulan sebelum penetapan paslon hingga akhir masa jabatan.
Namun, KPU perlu mengecek dan mengkonfirmasi ulang kepada pihak-pihak terkait. Dengan demikian, tidak semua rekomendasi ditindaklanjuti sesuai yang disampaikan oleh Bawaslu, setelah kajian KPU ternyata ada fakta lain yang tidak bisa membuktikan sangkaan Bawaslu tersebut.
"Jadi bukan mengabaikan rekomendasi, tapi menjalankan rekomendasi dengan hasil yang berbeda dengan rekomendasi Bawaslu," kata Ilham dikutip Republika.
Penulis: Redaksi Selasar