Kutai Kartanegara

Budidaya Sarang Walet Rumah Sarang Walet Pungutan Pajak Walet sarang burung walet Rumah Sarang Burung Walet PAD Kukar 

Pendapatan Kukar dari Pajak Walet Cuma Rp68 Juta, Perda Perlu Dikaji Ulang



Sarang Walet milik warga.
Sarang Walet milik warga.

SELASAR.CO, Tenggarong - Kutai Kartanegara (Kukar) adalah salah satu daerah yang paling banyak membudidayakan sarang burung walet. Hal itu dinilai bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, saat ini kontribusi pendapatan dari hasil pajak sarang burung walet tersebut, sangat jauh dari harapan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar. 

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kukar, Totok Heru Subroto, mengatakan, regulasi yang mengatur pungutan pajak dari hasil pembudidaya sarang burung walet itu sudah lama dibuat. Ada Peraturan Daerah yang secara legalitas sudah lama diterbitkan untuk memungut uang masyarakat yang memang mempunyai sarang burung walet tersebut. Tertuang dalam Peraturan Daerah Kutai Kartanegara Nomor 2 Tahun 2011 tentang pajak daerah.

"Syarat pembayaran pajak ini sederhana, diwajibkan memiliki NPWP dan izin usaha sarang burung walet," ujar Totok. 

Ia menyebutkan, pemerintah Kukar pada tahun 2020 lalu hanya mendapatkan Rp68 juta dari hasil pungutan pajak sarang burung walet. Dan itu pun hanya 16 orang saja yang membayar pajak tersebut. Padahal ada 302 pembudidaya yang telah terdaftar di Bapenda. Menurut Totok, Perda yang diterapkan sudah memberi keleluasaan, memberikan kewenangan kepada pembudidaya untuk membayar dan melaporkan sendiri penghasilan yang didapatkan dari sarang burung walet tersebut. Dengan catatan, persentase pajak yang harus dibayarkan 10 persen dari penghasilan yang didapatkan. 

"Ini yang menjadi persoalan, ketika mereka tidak melakukan pembayaran dan tidak melaporkan itu, ya lewat saja," terang Totok. 

Berbagai strategi sudah pihaknya lakukan agar pembudidaya sarang walet mau membayar pajak. Bahkan, sistem jemput bola pun sudah dilakukan. Namun tak juga berhasil, karena terkendala pemahaman dan kesadaran yang rendah dari para pembudidaya sarang burung walet.

"Tapi nanti persoalan ini akan kita rapatkan bersama Bapenda Kalimantan Timur (Kaltim), karena sarang burung walet ini bisa meningkatkan pendapatan daerah," ujarnya. 

Salah satu pembudidaya sarang walet di Kutai Kartanegara, Aji Rolli Maulana, mengatakan, pemerintah Kukar harus bisa membedakan pembudidaya dengan pengusaha. Menurutnya, pembudidaya ini bermodalkan sendiri tanpa bantuan pemerintah. Sedangkan pengusaha lebih cenderung sebagai pembeli sarang burung walet dan dijual kembali untuk diekspor ke luar negeri.

"Kalau pemerintah mau mendapatkan PAD dari sarang burung walet sebaiknya dikaji ulang Perda itu, dimana Perda itu sarangnya lebih mengarah kepada pengusaha atau tengkulaknya, bukan pembudidayanya," ujar Rolli. 

Pemerintah seharusnya membantu para pembudidaya ini, karena mereka sama saja seperti para petani padi. Dimana, pembudidaya juga membutuhkan peralatan serta obat-obatan untuk perawatan agar bisa menghasilkan sarang burung walet.

"Kalau bisa dibantu, walet pun juga sama ada alat pertaniannya. Misalnya, obat hama, alat penyemprotannya, juga ada alat untuk memanen," jelas Rolli. 

Sebaiknya pemerintah memberikan pembinaan kepada pembudidaya sarang burung walet. Agar para pembudidaya ini bisa mengetahui cara perawatan sarang yang benar.

"Harusnya diberi pelatihan, bagaimana cara merawat sarang walet. Itu kan ada teknisnya, seharusnya pemerintah turun di situ," katanya. 

Menurut Rolli, pemerintah juga sudah tahu harga sarang burung walet ini berapa satu kilonya. Belum tentu juga penghasilannya bisa mencapai satu kilo setiap kali panen.

"Sedangkan yang baru 2 tahun itu belum tentu dapat satu ons sarang walet. Itu mau dipajak. Jangankan ngembalikan modal, biaya operasional perawatan aja sudah gak bisa, apa lagi harus bayar pajak," tutup Rolli.

Penulis: Juliansyah
Editor: Awan

Berita Lainnya