Kutai Timur

DPRD Kutim Kutim Sangatta 

Syarat Bisa Bahasa Mandarin di Pabrik Semen Dinilai Bentuk Penjajahan Baru



Anggota DPRD Kutim, Agusriansyah Ridwan
Anggota DPRD Kutim, Agusriansyah Ridwan

SELASAR.CO, Sangatta – Anggota Dewan Perwakilan Rayat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menilai, persyaratan bahasa mandarin yang persyaratkan oleh PT Kobexindo dalam merekrut karyawan dinilai merupakan akal-akalan pihak perusahaan untuk menyingkirkan tenaga kerja lokal, agar bisa mendatangkan tenaga kerja asing (TKA).

Bahkan persyaratan itu juga disebut sebagai penjajahan model baru, yang dilakukan negara lain ke Indonesia.

Sebutan penjajahan model baru diungkapkan Agusriansyah Ridwan, politisi PKS, dalam rapat dengar pendapat antara DPRD dengan manajemen PT Kobexindo, yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Kutim Arfan, serta dihadiri Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Dari pihak Kobexindo, jajaran manajemen yang kompeten tidak hadir karena corona, sehingga minta dijadwalkan ulang.

“Kalau perusahan mensyaratkan tenaga kerja harus bisa bahasa Mandarin, maka ini namanya penjajahan model baru atau jenis imperialisme baru. Sama saja mereka menutup akses tenaga kerja dari Kutim untuk ikut bekerja di perusahaan itu, kalau syaratnya bahasa Mandarin. Sebab  rasanya tidak akan ada tenaga kerja dengan kelas operator, bisa bahasa Mandarin,” kata Agus, dalam rapat dengar pendapat, Rabu (9/6/2021) di Kantor DPRD Kutim.

Menurutnya, negara ini, khususnya Kutai Timur, menyambut baik kedatangan investor, dengan harapan saling menguntungkan. Investor mencari untung dengan mengelola sumber daya alam, sementara orang daerah ikut bekerja di sana.

“Kalau mungkin syaratnya bahasa Inggris, yang memang sudah menjadi bahasa internasional, itu masih masuk akal. Tapi kalau bahasa Mandarin, itu  tidak masuk akal. Ini pakai logika terbalik, karena seharusnya mereka yang menyesuaikan diri, karena mereka masuk Indonesia,” katanya.

“Ini jelas pelanggaran UUD 45. Memang di UU Omnibuslaw, perusahaan hanya mensyaratkan perusahaan hanya memberitahu pemerintah untuk menggunakan tenaga kerja asing, tanpa menyebut batasannya. Karena itu, mereka mengakali, dengan syarat ini, maka nantinya semua tenaga kerja perusahan ini nantinya akan didatangkan dari negara mereka, kita jadi penonton,” katanya.

Untuk itu, Agus meminta semua pihak, terutama Disnaker agar tidak kendor  dalam masalah syarat ini. Karena jika sampai kendor, nantinya tenaga kerja kita hanya jadi penonton di sana, menonton pihak asing mengeruk keuntungan dari mengelola sumber daya alam daerah ini.

“Perusahaan harus tunduk pada UU. Harus sinergi dengan kearifan lokal.  Kalau mau, rekrut tenaga kerja, kalau lulus, silakan dididik khusus dengan  bahasan Mandarin sebelum kerja, itu yang benar,” katanya.

Selain itu, pihaknya juga meminta Disnaker Kutim untuk segera menyampaikan ke PT Kobexindo agar rekrutmen dengan syarat bahasa Mandarin harus segera ditiadakan. Jika pihak perusahaan masih tetap ngotot untuk memberlakukan itu, maka pihaknya meminta kepada pimpinan DPRD Kutim untuk segera mengadakan rapat paripurna serta membuat tim panja untuk menginvestigasi. Karena dirinya sangat yakin jika ini lolos, maka tidak menutup kemungkinan akan ada kebijakan-kebijakan perusahaan nantinya yang akan mendegradasi putra-putri terbaik Kutim.

“Bayangkan jika eksploitasinya sudah berjalan, mengeruk kekayaan Kutim, maka juga akan terjadi penjajahan terhadap generasi muda. Terhadap peluang kerja yang dibatasi dengan berbagai argumen yang menurut saya tidak profesional,” tutupnya.

Penulis: Bonar
Editor: Awan

Berita Lainnya