Utama

ibu kota negara Pembangunan IKN Pemindahan Ibu Kota Negara Pemindahan IKN Ibu kota negara baru Mahyudin 

IKN Dipindah ke Kaltim, Begini Harapan Wakil Ketua DPD RI Mahyudin 



Wakil Ketua DPD RI, Mahyudin.
Wakil Ketua DPD RI, Mahyudin.

SELASAR.CO, Jakarta - Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang akan dilakukan pemerintah paling lambat pada 2024 dinilai sebagai keputusan yang perlu mendapatkan apresiasi. Pasalnya, rencana pemindahan IKN dari Jakarta telah lama diwacanakan berbagai kepemimpinan presiden, namun baru di tangan presiden Jokowi hal ini bisa terlaksana. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua DPD RI, Mahyudin.

Politikus asal Kutai Timur ini mengajarkan bahwa jika dilihat sejarahnya, rencana pemindahan ibu kota dari pulau Jawa ke Kalimantan sudah digaungkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1950-an. Namun kala itu Soekarno memilih Palangkaraya Kalimantan Tengah menjadi pengantin Jakarta. 

"Dan saat ini, wacana pemindahan ibu kota itu setidaknya telah menemukan momentum yang tepat, seiring daya dukung DKI Jakarta yang dianggap sudah terlalu berat menanggung beban sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan dan jasa," sebut Mahyudin. 

Dirinya menambahkan bawah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) setidaknya telah menyampaikan hasil kajian mengenai pemindahan IKN melalui Rapat Terbatas (Ratas) Kabinet tahun 2019. Di mana Menteri PPN/Kepala Bappenas yang saat itu dijabat Bambang Brodjonegoro, menyampaikan lebih detail mengenai beberapa alasan pemindahan ibu kota, antara lain: mengurangi beban Jakarta dan Jabotabek, mendorong pemerataan pembangunan ke wilayah Indonesia bagian timur, mengubah mindset pembangunan dari Jawa centris menjadi Indonesia centris, memiliki ibu kota negara yang merepresentasikan identitas bangsa, kebhinekaan dan penghayatan terhadap Pancasila, meningkatkan pengelolaan pemerintahan pusat yang efisien dan efektif, memiliki ibu kota yang menerapkan konsep smart, green, and beautiful city untuk meningkatkan kemampuan daya saing (competitiveness) secara regional maupun internasional.

"Beberapa alasan pemindahan ibu kota itu kemudian segera ditindaklanjuti dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), agar mengambil alternatif pemindahan IKN ke luar Pulau Jawa," jelasnya. 

Selain itu, lokasi IKN baru nantinya harus berada di tengah wilayah NKRI. Hal ini tidak lepas dari keinginan untuk memudahkan akses dari seluruh provinsi serta harus dapat mendorong pemerataan antara wilayah barat dan timur Indonesia.

Pada akhirnya, wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) ditetapkan sebagai lokasi yang layak sebagai Ibu Kota Negara (IKN), karena selain memenuhi beberapa alasan tersebut, Kalimantan Timur dianggap memiliki risiko yang minim terhadap bencana seperti banjir, gempa bumi, tsunami, dan tanah longsor.

Ditambah lagi letaknya di tengah wilayah Indonesia, memiliki infrastruktur yang relatif lengkap, lokasi Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kukar berdekatan dengan wilayah perkotaan yang berkembang yakni Samarinda dan Balikpapan, serta tersedia lahan 180 ribu hektar yang dikuasai oleh pemerintah pada dua kabupaten tersebut.

MASYARAKAT LOKAL HARUS DILIBATKAN

Mahyudin tidak memungkiri bahwa terdapat pro dan kontra atas kebijakan pemindahan IKN di Kaltim. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kekhawatiran soal membengkak biaya pembangunan mega proyek tersebut. Selain itu juga timbul pertanyaan so pengendalian pembangunan dan dampak lingkungan yang bisa ditimbulkan, serta akomodasi partisipasi masyarakat lokal dalam pembangunan IKN.

Mahyudin menjelaskan bahwa partisipasi publik juga merupakan inti pemerintahan demokrasi. Dengan sistem politik demokrasi yang dianut oleh Republik Indonesia, maka adanya ruang-ruang bagi partisipasi publik menjadi sebuah keniscayaan.

Di samping itu, salah satu komponen dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah kebijakan-kebijakan yang inklusif, di mana hal tersebut membutuhkan adanya partisipasi publik.

"Maka, dalam konteks ini, pembangunan dan pemindahan IKN juga harus disertai dengan komitmen yang tinggi untuk memaksimalkan potensi dan partisipasi lokal (bottom-up), karena partisipasi itu adalah bentuk penghargaan sekaligus pengakuan atas sumber daya lokal," tegasnya.

Partisipasi yang diharapkan, bukan sekadar konsep yang mumpuni di atas kertas, manis untuk dituturkan hingga membuai, yang pada realita di lapangan ternyata menimbulkan luka. Semua mata rantai pembangunan dan pemindahan IKN perlu memperhatikan, mendengar masukan dan pandangan dari pemangku kepentingan lokal, khususnya publik bumi etam.

Sebab meminggirkan ataupun meninggalkan sama dengan mencabut mereka dari tanah leluhurnya. Kita tidak ingin pembangunan IKN hanya memancarkan kemegahan dan kegemerlapan, tanpa memberi masyarakat lokal ruang yang cukup untuk berpartisipasi.

Selain itu, pembangunan dan pemindahan IKN juga harus memastikan partisipasi dan pemberdayaan wilayah di sekitar IKN. Di mana pembangunan tidak hanya terfokus pada kawasan yang masuk dalam wilayah IKN saja, karena IKN sendiri tidak berada di ruang yang hampa, juga bukan kota mandiri yang semua kebutuhan warganya dapat dipenuhi sendiri.

"Alangkah baiknya pembangunan IKN juga memiliki hubungan yang sinergis dengan daerah disekitarnya atau zona penyangga, seperti Kota Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kukar, dan Kota samarinda," jelasnya.

Keberadaan zona penyangga itu memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung keberlangsungan IKN. Untuk itu perlu dihitung secara cermat dan detail kondisi eksisting lingkungan zona penyangga, seperti fisik, biologi dan sosial ekonomi.

Sehingga dengan demikian semua orang bisa memprediksi perubahan dan kemampuan daya dukung lingkungan pada kurun waktu tertentu sekaligus mampu menghasilkan kebijakan yang terintegrasi dengan kebijakan IKN. Dengan berbagai kajian dan perencanaan pembangunan yang mendalam, diharapkan pembangunan IKN di bumi etam tidak saja berjalan dengan sukses, namun juga menjunjung tinggi partisipasi masyarakat lokal dan wilayah sekitarnya. 

"Sehingga keberadaan IKN juga turut membawa kebahagiaan bagi masyarakat lokal. Ada baiknya kita meresapi petuah dalam bahasa Dayak Kayan yang berbunyi “Mejuq Mang Melak Perah” kurang lebih berarti membangunlah tanpa meninggalkan luka. Semoga," pungkasnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya