Utama
Koalisi Rakyat Melawan Oligarki Oligarki Jokowi 3 Periode Pemilu Serentak Pemilu 2024 Pemilu Ditunda Presiden Jokowi Presiden Jokowi 3 Periode 
Koalisi Rakyat Melawan Oligarki: Penundaan Pemilu Mengkhianati UUD 1945
SELASAR.CO, Samarinda - Koalisi Rakyat Melawan Oligarki pada hari ini (19/3/2022) melakukan pertemuan bertajuk Bunyikan Tanda Bahaya terkait penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden.
Dalam pertemuan tersebut, Koalisi Rakyat Lawan Oligarki yang terdiri dari gabungan berbagai macam elemen masyarakat, baik mahasiswa, buruh, akademisi, jurnalis, menyebut bahwa upaya penundaan Pemilu bukan sekadar “testing the water”, untuk menguji reaksi publik. Apalagi sudah terdapat tindakan nyata dari para elite politik untuk merealisasikan penundaan itu.
Bukti bahwa penundaan Pemilu tidak sekedar bahaya “laten”, tetapi sudah “termanifestasikan” adalah sikap dari anggota kabinet Presiden Jokowi yang secara terbuka mendeklarasikan keinginan menunda Pemilu atau menambah masa jabatan presiden.
Sikap itu diiringi dengan dukungan dari ketua umum partai-partai koalisi pemerintah yang menguasai mayoritas parlemen secara mutlak di DPR. Mulai dari Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, Ketua umum Partai Kebangkita Bangsa, Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Zulkifli Hasan, Ketua umum Partai Golkar, Airlangga Hartanto, hingga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan. Bunyi sahut menyahut bak orkestrasi politik itu merupakan pertanda keseriusan para elite politik di sekeliling istana.
Berita Terkait
Disampaikan oleh Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khafi Adlan Hafiz, para elit memunculkan dalih pemulihan ekonomi pasca dihantam Pandemi, yang kemudian menjelaskan kepada masyarakat bahwa dari pandangan mereka Pemilu merupakan satu tantangan atau bahkan satu ancaman terhadap ekonomi.
"Nah ini kan satu pandangan yang sebetulnya sangat tidak baik dalam pembangunan demokrasi kita. Terutama ketika mereka menjelaskan dengan indikator dan basis ilmiah yang tidak jelas. Apalagi kemudian ditambah lagi oleh Menko Luhut Binsar Panjaitan yang kemudian menjelaskan bahwa ada 110 juta akun yang mengatakan dan berpendapat bahwa Pemilu itu memang harus ditunda, juga disampaikan tanpa basis ilmiah yang jelas tanpa big data yang jelas. Yang kemudian beliau menolak untuk memberikan data tersebut," jelas Khafi, pada hari ini, Sabtu (19/3/2022).
Sikap politik untuk menunda Pemilu itu merupakan pembangkangan terhadap konstitusi. Bertentangan dengan ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, yang mengatur mengenai asas periodik Pemilu yang harus dilaksanakan reguler dalam waktu tertentu (fix term), yaitu 5 tahun sekali. Selain penundaan Pemilu, upaya perpanjangan masa jabatan juga hendak dipaksakan lewat penambahan masa jabatan menjadi 3 (tiga) periode melalui pintu amandemen konstitusi.
Sementara itu disampaikan salah satu perwakilan mahasiswa, Abdul Kholiq, turut membacakan pernyataan sikap atas nama Koalisi Rakyat Lawan Oligarki. Pertama menolak secara tegas upaya penundaan Pemilu, maupun perpanjangan masa jabatan Presiden melalui amandemen konstitusi atau pun cara-cara politik tidak sehat lainnya. Upaya tersebut nyata-nyata adalah bentuk pengkhianatan terhadap UUD 1945.
"Kedua menolak upaya untuk menunda Pemilu maupun perpanjangan masa jabatan Presiden melalui amandemen konstitusi karena ide tersebut hanya untuk kepentingan kelompok oligarki dalam mempertahankan lapak bisnis dan akumulasi kekayaan mereka, yang selama ini berjalan mulus di era Pemerintahan Jokowi," tegasnya.
Dan ketiga menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia untuk melakukan perlawanan semesta terhadap upaya penundaan Pemilu maupun perpanjangan masa jabatan Presiden melalui amandemen konstitusi, dengan cara melakukan aksi-aksi di pusat-pusat kekuasaan di seluruh Indonesia.
Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan