Kutai Kartanegara
Balitbangda Kukar Pemarangan   Situs Warisan  Peninggalan Kerajaan Kutai Kartanegara Situs Warisan Kerajaan Kutai Kartanegara Kerajaan Kutai Kartanegara  Objek Wisata Kukar tempat wisata 
Penelusuran Situs Warisan Peninggalan Kerajaan Kutai Kartanegara di Masa Pemarangan
SELASAR.CO, Tenggarong - Badan Penelitan dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kutai Kartanegara (Kukar), melakukan penelusuran situs warisan peninggalan Kerajaan Kutai Kartanegara pada masa Pemarangan. Pemarangan adalah sebuah nama daerah, yang kini nama itu menjadi Desa Jembayan, di Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara.
Kepala Balitbangda Kukar, Didi Ramyadi, mengatakan, ada tiga penelusuran yang dilakukan oleh Balitbangda Kukar terkait sejarah Kerajaan Kutai ketika berdomisili di wilayah Pemarangan. Yakni, menelusuri bukti-bukti sejarah tentang masa atau periodisasi raja atau sultan yang memerintah Kerajaan Kutai Kartanegara di wilayah Pemarangan. Kemudian menelusuri bukti-bukti sejarah tentang peristiwa apa saja yang terjadi di masa pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara di wilayah Pemarangan, dan menelusuri bukti-bukti tentang situs bersejarah warisan peninggalan di masa pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara di Pemarangan.
"Tujuannya untuk mengetahui, bahwa kita punya situs sejarah yang harus kita ketahui dan kita lestarikan. Kita publikasikan, kemudian kita catatkan sebagai hak-hak dan kekayaan kita di Kukar ini," ujar Didi.
Selain itu, situs ini juga dapat menjadi potensi bagi pendapatan Desa Jembayan. Karena keberadaan situs bersejarah ini bisa menjadi daya tarik bagi orang-orang yang ingin mengetahui peninggalan sejarah yang ada pada masa Pemarangan.
Berita Terkait
"Jadi bisa kita kembangkan semacam daerah tujuan wisata," sebutnya.
Sementara itu, Peneliti Ahli Madya Bidang Kebijakan Publik Balitbangda Kukar, M Soleh Pulungan, mengungkapkan, dari hasil penelusuran tahap pertama, terdapat beberapa bukti warisan sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara di masa Pemarangan. Di antaranya, Makam Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa dan makam ibunda ratu dari Aji Pangeran Sinum Mendapa. Kemudian ditemukan juga situs bekas tiang keraton di masa Pemarangan. Situs-situs tersebut menjadi bukti kuat, bahwa kerajaan Kutai Kartanegara pernah berdiri di Desa Jembayan.
"Periode di Jembayan ini adalah bagian dari Kerajaan Kutai Kartanegara yang didirikan di daerah Jahitan Layar yang ada di Anggana. Awalnya di situ," jelas Soleh.
Ia juga menyebutkan, berdasarkan informasi yang ia dapat dari berbagai artikel, bahwa periodisasi pemerintahan Kerajaan Kutai di masa Pemarangan dimulai pada tahun 1635 Masehi sampai 1778 Masehi. Pada masa itu kerajaan dipimpin oleh tujuh raja, yaitu dimulai dari raja ke-8 sampai dengan raja yang ke-14 dari silsilah raja Kutai Kartanegara.
Dari tahun 1635-1650, Kerajaan Kutai Kartanegara di masa Pemarangan dipimpin oleh Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa. Pada tahun 1650-1665, kepemimpinan beralih ke Aji Pangeran Dipati Agung. Pada tahun 1665-1686, dipimpin oleh Aji Pangeran Dipati Maja Kusuma. Kemudian, di tahun 1686-1700, Kerajaan Kutai Kartanegara masa Pemarangan dipimpin Aji Ragi atau Ratu Agung. Selanjutnya, di tahun 1700-1710, dipimpin Aji Pangeran Dipati Tua. Setelah itu, di tahun 1710-1735, dipimpin Aji Pangeran Anum Panji Mendapa, dan terakhir di tahun 1735-1778, Pemarangan dipimpin oleh Aji Muhamaad Idris, yang baru saja mendapat gelar pahlawan nasional.
Dari tahun 1635 hingga 1778 masehi, banyak peristiwa yang telah terjadi di masa pemarangan tersebut. Salah satunya, peristiwa penyerangan Kerajaan Kutai Kartanegara terhadap Kerajaan Kutai Martadipura yang berada di Muara Kaman. Dalam peristiwa itu, pihak Kerajaan Kutai Martadipura mengalami kekalahan, sehingga bergabung dan menjadi bagian Kerajaan Kutai Kartanegara. Sejak itulah kerajaan Kutai Kartanegara menjadi Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Peristiwa penggabungan kerajaan ini terjadi pada masa Raja Aji Pangeran Sinum Mendapa, pada tahun 1635-1650.
"Jadi jelas sejarahnya," sebut Soleh.
Nantinya hasil penelusuran ini akan dituliskan untuk dijadikan sebuah buku. Sehingga, masyarakat bisa mengetahui kisah serta warisan peninggalan sejarah Kutai Kartanegara di masa Pemarangan.
"Jadi kalau misalnya buku sudah ada, nanti bisa disebar untuk para pelajar serta mahasiswa. Bisa untuk kalangan akademisi dan juga masyarakat," katanya.
Ia juga berharap, masyarakat sekitar turut berpartisipasi dalam menjaga keberlangsungan situs ini. Karena jika terjadi perubahan dan penggantian, baik bahan atau bentuk keaslian situs tersebut akan berdampak terhadap nilai penting. "Baik dari aspek estitika, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan," pungkasnya.
Penulis: Juliansyah
Editor: Awan