Utama

Abrasi Pantai Pantai Tanjung Limau Pantai Muara Badak Abrasi Hutan Mangrove Yayasan Mangrove Lestari Delta Mahakam Ekosistem Mangrove 

Imbas Abrasi, 20 Meter Area Pantai di Desa Tanjung Limau Muara Badak Hilang



Abrasi Pantai di kawasan Desa Tanjung Limau.
Abrasi Pantai di kawasan Desa Tanjung Limau.

SELASAR.CO, Muara Badak - Jika kawasan pantai biasanya ramai dikunjungi wisatawan untuk berwisata, pemandangan berbeda akan anda dapati jika mengunjungi pantai satu ini. Pantai yang berada di Desa Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara (Kukar) ini kondisinya sepi tanpa pengunjung.

Di sepanjang mata memandang hanya akan terlihat pohon-pohon mati karena tergerus air laut. Yang tertinggal hanyalah bagian akar pohon yang posisinya sudah tak lagi berada daratan, melainkan sudah terendam air laut imbas abrasi pantai.

Ketua Yayasan Mangrove Lestari, Nuriyawan menjelaskan dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, sudah ada 20 meter area pantai yang hilang akibat abrasi di kawasan tersebut. Jika dibiarkan, kondisi ini pun dikhawatirkan dapat berdampak pada pemukiman warga. Apalagi lokasi pantai ini hanya berjarak kurang lebih 100 meter dari akses jalan dan pemukiman terdekat.

“Jadi kami berpikir bagaimana cara menyelamatkan kawasan-kawasan pesisir dari abrasi tersebut. Karena hal ini akan berhubungan dengan sosial masyarakat, dengan banyak lahannya yang akan tergerus,” ujar Nuriyawan.



Upaya Pengembalian Kawasan Mangrove

Desa Tanjung Limau adalah salah satu daerah penyangga kawasan ekosistem mangrove Delta Mahakam. Tanpa disadari warga setempat, ekosistem mangrove telah lama menjaga kawasan tersebut dari dampak gelombang tinggi yaitu abrasi.

Karena tingkat abrasi yang semakin tinggi, akhirnya membuat Yayasan Mangrove Lestari mengambil langkah intervensi dengan berupaya mengembalikan ekosistem mangrove di kawasan tersebut.

Dengan menjalin kerjasama dengan Planète Urgance (PU) Indonesia, yayasan Mangrove Lestari diketahui telah memulai upaya restorasi kawasan mangrove. Terkhusus di kawasan pesisir pantai desa Tanjung Limau, Muara Badak total telah ada 40.000 bibit yang ditanam di pesisir. Upaya pengembalian ekosistem mangrove ini tidak berhenti sampai tahap penanam saja, namun juga dilakukan proses pemantauan progres pertumbuhan bibit hingga dianggap berhasil tumbuh.

Demi meminimalisir gangguan pertumbuhan bibit mangrove yang ditanam, pihaknya telah memasang pemecah ombak. Pemecah ombak yang dipasang batang kayu yang ditancapkan ke pasir secara memanjang. Masing-masing kayu masih diberikan jarak, sehingga ombak yang datang masih bisa lewat namun kekuatannya akan berkurang. Hal ini dilakukan karena dari hasil evaluasi penanam sebelumnya, banyak bibit yang rusak atau gagal tumbuh karena tergerus gelombang besar karena kondisi akar pohon yang belum tumbuh sempurna.
Selain itu penanaman mangrove juga dihindari untuk menghadap lautan lepas secara langsung, melainkan pada area teluk. Penanaman juga dilakukan 10 meter di belakang pesisir yang sudah tergerus.

“Hal ini dilakukan dengan harapan saat terjadi abrasi, mungkin 10-15 tahun yang akan datang maka ekosistem mangrove sudah survive dan memberikan pertahan yang kuat bagi pesisir. Karena kalau kami tidak melakukan strategi itu makan penanaman mangrove akan sia-sia. Karena ketika kita tanam dan musim utara datang, di mana dia membawa kekuatan gelombang yang besar, itu (mangrove) akan hilang semua,” pungkasnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya