Utama
Perumahan Korpri Samarinda Perumahan KORPRI SHM Perumahan Korpri SHGB Perumahan Korpri pemprov kaltim Komisi 2 DPRD Kaltim BPKAD Kaltim 
Tuntutan Mandek di BPKAD, Warga Perumahan Korpri Mengadu ke DPRD Kaltim
SELASAR.CO, Samarinda - Forum Perempuan Peduli Perum Korpri Loa Bakung-Samarinda (FPPPKLB) mengajukan permohonan hearing kepada Komisi II DPRD Kaltim. Permohonan hearing ini diajukan setelah permohonan mereka kepada Pemprov Kaltim untuk merubah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang saat ini mereka pegang, menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) mandek prosesnya.
Sebagai informasi, SHGB adalah jenis sertifikat yang pemegangnya berhak memiliki dan mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan kepunyaan pemilik bangunan. Tanah tersebut bisa berupa tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah yang dikuasai oleh perorangan atau badan hukum.
Mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Pasal 35 menyebutkan, SHGB memiliki batas waktu kepemilikan 30 tahun dan dapat diperpanjang hingga batas waktu 20 tahun.
Sementara itu, SHM merupakan jenis sertifikat yang pemiliknya memiliki hak penuh atas kepemilikan tanah pada kawasan dengan luas tertentu yang telah disebutkan dalam sertifikat tersebut. SHM tidak ada batas waktu kepemilikan.
Berita Terkait
“Kami ajukan (permohonan hearing ke DPRD) di 20 Juni lalu. Dan informasinya dewan akan menemui kami di Agustus ini,” ungkap Neneng Herawati, Ketua FPPPKLB, pada Jumat (4/7/2023) lalu.
Sedikit kilas balik, Neneng menjelaskan bahwa tanah tersebut memang milik Pemprov Kaltim. Dulunya, kawasan perumahan ingin dijadikan sebagai bandara. Namun karena tidak layak, akhirnya dijadikan perumahan. Lalu, Pemprov Kaltim menggandeng KORPRI Kaltim, dan KORPRI Kaltim mencari developer untuk pembangunan perumahan, bernama Semanggi, kreditnya melalui BTN. Saat ini, yang bermukim di Perumahan KORPRI juga tidak terbatas pada mereka yang bekerja sebagai PNS saja. Banyak juga non PNS yang tinggal di sana karena banyak rumah yang sudah diperjual-belikan.
"Kami sudah lunas pembayaran kredit rumahnya, kami bayar ke BTN. Kami mau menaikkan (status ke SHM) saja enggak bisa, perpanjangan HGB enggak bisa, besok-besok kalau kami diusir atau apa, gimana?" ujar Neneng.
Komisi II DPRD Kaltim Telah Jadwalkan Hearing
Media ini pun lalu mencoba mengkonfirmasi soal pengajuan hearing dari warga perumahan Korpri kepada Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Nidya Listiyono. Lewat sambungan telepon, dia membenarkan adanya surat pengajuan hearing dari warga Perumahan Korpri tersebut.
“Memang ada saya terima beberapa minggu lalu dan sudah dijadwalkan. Permohonan RDP yang masuk ke Komisi II ini kan cukup banyak,” terang Nidya.
Dirinya mengaku belum bisa berkomentar banyak terkait hal ini, karena baru melihat sekilas persoalan dari obrolan beberapa RT setempat. Namun ia menduga permasalahan ini bermula karena adanya kesalahan dalam proses awal keberadaan perumahan Korpri. Sehingga akhirnya terjadi kegiatan jual beli lahan di kawasan tersebut.
“Nanti kita coba perdalam lagi kemudian apa yang bisa dikerjakan dan dilakukan. Karena memang kalau tidak cepat diselesaikan yang begitu-begitu saja dan tidak bisa menjadi SHM,” tegasnya.
Perjuangan Warga Perumahan Korpri
Awal perjuangan warga perumahan Korpri ini bermula pada Januari 2023 lalu. Saat itu perwakilan warga mencoba untuk bertemu dengan Gubernur Kaltim Isran Noor untuk bermohon peningkatan status lahan mereka dari SHGB menjadi SHM. Dalam pertemuan itu, Neneng dan beberapa ibu-ibu lainnya bertemu dengan Isran Noor di ruangan Gubernur.
Respons yang ditunjukan orang nomor satu ini pun cukup baik. Mereka disarankan oleh Gubernur untuk membentuk forum dan menunjuk perwakilan untuk penandatanganan surat permohonan. Sehingga terbentuklah Forum Perempuan Peduli Perum Korpri Loa Bakung-Samarinda (FPPPKLB) ini.
Dalam waktu dua hari, FPPPKLB berhasil mengumpulkan perwakilan dari para RT yang mendukung perubahan tersebut. Namun, tidak semua RT bisa menandatangani surat permohonan karena waktu yang terbatas. Surat permohonan yang berisi dukungan untuk mengubah HGB menjadi SHM kemudian disampaikan pada Senin, 9 Januari 2023.
“Pada hari Senin setelah pengajuan surat permohonan, FPPPKLB kembali menghadap Gubernur. Gubernur menandatangani surat tersebut dan didisposisikan kepada Sekda di hari yang sama,” ujar Neneng.
Dalam disposisi Gubernur kepada Sekda Kaltim ini berisikan pesan ‘Segera Koordinasikan dan cari jalan agar status rumah/lahan yang ditinggali/ditempati mereka supaya jelas (tidak lagi status HGB)’. Kemudian surat yang telah ditandatangani oleh Gubernur ini diteruskan ke Sekretaris Daerah (Sekda) dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) untuk ditindaklanjuti.
Sekda pun kembali meneruskan surat tersebut kepada Kepala BPKAD dengan isi memo sebagai berikut ‘tanggapan/saran; alternatif solusi sesuai aturan perlu dibuat untuk penyelesaiannya’.
Namun setelah surat tersebut telah didisposisikan kepada BPKAD Kaltim, Neneng merasa terjadi perlambatan proses penyelesaian lahan ini. “Di BPKAD ini lah yang saya lihat sangat lambat pekerjaannya. Mereka tidak merespons, padahal ini untuk kepentingan orang banyak. Bayangkan ada 2.311 rumah, yang satu rumahnya bisa ada sampai 3 KK,” ungkapnya.
Ketua FPPPKLB akhirnya berinisiatif datang ke kantor BPKAD karena lambatnya respons dari pihak tersebut. Saat itu pihak forum bertemu dengan salah satu staf BPKAD bernama Fahroni. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa akan diselenggarakan pertemuan antara FPPPKLB, BPKAD dengan melibatkan Kejaksaan, Biro Hukum dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kaltim.
“Baru kemudian kami menerima informasi bahwa ada rapat yang diselenggarakan di BPKAD terkait status HGB Perumahan Korpri ini. Dari undangan acara yang saya dapatkan, memang tidak ada undangan untuk kami Forum Perempuan Peduli Perum Korpri Loa Bakung-Samarinda (FPPPKLB), melainkan undangan atas nama perwakilan penghuni Perumahan Korpri,” jabarnya.
Mendengar kabar tersebut, FPPPKLB kemudian menagih janji BPKAD untuk menyelenggarakan rapat dengan mereka. Namun, saat dihubungi via telepon, tidak ada kejelasan. Sehingga, FPPPKLB bersama beberapa anggota kembali datang langsung ke kantor BPKAD untuk menanyakan tanggapan surat permintaan pertemuan yang belum direspons sejak bulan Mei.
“Pada saat itu lah kemudian sekitar 35 orang perwakilan ibu-ibu berangkat ke kantor BPKAD. Itu terhitung sedikit saya katakan, karena yang lain saya larang karena tujuan kedatangan itu bukan untuk demo,” pungkasnya.
Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan
Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan