Utama
Pj Gubernur Kaltim Unjuk rasa Demonstrasi Muara Kate Penembakan di Muara Kate 
Pj Gubernur Kaltim Diminta Tanggung Jawab Moral Insiden Muara Kate

SELASAR.CO, Samarinda - Kehidupan masyarakat di Kalimantan Timur (Kaltim) terus mengalami gangguan oleh berbagai pembangunan dan industri ekstraktif yang bersifat materialistis. Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim sekaligus Ketua Pokja 30, Buyung Marajo, menyatakan bahwa kehidupan masyarakat di Kalimantan Timur mulai diusik sejak kehadiran industri ekstraktif pada tahun 1960-an, seperti industri perkayuan, hutan tanaman industri, pertambangan batubara, dan perkebunan kelapa sawit.
Kerusakan lingkungan dan kehidupan masyarakat di Kalimantan Timur bermula pada era pemerintahan Orde Baru Soeharto dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA). Undang-undang ini menjadi pintu pertama masuknya investasi asing yang mengeruk sumber daya alam Indonesia.
Setelah runtuhnya pemerintahan otoritarian Soeharto pada tahun 1998, era Reformasi memberikan otonomi daerah yang memudahkan kepala daerah membuka konsesi besar-besaran bagi industri ekstraktif. "Luas daratan Provinsi Kalimantan Timur hanya 12,7 juta hektare, namun luas izin industri ekstraktif mencapai 13,83 juta hektare, tiga kali lipat luas Pulau Jawa," kata Buyung Marajo.
Akibatnya, masyarakat harus menanggung persoalan dari sistem ekonomi-politik yang meminggirkan mereka dari ruang hidup dan hak-hak dasar. Salah satu contohnya adalah kasus pembunuhan Bapak Rusel (60) dan penganiayaan berat terhadap Bapak Anson (55) di Dusun Muara Langon, Desa Muara Kate, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, pada 15 November 2024. Saat itu, masyarakat menjaga pos yang mereka inisiasi sendiri sebagai respons atas tidak berfungsinya pemerintah dan aparat penegak hukum menindak penggunaan jalan umum oleh truk batubara.
Berita Terkait
Diduga, hal ini merupakan bentuk kolusi antara pemerintah dan pengusaha tambang batubara yang hanya mementingkan akumulasi kapital. "Masyarakat Kalimantan Timur terus menjadi korban dari bisnis yang merusak ini karena daerah mereka hanya dianggap sebagai objek penghasil komoditas. Pemerintah lebih mendengarkan suara pengusaha daripada masyarakatnya sendiri," tegas Buyung Marajo.
Penggunaan jalan umum oleh truk pengangkut batubara jelas melanggar Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit.
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur mengecam tindakan brutal dan tidak manusiawi yang telah menyebabkan pembunuhan dan penganiayaan masyarakat Desa Muara Kate. Tindakan ini menunjukkan watak asli korporasi yang mengabaikan Hak Asasi Manusia dan hak untuk hidup aman serta mempertahankan lingkungan yang baik.
Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur menuntut:
- Penegakan Perda Kaltim No. 10 Tahun 2012 terhadap PT. Mantimin Coal Mining yang melanggar aturan dengan menggunakan jalan umum untuk pengangkutan batubara.
- Gubernur Kalimantan Timur harus bertanggung jawab secara moral mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus penganiayaan yang mengakibatkan terbunuhnya Bapak Rusel, dengan memberikan laporan perkembangan kasus kepada masyarakat.
Hingga aksi ini selesai dan rilis berita ini dibagikan, tidak ada perwakilan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang menemui peserta aksi. “Hal ini membuktikan bahwa pemerintah daerah gagal melindungi keselamatan dan kenyamanan warganya serta tidak berdaya menghadapi korporasi pertambangan yang terus merusak daerah ini,” pungkasnya .
Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan