Paser

Koalisi Masyarakat Koalisi Masyarakat Muara Kate Transparansi pengawasan Transparansi publik Pengawasan jalan umum Muara Kate Muara Kate Fasilitas umum untuk pribadi 

Koalisi Masyarakat Muara Kate Tuntut Transparansi Pengawasan Jalan Umum kepada Gubernur Kaltim



Perwakilan koalisi masyarakat Muara Kate saat menyerahkan surat permohonan informasi publik. Selasar/Ist.
Perwakilan koalisi masyarakat Muara Kate saat menyerahkan surat permohonan informasi publik. Selasar/Ist.

SELASAR.CO, Samarinda - Koalisi Perjuangan untuk Masyarakat Muara Kate – Batu Kajang secara resmi mengajukan permohonan informasi publik kepada Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud. Permohonan ini menyangkut transparansi dalam pengawasan jalan umum yang digunakan untuk aktivitas pengangkutan batubara dan kelapa sawit di wilayah tersebut.

Dalam permohonannya, Koalisi meminta salinan Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 70 Tahun 2013 tentang Pembentukan Tim Pengawas Terpadu atas Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit. Selain itu, mereka juga meminta daftar seluruh perusahaan yang sejak tahun 2015 hingga 2025 telah mendapatkan izin persilangan (crossing), underpass/flyover, conveyor, serta pengalihan jalan umum untuk keperluan angkutan batubara dan sawit di Kalimantan Timur.

Surat permohonan informasi publik tersebut diserahkan langsung oleh perwakilan Koalisi yang terdiri dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan LBH Samarinda ke Biro Hukum Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur pada Selasa (2/7/2025).

Dinamisator JATAM Kaltim, Mareta Sari, menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari perjuangan warga kampung dalam mempertahankan hak atas fasilitas jalan umum mereka, yang selama ini digunakan oleh kendaraan hauling batubara tanpa pengawasan dan penegakan hukum yang memadai.

"Langkah ini adalah bentuk perlawanan warga untuk membuka benang kusut regulasi, sekaligus menuntut agar ada pengawasan yang benar-benar dijalankan oleh pihak berwenang terhadap maraknya aktivitas angkutan batubara di jalan umum," kata Mareta.

Permohonan ini juga muncul di tengah sorotan publik atas meninggalnya Ustadz Tedy, Pendeta Veronika, serta Tokoh Adat Paser, Russel, akibat konflik lalu lintas pengangkutan batubara oleh PT Mantimin Coal Mining (PT MCM) di Kabupaten Paser.

Koalisi menilai bahwa akar persoalan terletak pada penyalahgunaan jalan publik yang seharusnya menjadi fasilitas umum, namun dikorbankan demi kepentingan pertambangan. Padahal, Kalimantan Timur telah memiliki regulasi yang jelas, yaitu Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2012, yang melarang penggunaan jalan umum untuk angkutan batubara dan sawit. Perda tersebut mewajibkan pembangunan jalan khusus sebagai prasyarat perizinan tambang, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 ayat (5).

Regulasi teknisnya diperkuat dengan Peraturan Gubernur Nomor 43 Tahun 2013 yang mengatur larangan penggunaan jalan umum oleh angkutan batubara dan pembentukan Tim Pengawas Terpadu lintas instansi.

Melalui permohonan ini, Koalisi menuntut transparansi terhadap implementasi SK Gubernur Nomor 70 Tahun 2013, terutama untuk mengetahui siapa saja yang ditunjuk sebagai anggota tim pengawas dan bagaimana kinerja tim tersebut selama ini.

"Faktanya, sejak era Gubernur Awang Faroek hingga kini Rudy Mas’ud, pengawasan terhadap perlindungan jalan umum tidak kunjung dirasakan oleh masyarakat. Warga seperti di Batu Kajang dan Muara Kate terpaksa berjuang sendiri tanpa perlindungan negara," tegas Mareta.

Koalisi juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang tercantum dalam SK Gubernur, termasuk Gubernur Kalimantan Timur, harus dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan jalan umum dan jatuhnya korban akibat lalu lintas angkutan batubara yang seharusnya tidak diperbolehkan menggunakan jalan publik.

Penulis: Boy
Editor: Awan

Berita Lainnya