Utama

Muara Kate  Tambang Ilegal di Muara Kate Truk Batu Bara Ilegal tambang ilegal  Tambang Batu Bara di Muara Kate 

Warga Muara Kate Mengadang 50 Truk Batu Bara Ilegal, Pemerintah dan Aparat Dimana?



SELASAR.CO, Samarinda - Warga Desa Muara Kate kembali menunjukkan perlawanan terhadap aktivitas pertambangan ilegal. Pada malam hari tanggal 2 Juni 2025, sekitar pukul 01.00 Wita, warga berhasil mengadang 50 unit truk pengangkut batu bara yang melintas di jalur umum. Patroli penjagaan yang dilakukan warga terbukti membuahkan hasil.

Patroli dilakukan sebagai respons atas pesan suara (voice note) yang diterima warga sehari sebelumnya, tepatnya pada 1 Juni 2025, melalui aplikasi WhatsApp. Pesan yang diteruskan dari warga Batu Kajang itu menyatakan bahwa Posko Muara Kate kini dapat dilalui dan “aman”. Pernyataan tersebut memicu kecurigaan dan kewaspadaan warga yang selama ini konsisten menjaga wilayah mereka dari lalu lintas batu bara ilegal.

“Begitu pesan itu kami terima, warga langsung berkumpul di Pos Penjagaan. Kami sepakat untuk mulai melakukan patroli malam hari lagi. Sudah terlalu sering kami dibohongi dan dibiarkan berhadapan sendiri dengan aktivitas ilegal ini,” kata Wartalinus, salah satu warga Muara Kate, kepada Selasar, Kamis (5/6/2025).

Penjagaan dilakukan mulai pukul 22.00 hingga 02.00 Wita. Saat memasuki dini hari, sekitar pukul 01.00, warga mendengar suara raungan mesin truk yang sudah sangat dikenal sebagai truk hauling batu bara. Warga kemudian mengadang iring-iringan tersebut dan menemukan sedikitnya 50 unit truk bermuatan batu bara mengular di jalan umum.

Berdasarkan keterangan para sopir, batu bara tersebut berasal dari bekas lahan konsesi PT Tunas Muda Jaya di kawasan Gunung Raja, Desa Busui, Kecamatan Batu Sopang. Mereka mengaku akan mengirimkan batu bara ke pabrik semen PT Conch di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

Padahal, menurut data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, izin usaha pertambangan PT Tunas Muda Jaya telah berakhir sejak 19 September 2021. Izin seluas 1.992 hektare itu diterbitkan melalui SK Bupati Paser Nomor 545/18/OPERASI PRODUKSI/EK/IX/2011. Hingga kini, tidak ditemukan dokumen resmi terkait perpanjangan atau perubahan status izin tersebut.

“Kami menduga aktivitas ini sudah lama berlangsung, terutama saat warga fokus berladang. Mereka manfaatkan kelengahan kami,” lanjut Wartalinus.

Aksi warga Muara Kate ini berlangsung di tengah bayang-bayang trauma akibat kekerasan yang terjadi sebelumnya. Pada November 2024, seorang warga bernama Rusel gugur dalam aksi penjagaan yang berakhir ricuh. Lebih dari 200 hari telah berlalu, namun tidak ada kejelasan penyelidikan dari kepolisian. Berbagai pergantian kepemimpinan di tingkat provinsi, mulai dari Awang Faroek, Isran Noor, Akmal Malik, hingga Rudy Mas’ud, belum mampu menghentikan pelanggaran penggunaan jalan umum oleh truk-truk batu bara, meskipun sudah diatur dalam Perda Kaltim Nomor 10 Tahun 2012.

Janji politik untuk menghentikan tambang ilegal pun dinilai hanya sebatas ucapan kosong. “Janji poll, bukti noll. Gubernur Rudy Mas’ud dan wakilnya, Seno Aji, pernah janji lindungi kami. Tapi sampai sekarang tak ada tindakan tegas,” ucap Wartalinus dengan nada kecewa.

Warga juga menyoroti ketidakaktifan Polres Paser dalam menindak pelanggaran tersebut. Mereka menilai aparat lebih memilih diam, ketimbang memberi perlindungan kepada masyarakat yang berjuang mempertahankan ruang hidup.

JATAM Kaltim mendesak pemerintah provinsi dan aparat penegak hukum untuk segera mengambil langkah konkret. Mereka mengingatkan bahwa pembiaran aktivitas ilegal ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam keselamatan warga serta kelestarian lingkungan.

Penulis: Boy
Editor: Awan

Berita Lainnya