Utama

Ahmad Yusuf Ghazali 

Hal-Hal Ganjil dari Dugaan Sementara Penyebab Kematian Yusuf



Aksi doa bersama tepat sebulan Yusuf menghilang
Aksi doa bersama tepat sebulan Yusuf menghilang

SELASAR.CO, SAMARINDA - Pagi tampak lengang di lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) dan tempat penitipan anak (TPA) milik Yayasan Jannatul Athfaal, di Jalan AW Syahranie, Kelurahan Gunung Kelua, Samarinda. Tempat yang dulu ramai dengan suara ceria anak-anak, kini berubah hening. Pagi itu tim redaksi SELASAR ditemani salah satu guru yayasan tersebut, berkeliling melihat situasi tempat penitipan anak yang menjadi lokasi terakhir terlihatnya Yusuf.

Sebelumnya, publik dihebohkan dengan hilangnya Ahmad Yusuf Ghazali, balita 4 tahun di tempat penitipan anak (TPA) Jannatul Athfaal, pada Jumat (22/12/2019). Setelah 16 hari berlalu, jenazah balita yang diduga Yusuf ditemukan dalam keadaan tidak utuh dan mengenaskan.

Hingga kini, dugaan sementara pihak kepolisian menyebutkan bahwa kasus hilangnya Yusuf, akibat terperosok ke drainase yang letaknya tidak jauh dari lokasi TPA. Tubuh bocah itu kemudian terseret hingga drainase sistem Karang Asam Kecil di jalan Antasari II. Kesimpulan sementara ini diambil dari tahapan rekonstruksi yang telah dilakukan sebelumnya.

Drainase yang diduga tempat Yusuf terjatuh

"Dugaan sementara akibat hanyut di depan PAUD dengan jarak sekitar 20 meter. Kemungkinan anak ini berjalan tidak melihat air tergenang, sehingga masuklah ke parit tersebut. Itu dugaan sementara,” sebut Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman pada 10 Desember 2019 lalu.

BANYAK PENGHALANG DI DRAINASE

Redaksi SELASAR pun mencoba menyusuri drainase dari tempat Yusuf diyakini terjatuh, hingga lokasi penemuan jasad balita yang diduga Yusuf ditemukan. Titik Yusuf hilang dengan lokasi penemuan jasad berjarak sekitar 4 kilometer. Kedua lokasi ini terhubung melalui sistem drainase Karang Asam Kecil.

Berjarak sekitar 550 meter dari diduga lokasi jatuhnya Yusuf, jalur drainase terpecah menjadi dua arus, satu menuju jalan Ir Juanda, lainnya mengarah ke Polder Air Hitam. Namun, arus drainase yang akan menuju polder, terlebih dahulu harus melewati pagar besi penyaring sampah yang tampaknya tidak mungkin dilewati tubuh balita berumur 4 tahun. Sampah-sampah seperti botol plastik saja terhambat di pagar besi itu.

Pagar drainase Polder Air Hitam

Komunitas yang fokus terhadap masalah drainase di Kota Tepian, Gerakan Merawat dan Menjaga Parit (Gemmpar), ikut angkat bicara terkait asumsi meninggalnya Yusuf karena terseret banjir. Khairil Marzuki, Ketua Gemmpar mengaku, setelah penemuan jasad Yusuf dirinya berinisiatif menyusuri parit yang disinyalir tempat Yusuf terjatuh.

“Merujuk pernyataan konsultan masterplan banjir Samarinda, memang benar drainase ini terkoneksi. Namun setelah kita telusuri ternyata banyak hambatan-hambatan untuk sampai ke arah sana,” kata Khairil belum lama ini.

Berdasarkan hasil penelusuran Gemmpar, di parit tempat jatuhnya Yusuf, ada dua kemungkinan jalur drainase yang dilewati untuk sampai ke anak sungai Karang Asam Kecil.

Yang pertama adalah masuk melalui Polder Air Hitam. Namun, sebelum sampai di polder, kata Khairil, terdapat teralis besi yang menghalang masuknya benda asing. Walaupun di dasarnya terdapat ruang sekitar 30 cm, namun sangat mustahil untuk dilewati tubuh seorang balita. “Botol-botol saja tidak bisa lewat, masih terapung,” imbuhnya.

Pun jika kita berasumsi jasad Yusuf berhasil melewati teralis tersebut; untuk sampai ke polder utama, kembali harus melewati sub-polder yang berupa pipa sedimen trap. Lagi-lagi, di sana terdapat hambatan.

“Tidak mungkin bisa kemana-mana, karena pipa penghubung dipenuhi eceng gondok,” kata Khairil lagi. 

Jika berhasil melewati polder, sebuah benda baru bisa sampai ke drainase Jalan Juanda. Sehingga kemungkinan selanjutnya, jika mengikuti lokasi jasad diduga Yusuf ditemukan, maka arus yang dilalui ialah terus lurus menuju jalan Ir Juanda, melawati simpang Fly Over Air Hitam.

Namun, dari penelusuran SELASAR, kembali sebuah rintangan berupa pagar penyaring sampah, mengadang laju segala sesuatu yang ada di dalam drainase. Pagar penyaring itu letaknya sekitar 150 meter dari persimpangan drainase polder Air Hitam, atau 700 meter dari lokasi Yusuf diduga terperosok. Penyaring sampah drainase ini berada tepat di depan kantor Dinas Kesehatan Kaltim.

Pagar drainase di depan kantor dinkes kaltim

Khairil melanjutkan, kalaupun lolos melewati jaring, jasad Yusuf akan tertahan di parit bawah fly over. “Karena sedimentasi dengan jalan itu sudah tipis sekali, makanya di situ selalu banjir,” ujar Khairil.

Ketua komunitas yang sudah aktif “memburu” parit mampet dari tahun 2016 itu pun mengatakan, dari lokasi ditemukannya Yusuf di anak sungai Karang Asam Kecil, jalur yang mungkin bisa sampai ke sana adalah di Jalan Juanda sebelum SPBU, karena tidak ada lagi hambatan-hambatan. “Jadi, dalam kasus ini sangat mustahil sampai ke Sungai Karang Asam Kecil,” tandas Khairil.

HILANGNYA ORGAN VITAL

Saat ditemukan, kondisi jenazah begitu mengenaskan. Tak ada kepala. Lengan kanannya hancur. Pergelangan tangan kiri terputus. Begitu pun pergelangan kedua kakinya. Bagian badan terkoyak tanpa menyisakan organ dalam.

Terkait hal ini Arysia Humas Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie punya jawaban sendiri. Dia berujar, dalam tubuh manusia yang paling cepat membusuk ialah otak, hati, lambung, 12 usus halus, limpa, rahim wanita hamil atau nifas. Kendati demikian, jenazah yang ditemukan di anak sungai Karang Asam Kecil masih bisa diidentifikasi. Hasil identifikasi sementara dipastikan jenazah itu balita berjenis kelamin laki-laki.

Arysia menambahkan sebagian besar jasad itu hancur kemungkinan akibat gesekan atau benturan saat terseret air. “Jadi pihak rumah sakit, kami telah memeriksa jasad balita dengan jenis kelamin laki-laki. Kami sudah melakukan pemeriksaan dan hasil pemeriksaan tersebut terdapat pasir-pasir, batu-batu, dan kulit hewan reptil (di jasad balita yang ditemukan),” jelasnya.

Arysia juga mengatakan, bagian tubuh yang hilang bukan disebabkan tindak kekerasan. “Karena jasad ini ditemukan dalam kondisi sudah hancur, jadi pada prinsipnya kenapa bagian kepala, tangan, dan telapak kaki bisa hilang, karena tulang pada anak seumuran itu masih rapuh, apalagi kondisi mayat sudah terendam di air selama dua minggu atau lebih tepatnya enam belas hari,” tambahnya.

Bambang, ayah Yusuf, juga masih belum sepenuhnya percaya dengan hasil penyelidikan sementara polisi, yang menyebutkan anaknya terperosok dan terseret arus hingga lokasi ditemukan. Karena setelah kabar anaknya hilang, selama tiga hari dirinya ditemani relawan menyusuri drainase yang dimaksud dan tidak dapat menemukan apa-apa.

“Kalau anak saya itu terpeleset dan jatuh di parit, itu pertanyaan pertama, saksi ada atau tidak. Dan sekarang tidak ada saksi, berarti indikasinya bisa dimentahkan. Drainase setelah Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) itu sudah drainase mati, 95 persen sudah tidak berfungsi. Kalau logisnya memang anak saya terseret arus melewati penghalang besi itu, mayatnya pasti ditemukan di situ. Sedangkan sekarang ditemukan di jalan Pangeran Antasari Gang tiga, sangat jauh sekali,” jelasnya.

Dirinya pun menginginkan adanya pembuktian secara ilmiah, atas dugaan sementara polisi ini. “Makanya saya ingin membuktikan itu dengan cara ilmiah juga, coba kita hanyutkan boneka yang bebannya sama dengan anak saya, tingginya sama, kita simulasikan pada saat hujan. Itu analisis logis, sampai mana boneka itu. Kalau memang sangkut, di situ juga anak saya harusnya ditemukan saat itu,” imbuh Bambang.

Oleh karena itu, dia memohon kepada pihak kepolisian, agar dapat menemukan saksi-saksi baru yang dapat memberi jawaban atas hilangnya anak laki-lakinya.

“Karena saksi yang terakhir itu mengatakan bahwa tidak ada anak yang keluar dari PAUD. Cuma kita tunggu saja dari kepolisian mungkin punya cara sendiri dalam bekerja, kami juga membantu pihak kepolisian, tidak ingin mencampuri terlalu dalam. Hanya kami ingin membantu, apalagi saya sebagai bapaknya sendiri bertanya-tanya, apa sih yang menimpa anak saya ini. Keingintahuan saya itu besar, jadi saya harap teman-teman dari kepolisian memahami hal itu. Karena orang tua manapun kalau menemukan anaknya dalam kondisi seperti itu, campur aduk rasanya,” curah hati Bambang.

Keganjilan-keganjilan pada dugaan sementara kematian Yusuf, turut dirasakan warga. Sekumpulan ibu-ibu yang tergabung dalam Tim Reaksi Cepat Perlindungan Anak (TRCPA) menggelar doa bersama untuk Yusuf Achmad Ghazali, di Taman Samarendah, Minggu (22/12/2019) sore. Aksi ini merupakan dukungan moril dari TRCPA kepada Melisari, ibunda Yusuf. Para peserta yang hadir juga meneriakkan kalimat “usut tuntas kasus Yusuf” pada saat aksi.

Melisari, ibu Yusuf juga hadir dalam kesempatan itu. Matanya tampak sembab saat berpelukan dengan para ibu yang hadir, untuk mengucapkan rasa terima kasihnya. “Saya sebagai ibu dari Yusuf berterima kasih kepada ibu-ibu yang telah hadir di sini untuk mendoakan anak saya,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Sementara itu Rina Zainun Ketua TRCPA Korwil Kaltim menuturkan, aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas. Dia berharap pihak kepolisian dapat mengusut tuntas kasus ini. Kalau terbukti terdapat tindak kriminal, pelaku segera ditemukan. Adapun jika murni kecelakaan, pihak berwajib dapat memaparkan kronologinya dengan gamblang.

“Kami berharap pengungkapan kasus ini tak berlarut-larut. Bagaimana pun, kasus ini menyita perhatian masyarakat. Jadi wajar jika banyak warga ingin tahu apa yang sebenar-benarnya terjadi,” katanya.

 

Penulis: Redaksi Selasar
Editor: Awan

Berita Lainnya