Ragam
Sungai Dama 
Mengurai Macet Sungai Dama
SELASAR.CO, Samarinda – Sama halnya banjir, kemacetan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Kota Samarinda. Beberapa daerah menjadi titik kemacetan, salah satunya Jalan Otto Iskandardinata (Otista), Kelurahan Sungai Dama.
Antrean panjang kendaraan menjadi pemandangan saban hari di jalanan tersebut. Terlebih setelah dibukanya Jembatan Mahkota II yang menghubungkan Kecamatan Sambutan dengan Kecamatan Palaran pada tahun 2017 silam. Jumlah kendaraan yang melintas pun meningkat berkali lipat.
Usaha membatasi kendaraan dengan memasang portal di mulut jembatan pun belum bisa dikatakan berhasil. Kepadatan lalu lintas di Jalan Otista tambah mengkhawatirkan setelah diresmikannya jalan bebas hambatan pertama di Kalimantan, Tol Balikpapan-Samarinda. Pasalnya ujung tol tersebut berada tepat di muka Jembatan Mahkota II, sehingga dipastikan kendaraan melintas di Jalan Otista sebelum masuk ke dalam kota.
Meski Tol Balikpapan-Samarinda masih dibuka sebagian, Pemkot Samarinda harus melakukan antisipasi sebelum masalah lalu lintas itu terjadi. Pengamat Perkotaan dan Lalu Lintas Samarinda, Haryoto HP pun memberikan pandangannya untuk mengurai permasalahan lalu lintas ini.
Berita Terkait
Dia mengatakan, jalan dan drainase memiliki akar masalah yang sama. “Jalan itu suatu jaringan yang tidak terputus. Jadi kalau disini bagus ujungnya tidak dibenahi, ya sama saja,” ujar Haryoto.
Terkait masalah lalu lintas Jalan Otista mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Samarinda itu memberikan saran kepada Pemkot Samarinda. Solusi jangka pendeknya adalah melakukan penertiban terhadap bangunan-bangunan yang berada di sisi jalan.
“Yang harus dilakukan oleh pemkot adalah penertiban pemanfaatan garis sempadan pagar sampai garis sempadan bangunan,” imbuhnya.
Haryoto menegaskan, pemerintah memang tidak dapat menolak adanya pertumbuhan ekonomi di tengah masyarakat, namun menjamurnya pelaku usaha masyarakat itu harus disertai taat aturan. Seperti tidak berdagang di atas parit hingga membuat banyak kendaraan parkir di bahu jalan.
“Itu jangan sampai maju di arah badan jalan melebihi parit. Jadi dikembalikanlah, lahanmu di belakang parit,” ujarnya.
Berikutnya adalah melakukan pengaturan manajemen lalu lintas baru di titik persimpangan yang kerap terjadi kemacetan. Seperti di persimpangan Jalan Damai-tanjakan Gunung Manggah, dan Jalan Sultan Alimuddin-Jalan Sejati. Kedua persebut tersebut dinilai penting karena posisinya berada di tanjakan.
“Entah itu pakai lampu, satu arah atau lainnya, karena arah sambutan dan Alimuddin ke arah jembatan itu titik konflik pas tanjakan lagi,” tegas Haryoto.
Sedang untuk program jangka menengah, pemkot harus segera merealisasikan jalan pendekat Mahkota II menuju utara Samarinda. Sehingga kendaraan dari atau menuju daerah Bontang, Sangatta, dan seterusnya tidak perlu lagi masuk ke dalam kota dan tidak terjadi kemacetan di Jalan Otista.
“Jalan tembus Mahkota ke arah APT Pranoto atau Bontang harus diselesaikan, minimal pemkot menyelesaikan (pengadaan) lahannya segera,” kata Haryoto.
Lebih lanjut, Haryoto mengatakan, jalan tembusan Tol Balsam adalah jalan arteri karena menghubungkan lintas kota. Sehingga akan mudah jika nantinya diusulkan menjadi jalan nasional, terlebih adanya wacana pembangunan Tol Samarinda-Bontang. “Jadi yang membangun jalannya nanti pusat,” imbuhnya.
Ditanya perkara pengadaan lahan yang sering kali menjadi kendala pembangunan, Haryoto menuturkan, itu terjadi karena Pemkot Samarinda selalu mengutamakan asas pendekatan. Padahal untuk masalah ini pemkot telah dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Kepentingan Umum.
Dengan adanya aturan itu, proses pengadaan tanah saat ini harusnya lebih mudah. Karena ada jangka waktu yang ditentukan, dan tim appraisal yang menghitung pasti besaran biaya pembayaran.
“Kalau tidak mencapai kata mufakat dibawa ke pengadilan, duitnya dititipkan ke pengadilan. Tapi (pembangunan) tetap dikerjakan dengan dikawal oleh aparat,” tegas Haryoto.
Penulis: Fathur
Editor: Awan