Utama

Shut Out kalung anti virus anti virus corona Cegah Corona 

Kalung Anti-virus Tak Punya Dasar Ilmiah, Tapi Wali Kota dan Pejabat Samarinda Ikut Memakainya



Wali Kota Samarinda dan Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman tertangkap kamera saat menggunakan kalung anti virus "Shut Out".
Wali Kota Samarinda dan Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman tertangkap kamera saat menggunakan kalung anti virus "Shut Out".

SELASAR.CO, Samarinda - Banyak upaya dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19. Salah satunya yang viral di masyarakat yakni menggunakan kalung berlabel “Shut Out”. Kalung ini dipercaya dapat melindungi badan dari serangan bakteri atau virus. Jika dilihat sekilas, mirip ID Card berwarna biru. Dan layaknya ID Card, benda yang dikabarkan diproduksi di Jepang ini pemakaiannya dikalungkan di leher. Bisa dibeli di toko-toko online, dengan kisaran harga Rp 250 ribu rupiah.

“Langkah-langkah virus darurat. Lindungi Anda dari virus dan serbuk sari dll (dan lain-lain). Hapus virus di ruang hanya dengan meletakkannya di leher Anda. Ketika dibuka, senyawa klor dioksida menghilangkan virus dan bakteri yang mengambang. Penghapusan ruang dengan komponen klorin. Penghapusan virus dan bakteri di sekitar kereta, kantor, sekolah, rumah sakit, panti jompo, dan lain-lain,” tulis deskripsi kalung tersebut dalam sebuah situs toko online.

Kalung ini makin naik daun setelah pada pesohor Tanah Air seperti Raffi Ahmad, Nagita Slavina, Ayu Ting Ting mengenakannya. Tidak hanya dikenakan kalangan artis, dalam satu kesempatan Gubernur Jambi Fachrori Umar turut menggunakan kalung anti-virus saat menghadiri apel bersama Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Jambi, Selasa 31 Maret 2020 lalu.

Selain Gubernur Jambi, ternyata Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang juga tertangkap kamera mengenakan kalung yang dipasarkan di beberapa negara di Asia. Jaang terlihat mengenakan kalung ini saat hadir di Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Kaltim di Jalan WR Monginsidi, pada Senin (19/4/2020) lalu. Tampak pula pejabat lainnya mengenakan kalung yang sama, yaitu Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman dan Plt Kepala BPBD Samarinda, Hendra.

Lalu, apakah benar kalung anti-virus Shut Out ini ampuh mencegah virus masuk ke dalam tubuh?

Redaksi SELASAR menghubungi ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim Nataniel Tandirogang untuk menanyakan kebenaran khasiat alat itu bagi orang yang mengenakannya. “Itu sudah pasti tidak bisa menangkal virus,” tegasnya. “Tidak tahu efek lainnya, yah, mungkin ada efek psikologis yang dialami penggunanya,” imbuh Nata.

Dia mengatakan, daripada harus mengeluarkan uang untuk membeli alat itu, lebih baik menerapkan physical distancing dengan diam di rumah. Hal itu menurutnya cara yang paling efektif. Kalaupun harus keluar rumah, harus menjaga jarak minimal 2 meter dari orang lain.

“Lalu mengkonsumsi makan bergizi yang murah-murah aja, konsumsi ramuan-ramuan tradisional, itu sudah lebih dari cukup. Daripada harus membeli kalung-kalung itu,” ujarnya.

Terpisah dimintai tanggapannya mengenai hal ini, dr Arysia Andhina juga mempertanyakan kebenaran khasiat alat ini karena tidak memiliki dasar ilmiah.

"Jadi pada dasarnya anti-virus itu vaksin. Tapi yang pasti, enggak bisa cuma pakai kalung, karena enggak ada dasar ilmiahnya. Jadi, memang ada yang bilang kandungannya Chlorine, sedangkan bahan itu kita pakai untuk disinfektan kan," jelasnya.

Dokter yang juga Humas RSUD AW Sjahranie Samarinda ini menambahkan, jika Chlorine yang terkandung dalam kalung tersebut tinggi, efeknya malah dapat menyebabkan sesak napas. Jika terkena kulit, dapat menyebabkan iritasi.

"Chlorine ini contoh produknya seperti bayclin. Kalaupun kadarnya ringan, tapi pemakaian jangka panjang juga tidak bagus kan," tambahnya.

Dia menduga, banyaknya masyarakat yang membeli produk ini, akibat ikut-ikutan dengan para selebgram yang secara tidak langsung mempromosikan alat ini.

"Jadi itu istilahnya latah saja, karena banyak selebgram yang mempromosikan, jadi banyak yang ikut memakai. Bahkan saya pernah membaca negara seperti Vietnam itu tidak membolehkan penjualan alat ini, karena menang tidak ada dasar ilmiahnya, " pungkas dr Arysia.

Penulis: Redaksi Selasar
Editor: Awan

Berita Lainnya