Utama

banjir samarinda banjir Pemkot Samarinda Rumah panggung Antisipasi banjir Rumah anti banjir 

Pemkot Samarinda “Endorse” Rumah Anti-Banjir, Warganet: Mau Berkata Kasar Tapi Takut Dosa



Tangkapan layar twit akun Pemkot Samarinda
Tangkapan layar twit akun Pemkot Samarinda

SELASAR.CO, Samarinda – Banjir sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Kota Tepian. Tidak cukup sekali, tahun 2020 ini sudah dua kali banjir menyapa warga, terutama yang tinggal di sepanjang aliran Sungai Karang Mumus (SKM).

Program pengendalian banjir sejak beberapa tahun lalu sudah didengungkan oleh Pemerintah Kota Samarinda. Berdasarkan catatan SELASAR, Pemkot Samarinda mengalokasikan nyaris setengah triliun atau tepatnya Rp 446 miliar khusus pengentasan banjir di tahun 2020. Dengan rincian Rp 131 miliar dari APBD murni Samarinda, dan Rp 315 miliar dari pemerintah provinsi.

Tidak sampai di situ, kegiatan penanganan banjir Samarinda juga mengucur dari pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III. Kegiatan berupa pengerukan Waduk Benanga, normalisasi Sungai Karang Mumus (SKM), penguatan tebing SKM, termasuk perencanaan dan pembangunan fisik embung Sempaja telah dipersiapkan. Dana APBN tahun 2020 yang disetujui oleh DPR RI mencapai puluhan miliar.

Di tengah pandemi Covid-19 yang tengah melanda Indonesia, sejak Maret lalu hampir seluruh kegiatan fisik pemerintah dihentikan, tidak kecuali program penanganan banjir di Samarinda. Pemerintah memfokuskan diri untuk penanganan Covid-19. Banjir yang melanda di tengah pandemi bak sudah terjatuh tertimpa tangga. Warga Samarinda mendengungkan soal keseriusan pemkot mengatasi bencana tahunan ini, hingga tagar #SamarindaCalap dan #KangenPakJaang pun bermunculan di lini masa.

Alih-alih memberi informasi terkait perkembangan program penanganan banjir, Pemkot Samarinda justru seolah-olah meng-“endorse” atau mempromosikan jasa bangun rumah anti banjir melalui akun media sosialnya. Siaran pers bernomor 1280/KM/KOMINFO/V/2020 itu berjudul “Patut Ditiru, Rumah Panggung Bebas Banjir di Pemuda III”. Unggahan itu pun mendapat banyak respons negatif dari warganet.

BERIKUT ISI SIARAN PERS PEMKOT SAMARINDA

Rumah panggung ini berlokasi di Jl Pemuda III, sebenarnya konsep seperti ini sudah ada sejak zaman dulu mengingat Kota Samarinda merupakan daerah dataran rendah yang sudah menjadi daerah langganan banjir. Jadi, tak heran jika banyak yang membangun rumah panggung karena akrab dengan banjir.

Ingin melihat rumah panggung bahari yang masih dipertahankan di Kota Samarinda terutama daerah pinggiran sungai, masih bisa dijumpai di Jl Yos Sudarso maupun di Jl Pangeran Suriansyah. Jika warga asli Samarinda pun sudah faham ini, bahkan dulu juga banyak dijumpai rumah panggung di kawasan Jl Pangeran Antasari maupun di Jl KH Abul Hasan, serta di Samarinda Seberang.

Artinya, sejak dulu warga Samarinda sudah mengantisipasi banjir dari pasang sungai dengan rumah panggung. Jadi apa yang dilakukan warga Jl Pemuda III ini patut ditiru, membangun rumahnya berkonsep panggung agar ketika banjir tidak masuk ke dalam rumahnya.

Bagaimana dengan yang lainnya? Apa mau merenovasi menjadi rumah panggung atau minimal yang membangun rumah di kawasan rawan banjir bisa membangun konsep rumah panggung.

TANGGAPAN WARGANET

Unggahan Pemkot Samarinda itu pun menjadi bulan-bulanan warganet Kota Tepian. Mengkritik Pemkot yang tidak memberi solusi yang baik atas banjir yang terus terjadi. Bahkan tidak sedikit yang menilai ini merupakan cara Pemkot mengalihkan isu.

“Pengalihan isu penyebab banjir yang sebenarnya dengan membuat narasi mengarahkan untuk berdamai dengan banjir,” ujar akun @mr_antons.

Di komentar berikutnya, akun tersebut lanjut mempertanyakan mengapa Pemkot tidak memposting tentang kawasan daerah utara yang merupakan daerah resapan air yang justru gundul akibat aktivitas tambang.

“Cukuplah permainan kata kata dan pencarian narasi untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi ini dilakukan berulang kali. Sampai kapan terus mencari pembenaran untuk menutupi kebenaran yang ada,” tulisnya lagi.

Sementara warganet lainnya menilai membangun rumah kayu bukanlah solusi.

“Iya dulu bangun rumah kayu masih murah kayu itu bukan solusi, hanya pengalihan isu. Yang jadi masalah penerbitan ijin penambangan IMB dari dulu, asal bangun kawasan, drainase gorong-gorong, parit kota yang buruk setengah-setengah dan tidak terawat, kekumuhan warga pinggiran SKM yang tidak cepat diatasi, sendimentasi lumpur di Sungai Karàng Mumus, dan kesadaran masyarakat yang belum ada untuk buang sampah pada tempatnya,” tulis akun @alfiat_nugraha di kolom komentar Instagram.

Di Twitter, warganet banyak menilai admin medsos Pemkot Samarinda telah melakukan blunder karena salah memberi solusi banjir.

“Mau berkata kasar tapi takut dosa, maaf ga ada otak,” tulis akun @namharazir_.

Akun publik anonim @txtsamarinda pun berkomentar keras atas ide yang ditawarkan Pemkot Samarinda. Ia meminta Pemkot harusnya meniru pemerintah kota lain yang telah berhasil menangani banjir di daerahnya.

“Mohon maaf aja ni pak. YANG HARUS PIAN TIRU ITU IALAH KINERJA PEMKOT LAIN, CONTOHNYA PEMKOT SURABAYA, PEMKOT SEMARANG, PEMKOT BALIKPAPAN. NAH ITU, BUKAN WARGA DISURUH TIRU RUMAH PANGGUNG, MASALAHNYA SIAPA YANG MAU BANGUN RUMAH PANGGUNG MUNNYA LEBIH GAMPANG PAKAI BETON? Monmaap,” tulisnya.

Penulis: Fathur
Editor: Awan

Berita Lainnya