Utama
Meninggal corona Protokol Kesehatan protokol Covid-19 KalSel IFA IDI Kaltim 
Pengiriman Jenazah Covid-19 dari Samarinda ke Kalsel Langgar Protokol!
SELASAR.CO, Samarinda – Beberapa waktu lalu, Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kaltim merilis kasus pasien positif Covid-19 yang dinyatakan meninggal dunia di RS H Darjad Samarinda. Disampaikan Andi M Ishak, selaku Juru Bicara Tim Gugus Tugas pasien tersebut meninggal pada 10 Juli 2020.
“Pasien memiliki kode SMD 78 wanita 57 tahun, merupakan warga Kalimantan Selatan. Pasien berkategori PDP yang ditetapkan oleh tim klinis dan DKK Samarinda dengan hasil rapid test/IFA positif dan pada tanggal 7 Juni 2020. Kemudian dilakukan pengambilan swab, tanggal 9 Juli dengan hasil terkonfirmasi positif Covid-19 dan pada tanggal 10 Juli pasien meninggal dunia,” ujar Andi.
Lalu, Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 telah tiba di rumah sakit swasta itu sejak siang hari untuk menjalankan prosedur pemakaman. Rencananya, jenazah akan dimakamkan di Taman Pemakaman Raudlatul Jannah, Jalan Serayu, Kelurahan Tanah Merah. Namun, pihak keluarga keberatan dan ingin membawa jenazah tersebut ke Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Pihak keluarga yang keberatan akhirnya pembuatan surat pernyataan agar jenazah dikebumikan seperti yang mereka inginkan. Sebenarnya, petugas yang telah berbaju hazmat lengkap dengan masker dan kacamata itu tak membiarkan. Hingga akhirnya, muncul surat pernyataan bertanda tangan Wakil Ketua Gugus Tugas yaitu Dandim 0901/Samarinda kolonel Inf Oni Kristoyono Goendong.
Berita Terkait
Jenazah pasien SMD 78 akhirnya dibawa ambulans putih bernomor polisi Kalsel pada pukul 18.30 Wita. Tentu saja hal ini melanggar protokol pemakaman pasien Covid-19. "Atas permintaan keluarga dan telah membuat surat pernyataan dibawa ke Banjar Baru," singkat Sekretaris BPBD Samarinda, Hendra AH.
Sedangkan untuk pengawalan, Tim Gugus Tugas Samarinda tak bisa berbuat banyak karena terhalang aturan antar wilayah. "Tadi keluarga saja yang bawa," jawabnya.
Ditanya persoalan lainnya, Hendra enggan berbicara. Dia menyarankan agar bisa menghubungi pengambil kebijakan lebih tinggi.
LANGGAR PEDOMAN PEMULASARAN DAN PENGUBURAN JENAZAH COVID-19
Pengiriman jenazah Covid-19 ini melanggar protokol penanganan jenazah, yang telah dikeluarkan Kementerian Kesehatan. Dikutip dari laman www.kesmas.kemkes.go.id tertulis jelas dalam poin M dalam penanganan jenazah bahwa, “Jenazah sebaiknya disemayamkan tidak lebih dari 4 (empat) jam sejak dinyatakan meninggal,” bunyi prosedur tersebut.
Berikut pedoman lengkap pengantar jenazah pasien Covid-19 yang dikeluarkan Kemenkes:
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Timur, dr Nataniel Tandirogang akhirnya angkat bicara terhadap pelanggaran protokol ini.
“Kalau melanggar protocol, ya melanggar, protokol itu sengaja dibuat untuk menghindari penularan. Dan itu sudah dibuat berdasarkan kajian ilmiah. Tentu ini berisiko untuk terjadi penyebaran-penyebaran (virus),” ujar dr Nataniel kepada SELASAR, Senin (13/7/2020).
Dirinya menegaskan, tidak bisa seseorang atas dasar apapun juga, membuat kebijakan untuk pengecualian protokol. Apalagi protokol penanganan wabah seperti virus Covid-19.
“Jadi ngga bisa kita membuat kebijakan-kebijakan yang tujuannya untuk mengecualikan satu-dua hal. Karena kalau ada satu yang dikecualikan, nanti semua orang minta dikecualikan. Presiden saja harus taat dengan protokol, karena kalau dibiarkan bisa menjadi kacau protokol itu nantinya,” tambahnya.
Sementara, untuk langkah antisipasi dampak pengiriman jenazah yang sudah terjadi, dirinya menyarankan melakukan uji swab terhadap pengemudi ambulans. “Artinya jika mereka aman, maka aman saja. Tapi persoalannya bukan di situ, kan, kalau misalnya sopir dan orang-orang di sekitarnya yang mengantar jenazah ini aman saja, bukan berarti bahwa pelanggaran terhadap protokol penanganan jenazah pasien Covid-19 dibenarkan,” ungkapnya.
Dirinya menjelaskan, bahwa protokol penanganan jenazah pasien Covid-19 itu dibuat karena dikhawatirkan masih ada virus yang belum mati, walaupun sudah dilakukan pemulasaran. Karena itulah, orang yang mengantar juga harus menggunakan APD level tiga. “Karena kita tidak tahu karakter aslinya virus ini. Sementara kalau pembawa ambulans yang jarak jauh itu kan tidak mungkin pakai APD lengkap, karena tidak mungkin memakai APD itu berjam-jam,” pungkasnya.
Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan