Utama

Jatam Nasional Jatam Merah Johansyah Doxing Buzzer 

Kecam Aksi Doxing Buzzer kepada Merah Johansyah Koordinator Jatam Nasional



Ilustrasi
Ilustrasi

SELASAR.CO, Samarinda - Belum lama ini sebuah cuitan yang ditulis Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional ramai jadi perbincangan. Akun @merah_johansyah, menulis: "1 ruas jalan di kawasan bisnis utk plang nama Jokowi sementara 256 ribu ha atau empat kali luas Jakarta utk dinasti Uni Emirat Arab di Kaltim, Peragaan bisnis pasca omnibus Cilaka yg melindas buruh & lingkungan Menuju omnibus penggadaian selanjutnya berkedok proyek Ibu Kota”. 

Selama ini Merah memang dikenal kerap mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap tidak menguntungkan masyarakat. Namun setelah memposting kicauan tersebut di akun twitter pribadinya, pemuda asal Kaltim ini banyak menerima serangan secara digital oleh akun-akun yang diduga merupakan pendengung (buzzer).

Koalisi Bersihkan Indonesia (KBI) dan Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) mengecam penyebaran informasi pribadi atau doxing yang menimpa aktivis Jatamnas tersebut. Merah mendapat serangan secara digital berupa doxing hingga ancaman kriminalisasi sejak 23 Oktober 2020 lantaran kerap mengkritik pemerintah.

"Kami mendesak para buzzer berhenti melakukan doxing dan ancaman kriminalisasi terhadap aktivis dan jurnalis," sebut pernyataan KBI dan FRI dalam siaran pers yang dikeluarkan hari ini, Minggu 25 Oktober 2020.

Jika ada silang pendapat di media sosial, kata mereka, maka seluruh pihak harus menggunakan cara yang patut. Apalagi dalam undang-undang, tertulis bahwa seluruh warga negara berhak mengemukakan pendapat dan memperoleh informasi.

Koalisi dan Fraksi menilai, cuitan Merah tersebut tidak mengatakan ada penukaran lahan dengan nama jalan. Pernyataan Merah hanya menyebutkan ada dua fakta yang bersifat urutan, bukan hubungan sebab akibat atau kausalitas.

"Kami menengarai sebagian publik dan media-media tertentu melihat fakta yang berurutan sebagai memiliki hubungan sebab akibat. Lagi pula adalah hal yang tidak masuk akal, lahan seluas 256 ribu hektare kompensasinya hanya nama jalan."

Dari pantauan Koalisi dan Fraksi, justru ada sebagian media yang mengambil, menafsirkan sendiri, serta mengubah kalimat dari cuitan Merah Johansyah tanpa konfirmasi.

Masih dari siaran pers itu, disebutkan menurut Fachrizal Affandi, dosen hukum pidana Universitas Brawijaya, dengan track record Jatam selama ini, dia melihat tidak ada masalah pidana dalam pernyataan Merah. "Apalagi dalam twit aslinya, dia cantumkan juga dokumen riset yang dilakukan Jatam. Jadi memang tidak ada alasan hukum untuk memidana pendapat dia," tegasnya.

Serangan digital ini, disebut dalam siaran pers itu, merupakan bentuk pembungkaman dan ancaman terhadap demokrasi. Pola serupa sudah sering dilakukan oleh para buzzer terhadap aktivis dan jurnalis, terutama saat mereka menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah, sejak jelang Pilpres 2019. 

“Pemberangusan hak berekspresi dan menyampaikan pendapat di muka umum ini pun biasanya dilakukan dengan menggunakan pasal pasal karet di UU ITE, terutama Pasal 27 ayat 1 dan 3 serta pasal 28 ayat 2 Padahal, pemberangusan hak hak tersebut melanggar konstitusi, serta jaminan kebebasan berekspresi sebenarnya sudah tertera di Konstitusi dan UU Hak Asasi Manusia.” 

KBI dan FRI pun mendesak agar para buzzer berhenti melakukan doxing dan ancaman kriminalisasi terhadap aktivis dan jurnalis; Seluruh pihak untuk menghormati prinsip dan mengakui setiap warga negara berhak untuk mendapatkan informasi dan berhak untuk menyatakan pendapatnya secara merdeka; Semua pihak tanpa kecuali untuk menggunakan cara-cara yang patut, penuh azas yang baik, dan berdasarkan hukum ketika terjadi silang pendapat di media sosial, serta segera berhenti melakukan pengerahan aktivitas trolling, pemberian stigma hoax, hingga ancaman pemidanaan secara semena-mena dengan penggunaan pasal karet dan bermasalah di dalam UU ITE dan pasal berbuat keonaran di dalam UU Nomor 1 Tahun 1946.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya