Hukrim
Prostitusi Online MiChat PSK Online Prostitusi di bawah umur Unit Perlindungan Perempuan dan Anak 
TERKUAK! Prostitusi Online di Samarinda yang Libatkan Anak di Bawah Umur
SELASAR.CO, Samarinda - Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satreskrim Polresta Samarinda berhasil mengungkap kasus perdagangan anak di bawah umur. Empat tersangka kasus eksploitasi langsung digelandang ke Polresta Samarinda, setelah terciduk di dua lokasi berbeda pada Minggu, 25 Oktober 2020 lalu. Masing-masing tersangka berinisial GN (18) RH (18), FB (18), dan AC (20).
Para tersangka diamankan oleh pihak kepolisian lantaran terbukti melakukan tindak pidana perdagangan orang, terhadap 2 korban yang masih berusia 15 dan 16 tahun. Kedua remaja belia tersebut dieksploitasi untuk menjadi pekerja seks komersial (PSK).
Melalui konferensi pers pada Jumat (30/10/2020), Kepala Unit (Kanit) PPA Satreskrim Polresta Samarinda, Iptu Teguh Wibowo mengatakan, seluruh tersangka yang berperan dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini berhasil diamankan di Samarinda dan Balikpapan.
“Keempat pelaku telah kami amankan karena diduga menjadi pelaku tindak pidana perdagangan orang terhadap dua gadis remaja untuk dijajakan kepada pria hidung belang,” ucap Iptu Teguh mewakili Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Yuliansyah.
Berita Terkait
Di depan awak media, Iptu Teguh membeberkan bahwa motif eksploitasi tersebut adalah menawarkan para korban melalui aplikasi pesan media sosial Michat. Aplikasi pesan tersebut, dijadikan media tahap awal negosiasi dan kesepakatan minat terhadap dua korban.
“Peran aplikasi pesan tersebut menghubungkan dengan para penikmatnya, melalui aplikasi Michat, ditawarkan apabila ada yang berminat kemudian terjadilah negosiasi,” jelasnya.
Dalam proses negosiasi, pelaku diketahui menerima lokasi pertemuan yang dipilih oleh pria hidung belang. Namun, praktik itu kerap terjadi di hotel kelas melati.
Dari kronologi yang disampaikan polisi saat itu, FB (pelaku wanita) sepakat bersama dua korban memesan sebuah kamar hotel bertujuan untuk kumpul-kumpul. Ketiganya memang saling kenal dan sering berkumpul bersama.
Dari pengakuan FB, uang yang digunakan untuk membayar sewa kamar sebesar Rp 600 ribu bukanlah miliknya. Melainkan uang hasil meminjam dari GN. FB menjelaskan bahwa mereka (korban) harus membayar utangnya kepada GN karena telah menggunakan uangnya untuk memesan hotel.
Akhirnya FB menawarkan kepada kedua korban untuk melakukan praktik ilegal prostitusi online. Setelah sempat menolak, korban akhirnya sepakat untuk menjalani pekerjaan tersebut demi mengganti uang GN. Para tersangka biasanya mematok harga sebesar Rp400-Rp800 ribu untuk satu kali kencan. Setiap kali kencan, para tersangka mendapatkan bagian Rp100-300 ribu.
“Untuk motifnya juga karena kebutuhan ekonomi, dan memanfaatkan anak-anak di bawah umur ini. Satu masih sekolah dan satu sudah putus sekolah. Tersangka dan korban hubungannya pertemanan saja. Semuanya ini sama-sama, idenya mereka berbarengan. Jadi masing-masing tersangka ini saling memasarkan. Siapa yang duluan laku, itulah yang mengambil keuntungannya,” tambah Iptu Teguh.
AWAL MULA PENGUNGKAPAN KASUS
Teguh menjelaskan kronologis pengungkapan kasus tersebut berawal dari laporan seorang pria berinisial RN, yang diketahui orangtua seorang saksi berinisial AM yang nyaris menjadi korban dalam kasus perdagangan anak di bawah umur ini. AM diketahui kabur dari rumah selama dua minggu, diduga karena perceraian orangtuanya.
“Anak ini (AM) memang ada riwayat korban dari broken home. Keluarga AM kepikiran karena tidak kunjung pulang ke rumah, kemudian dicari. Ditanyakan kepada temannya AM, dan ditemukanlah dia di Balikpapan bersama para tersangka,” kata Teguh.
Dibantu para rekannya, akhirnya orangtua AM pun berhasil menemukan keberadaan anaknya di sebuah lobby hotel di Balikpapan. Di sana AM sedang bersama ketiga tersangka yaitu GN, RH dan AC. Di antara mereka ada salah satu korban yang baru saja melakukan transaksi dengan pria hidung belang.
“Jadi mereka di hotel itu sedang menunggu salah satu korban, tidak kita sebut namanya. Intinya korban itu baru saja melayani tamunya di hotel tersebut. Ini hasil transaksi ketiga tersangka,” ucap Teguh.
Mengetahui kejadian tersebut, RN kemudian berinisiatif membawa anaknya AM beserta ketiga tersangka dan satu korban ke Mapolresta Samarinda. Setelah pelaporan, Satreskrim Polresta Samarinda melalui UPPA langsung melakukan penyelidikan kasus tersebut.
“Ketiganya akhirnya mengaku setelah kami interogasi. GN mengatakan sebenarnya ada dua korban yang biasa mereka pekerjakan. Kalau si AM itu belum sempat (dipekerjakan), jadi baru akan. Memang ada niatnya kesana. Dalam kasus ini AM hanya berstatus saksi,” tambahnya.
Setelah mengamankan ketiga tersangka, polisi mendapatkan informasi bahwa ada rekan mereka yang turut menjadi bagian dalam kasus perdagangan anak di bawah umur, yakni FB. Berangkat dari Informasi tersebut, para anggota polisi langsung mengamankan FB di Samarinda.
Barang bukti turut diamankan berupa pakaian korban, nota transaksi pembayaran hotel, sejumlah uang tunai, handphone, serta slip transaksi transfer ATM. Kini keempat tersangka telah mendekam di dalam sel tahanan Polresta Samarinda.
“Kita akan kenakan Pasal 81 Ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2020 tentang Perlindungan Anak. Jadi korban sebelum ditawarkan ke konsumen, terlebih dahulu disetubuhi oleh GN. Hukuman maksimal 15 tahun penjara,” tutup Teguh.
Para tersangka dikenakan pasal 2 ayat 1 UU RI nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak pidana Perdagangan Orang. Sedangkan khusus untuk satu tersangka atas nama GN dikenakan pasal tambahan terkait persetubuhan terhadap anak di bawah umur.
Penulis: Bekti
Editor: Awan