Kutai Kartanegara

Bawaslu Rekomendasi Bawaslu kpu kukar pilkada kukar Pilbub Kukar 

Pasal yang Digunakan Dalam Rekomendasi Bawaslu di Pilkada Kukar Tak Relevan



Suria Irfani Pengamat Politik Unikarta
Suria Irfani Pengamat Politik Unikarta

SELASAR.CO, Kutai Kartanegara - Perkembangan terkait surat yang dikeluarkan Bawaslu RI tertanggal 11 November 2020, yang ditujukan kepada KPU belum juga menemui titik terang. Komisioner Bawaslu Kaltim Galeh Akbar, mengatakan hingga saat ini Bawaslu Kaltim pun belum dapat surat tembusan dari Bawaslu RI.

Galeh mengatakan bahwa secara kelembagaan kedudukan surat tersebut merupakan ranah Bawaslu RI. Karena pelapor melaporkan ke Bawaslu RI, jadi menurutnya penanganannya harus di Bawaslu RI.

Sedangkan untuk tindak lanjut surat itu, menurutnya itu menjadi domain KPU. Ia menjelaskan selama tidak ada proses penghentian dari KPU RI, berarti tahapan pilkada tetap berjalan.

"Kita akan tunggu apapun hasil dari keputusan dan langkah KPU," kata Galeh Akbar.

Ia mengingatkan jika ada perbedaan pandangan di kalangan masyarakat, jangan sampai ada gejolak yang berlebihan dan tetap harus menjaga kondusifitas. Karena jika kemudian terjadi gejolak , menurutnya Kukar juga yang dirugikan.

Ia menambahkan bahwa semua pihak harus menunjung tinggi asas demokrasi, yaitu saling menghargai satu sama lain. Menurutnya semua memiliki hak konstitusi, ada saluran hukum yang harus ditempuh ketika ada permasalahan. Dia juga mengungkapkan bahwa terkait beberapa laporan yang masuk di Bawaslu Kaltim, sempat ditangani tapi kasusnya berbeda. Semua jenjang di Bawaslu, menurutnya juga memiliki pandangan hukum terhadap kasus yang berbeda juga.

"Ada tiga kasus berbeda yang dilaporkan ke Bawaslu dengan jenjang yang berbeda," ucapnya.

Sementara itu pengamat politik Surya Irfani turut menanggapi surat rekomendasi yang beredar di media sosial tersebut. Dia mengatakan Bawaslu tidak cukup hati-hati soal pasal yang dikenakan Bawaslu kepada Paslon, pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015. Menurutnya pasal tersebut tidak berlaku karena sudah berubah di Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016.

Selain itu menurutnya tidak relevan jika yang diterapkan pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016. Karena pasal tersebut menyebutkan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, wali kota atau wakil walikota, dilarang menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

"Makna salah satu pasangan calon, berarti paslon lebih dari satu, Kukar itu paslon tunggal. Pertanyaannya, siapa yang dirugikan siapa yang diuntungkan, nggak relevan dong kalau paslon tunggal," kata Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Kutai Kartanegara tersebut.

Namun ia juga menyampaikan jika ada tudingan kepada Bawaslu tidak netral, itu juga keliru menurutnya. Karena hingga saat ini Bawaslu juga sudah bekerja. Bahkan ada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilaporkan ke Komisi ASN.

Ia menambahkan terkait konteks rekomendasi yang akan dijalankan atau tidak oleh KPU, menurutnya melihat dari konteks yang pernah terjadi di Pilkada serentak 2020. Ada sekitar 7 rekomendasi Bawaslu untuk didikualifikasi, namun hanya dua yang ditindaklanjuti diskualifikasi. Bahkan satu di antaranya menang di Pengadilan Tinggi Urusan Negara (PTUN) dan satu kasus lainnya masih berproses di Mahkamah Agung (MA).

“Sejauh ini yang saya lihat seakan-akan keputusan Bawaslu itu harus dilaksanakan, seolah mengadili paslon bersalah. Padahal masih ada ruang untuk di PTUN dan Mahkamah Agung. Hari ini yang saya lihat opini yang digiring itu seakan-akan pilkada sudah selesai dengan keluarnya rekomendasi Bawaslu. Padahal kan nggak. Sampai hari ini kalaupun misalnya KPU mendiskualifikasi, nggak serta merta dicoret, masih ada proses hukum. Salah kalau kemudian dikatakan pilkada Kukar sudah selesai,” jelasnya.

Penulis: Faidil Adha
Editor: Awan

Berita Lainnya