Utama
uu minerba Dampak Buruk Pembakaran Batu Bara Polisi Debu Batu Bara Penghapusan Limbah Batu Bara Limbah B3 
Menolak PP 22/2021, Kebijakan Istimewa Bagi Industri Kotor Batu Bara
SELASAR.CO, Samarinda - Aksi teatrikal ditampilkan di depan gerbang Kantor Gubernur Kaltim pada Rabu (17/3/2021). Dalam aksi tersebut, peserta menggambarkan masyarakat Kaltim yang terdampak pencemaran lingkungan, imbas kebijakan yang diambil pemerintah.
Agenda ini adalah inisiasi gabungan organisasi lingkungan dan mahasiswa yaitu Jatam Kaltim, Walhi Kaltim, Pokja 30, LBH Samarinda, GMNI Samarinda, Planktos Unmul, FNKSDA Kaltim, hingga Perkumpulan Nurani Perempuan.
Kepada Selasar, Koordinator Aksi, Richardo Richard, menyatakan aksi ini merupakan bentuk penolakan atas disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Seperti diketahui, Presiden menghapus limbah batu bara hasil pembakaran yaitu Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari kategori Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3) pada 12 Maret 2021 lalu. Penghapusan tersebut tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan turunan dari UU Omnibus Law.
Berita Terkait
“Sebetulnya persoalan limbah itu sudah banyak menyebabkan permasalahan, tapi ditambah lagi PP yang baru ini maka akan ada legitimasi bagi pihak-pihak perusahaan untuk melakukan hal itu,” ujar Richardo.
Penetapan aturan ini, ia sebut, tidak terlepas dari desakan simultan sejak pertengahan tahun 2020 oleh 16 Asosiasi Industri, yang meminta FABA dikeluarkan dari Daftar Limbah B3 yang menjadi bagian di dalamnya.
“Keputusan yang berpihak pada industri energi kotor batu bara ini adalah kabar buruk bagi lingkungan hidup, kesehatan masyarakat, dan masa depan transisi energi bersih terbarukan nasional. Ini adalah bagian dari Paket Kebijakan Besar (Grand Policy) yang secara sistematis dirancang untuk memberikan keistimewaan bagi industri energi kotor batu bara mulai dari hulu hingga ke hilir,” terangnya.
Di Kalimantan Timur sendiri masih ada 734 Izin Usaha Pertambangan pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur izin pertambangan batu bara saat kewenangan masih ada di pemerintah daerah. Karena seperti diketahui, kewenangan dalam pemberian izin tersebut saat ini telah ditangani pemerintah pusat. Hal ini seiring terbitnya Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020.
“Contoh nyatanya kasus PT Indominco, perusahaan ini sudah divonis bersalah karena pengelolaan buruk FABA, ternyata di lapangan tidak terjadi pemulihan, nilai denda sangat kecil dan tidak membuat jera,” pungkas Richardo.
Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan