Hukrim
Sitaan Kejari Kutim Kejari Kutim DPMPTSP Kutim  Korupsi Solar Cell Program Solar Cell DPMPTSP Kutim Program Solar Cell Korupsi di Kutim Kasus korupsi di Kutim 
ASN Eselon IV di Kutim Kembalikan Kerugian Negara Rp 500 Juta
SELASAR.CO, Sangatta – Kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Solar Cell Home System di Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kutim tahun anggaran 2020 lalu, sudah mendapatkan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pusat, akhir tahun 2021 lalu. Namun hingga kini kasus tersebut belum ada progres lanjutan, sehingga menjadi pertanyaan di kalangan masyarakat.
Namun meski begitu, proses pengembalian kerugian dikabarkan terus bertambah. Dari catatan Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutai Timur (Kutim), pengembalian kerugian negara yang sebelumnya lebih dari Rp 2,4 miliar, kini semakin bertambah, yakni kurang lebih Rp 3,6 miliar, yang kemudian disita sebagai barang bukti, untuk pemulihan kerugian negara. Total indikasi kerugian negara mencapai Rp 52 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri Kutai Timur, Henriyadi W Putro, SH, MH melalui Kasi Pidsus I Nyoman Wasita Triantara, SH, M.Hum mengatakan yang mengembalikan kerugian negara tersebut tidak hanya pemilik perusahaan CV, melainkan dari berbagai pihak, seperti dari Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Bahkan menurut Kasi Pidsus I Nyoman Wasita Triantara, SH, M.Hum, dari beberapa orang yang mengembalikan kerugian negara ada salah satu ASN di DPMPTSP, yang mampu mengembalikan kerugian negara mencapai kurang lebih Rp 500 juta.
Berita Terkait
“Ada salah satu ASN golongan eselon IV inisial R yang mengembalikan, kerugian negara sebesar kurang lebih Rp 500 juta. Padahal ASN tersebut bukan PPTK, atau pejabat struktural atau pun yang bertugas mengurusi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya tersebut, Tapi ASN tersebut hanya bertugas sebagai koordinator,” ucap Kasi Pidsus I Nyoman Wasita Triantara, saat ditemui di ruang kerjanya (9/5/2022).
Seperti yang diberitakan sebelumnya, terkait progres penyidikan kasus tersebut, Kejari Kutim mengakui belum ada progres lanjutan pasca audit yang dilakukan oleh BPK pusat, pada akhir tahun lalu.
“Kalau masyarakat menunggu progres, itu wajar. Karena kami juga masih tunggu, kapan hasil audit itu keluar. Memang ada indikasi kerugian sekitar Rp52-53 miliar, tapi hasil akhir resmi dari BPK, dalam bentuk tertulis sampai sekarang belum ada. Karena itu, belum bisa melangkah lebih lanjut,” jelasnya kepada sejumlah awak media.
Bahkan, karena ada waktu longgar menunggu hasil hitungan BPK, terhadap PLTS, pihaknya bisa melakukan penyidikan satu kasus lagi, yakni kasus penyalahgunaan ADD dan DD Desa Kalinjau Ilir. Kasus ini juga sedang menuggu audit, tapi hanya audit BPKP.
Sebelumnya, Kajari Henriyadi W Putro menjelaskan, kasus PLTS, diakui dari informasi BPK, kerugian sekitar Rp52 miliar lebih. Jumlah ini jauh lebih besar dari hasil audit BPK pertama, pada pemeriksaan rutin APBD tahun 2020, dengan nilai Rp39 miliar lebih.
Perbedaan ini terjadi karena setelah dilakukan penyidikan, ditemukan banyak hal, yang menjadi pembeda antara audit pertama dengan audit akhir ini. Termasuk, karena pada audit BPK terakhir ini, mereka sendiri melakukan peninjauan ke lapangan, dimana pengadaan barang itu dilakukan, sehingga mereka akhirnya tahu masalah sebenarnya.
Karena hasil audit BPK terakhir itu yang dianggap sesuai dengan kenyataan di lapangan, maka hasil itu yang akan digunakan sebagai kerugian dalam kasus ini. Dimana hasil audit dari BPK nantinya itu juga akan mengkonfirmasi aliran dana dari kerugian yang timbul dalam pengadaan PLTS tersebut. Sehingga dari audit itu, akan ketahuan siap-siapa yang akan dimintai pertanggungjawaban, berapa yang akan dipertanggungjawabkan.
“Mereka yang bertanggung jawab inilah yang akan dijadikan tersangka nantinya, untuk dimintai pertanggungjawaban secara hukum atas kasus ini, termasuk untuk diminta memulihkan kerugian negaranya,” jelas Henriyadi.
Penulis: Bonar
Editor: Awan