Kolom

Kapal Wisata  Kapal Wisata Sungai Mahakam  Kapal Wisata Mahakam Sungai Mahakam Wisata Sungai Mahakam Kapal Sungai Mahakam Objek Wisata di Samarinda Wisata di Samarinda Achmad Ridwan Awan 

Bumbu Kelucuan di Balik Kebijakan yang Memberatkan Kapal Wisata Mahakam



Achmad Ridwan, Warga Sungai Kunjang.
Achmad Ridwan, Warga Sungai Kunjang.

Sebuah dukungan moril untuk kawan-kawan pengelola kapal wisata sungai Mahakam.

Oleh: ACHMAD RIDWAN, Warga Sungai Kunjang




Seperti halnya kebiasaan pak presiden, saya juga terkaget-kaget waktu mendengar kabar operasional kapal wisata susur sungai Mahakam distop. Oleh pemerintah kota Samelow City, para pengusaha kapal dianggap tidak taat aturan.

Pemkot Samelow City meminta enam pengelola kapal wisata susur sungai yang kerap sandar di Mahakam Downstream Dock, menerapkan aplikasi e-ticketing dan manifest online. Jika tidak, terhitung 7 November 2022, tidak dibolehkan lagi sandar di dermaga tersebut. Dari penerawangan saya, ada beberapa hal yang mengandung bumbu-bumbu kelucuan.

Pertama, dasar kebijakan Pemkot Samelow City adalah Permenhub No 19 Tahun 2020 surat edaran Dirjen Hubla tentang penerapan e-ticketing. Namun, sebenarnya itu mengatur sistem pembelian tiket di kapal feri yang dikelola ASDP Ferry Indonesia atau BUMD. Jadi kalau hal tersebut dijadikan dasar kebijakan, itu namanya mengadi-adi. Jaka sembung bawa oto, kada nyambung bont*.

Lalu, aplikasi yang disorong oleh Pemkot Samelow City adalah bikinan perusahaan yang konon terbesar di Asia Tenggara untuk urusan tiket transportasi darat dan laut. Ini pelecehan intelektual kepada kaum muda di Samelow City, The City Center of Civilization. Kalau cuma bikin aplikasi e-ticketing, saya juga bisa. Ganteng-ganteng serigala begini saya lulusan IT, jurusan Jokteng Wetan-Parangtritis. Saya yakin adek-adek di Samelow City yang bisnisnya bergerak di bidang IT seputar pembuatan aplikasi-aplikasi, juga bisa bikin begituan.

Padahal nih ya, jika orientasinya adalah solusi keberlanjutan wisata sungai, demi kebaikan bersama (agar data penumpang tercatat dengan baik), bisa saja pemerintah Samelow City memberdayakan pemuda dalam kota atau pemuda antar-kota dalam provinsi, untuk membuat aplikasi e-ticketing dan manifest online. Lalu dibeli oleh pemerintah. Jika pun tak sanggup karena uang pemerintah kota Samelow City akan digunakan untuk membayar insentif guru (amiin), ya minta saja pengelola kapal urunan. Murah aja itu. Gitu aja kok repot.

Saya kira pengelola kapal wisata juga tak akan keberatan. Kawan-kawan pengelola kapal wisata pasti di dalam lubuk hati terdalam mereka, sudah menerima kenyataan bahwa penggunaan teknologi informasi adalah keniscayaan.

Lucu selanjutnya, kebijakan itu ternyata membawa konsekuensi biaya bagi pengelola kapal, yang ujung-ujungnya bakal memberatkan konsumen/warga. Akan ada tambahan biaya Rp5.000 per penumpang untuk jasa aplikasi. Kata seorang pengelola kapal, jumlah penumpang kapal-kapal wisata itu akumulatif adalah 5.000-10.000 orang per bulan. Jika diambil angka moderat, maka Rp5.000 x 7.500 = Rp 37.500.000.

Angka yang lumayan untuk dinikmati pengelola aplikasi. Apakah aliran sanggar banyunya berhenti di situ? Hmm, mulai tercium aroma budaya di sini. Budaya k*rupsi. Angka tadi masih tetap lumayan semisal dibagi dua dengan katakanlah oknum anu. Lumayan, terutama di mata ente-ente yang pengangguran. Makanya te, ente deket-deket sama penguasa Samelow City, wkwkk.

Lucu berikutnya, pemberlakuan kebijakan ini tampak buru-buru sekali. Pengelola kapal diberi deadline tanggal 7 November 2022 lalu. Sementara teknis bagaimana penggunaan aplikasi itu (jika memang akan diterapkan), belum dijelaskan secara detail. Sosialisasi ke khalayak juga belum ada. Begitu kok mau dipaksakan jalan. Netizen pasti akan banyak memanen video keributan di dermaga antara calon penumpang dengan petugas.

Akhirul paragraf, saya berharap idola saya wali kota Samelow City memanggil hulubalangnya dalam urusan perhubungan. Ngopi-ngopi sembari introspeksi. Ajak pengelola kapal sekalian. Pikirkan kebaikan bersama, untuk warga, pengusaha, juga pemerintah sendiri. Apalagi belum lama ini pak wali kota Samelow City juga menggunakan kapal wisata itu untuk syuting dengan salah satu stesyen televisi nesyenel. Dan pak wali tampak bahagia di atas sana. Masa habis manis sepah dibuang?




Berita Lainnya