Kutai Timur
Pengetap BBM BBM Pertalite  Pengetap BBM Pertalite  BBM Langka  Polres Kutim 
2,3 Ton BBM Bersubsidi Ilegal Berhasil Diamankan Polres Kutim
SELASAR.CO, Sangatta - Kepolisian Resor (Polres) Kutai Timur (Kutim) berhasil mengamankan 2,3 ton Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite. BBM tersebut diamankan dari seorang pria berinisial MN (41) yang diduga akan menjualnya kembali secara ilegal.
Penangkapan MN berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai satu unit mobil merk Toyota Hilux No. Pol KT 8721 NO warna hitam yang menuju Manubar, yang mengangkut sebanyak 119 jerigen yang berisikan BBM Subsidi jenis pertalite sebanyak 2,3 ton.
Saat menggelar jumpa pers, di halaman Polres Kutim, Rabu (24/1/2023) Kasat Reskrim AKP Dimitri Mahendra Kartika mengatakan setelah menerima laporan, pihak kepolisian langsung melakukan penyelidikan guna memastikan kebenaran dugaan tersebut.
“Sesampainya di lokasi, tim melakukan pengejaran kendaraan melalui Jalan Poros Sangatta Bengalon (Pit.J) Desa Singa Gembara, Kecamatan Sangatta Utara. Selanjutnya Unit Tipidter berhasil menghentikan satu kendaraan merk Toyota Hilux No. Pol KT 8721 No warna hitam yang muatannya ditutup terpal yang dikendarai oleh seorang laki-laki dengan inisial MN,” jelas Kasat Reskrim AKP Dimitri Mahendra Kartika.
Berita Terkait
Selanjutnya tim melakukan pengecekan muatan kendaraan tersebut, dan menemukan adanya 119 jerigen yang berisikan BBM subsidi jenis pertalite dengan total 2,3 ton yang rencananya akan dijual ke Manubar.
“Kemudian tim mengamankan pelaku dan membawa barang bukti ke Mako Polres Kutim guna penyelidikan lebih lanjut,” ujar Mahendra.
Adapun modus operandi dalam kasus tersebut, pelaku melakukan aksinya dengan cara mengetap dan membeli BBM jenis pertalite di beberapa SPBU di Kota Sangatta seharga Rp10.000 per liter. “Kemudian BBM jenis pertalite tersebut rencananya akan dijual kembali ke manubar dengan harga Rp12.500 per liter sehingga mendapatkan keuntungan pribadi sebesar Rp2.500 per liter,” ungkapnya.
Selain itu berdasarkan pengakuan pelaku, ia melakukan aksi tersebut lantaran tidak memiliki pekerjaan tetap. “Pekerjaan tersebut sudah dilakukan selama kurang lebih 1 tahun,” kata Mahendra.
Untuk mepertanggungjawabkan perbuatannya, kini pelaku diancam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang dengan ancaman 6 tahun penjara.
Penulis: Bonar
Editor: Awan