Lingkungan

Perubahan Iklim dampak perubahan iklim di samarinda perubahan iklim di samarinda dialog perubahan iklim di samarinda 

Dialog Krisis Iklim dan Peluncuran Forum Puan Peduli Iklim di Samarinda



Dialog krisis iklim yang digelar oleh forum puan peduli iklim di Samarinda. (Selasar/yoghy)
Dialog krisis iklim yang digelar oleh forum puan peduli iklim di Samarinda. (Selasar/yoghy)

SELASAR.CO, Samarinda - City Centrum Samarinda menjadi saksi peluncuran Forum Puan Peduli Lingkungan yang diiringi dengan dialog krisis iklim. Acara yang digelar Puan Lestari ini menghadirkan berbagai narasumber yang memberikan pandangan mereka terkait isu perubahan iklim yang semakin mendesak.

Wahyuni Nadjar, Kepala Bidang Perekonomian, SDA, Infrastruktur dan Kewilayahan Bapperida Samarinda, menekankan bahwa perubahan iklim bukan hanya isu lokal. “Perubahan iklim ini sudah menjadi salah satu indikator kinerja utama pemerintahan daerah. Di tingkat dunia, peningkatan suhu bumi sudah mencapai 1 derajat setiap tahunnya. Mungkin terdengar kecil, tapi dampaknya signifikan. Seperti tubuh manusia, suhu 36 derajat masih sehat, tapi 37 derajat sudah perlu perhatian medis. Begitu juga dengan bumi kita,” jelasnya. Wahyuni menambahkan bahwa Samarinda telah memasukkan isu ini dalam dokumen perencanaan jangka panjang selama 20 tahun, dengan misi mewujudkan kota yang lebih asri, aman, dan berkelanjutan.

Beranjak dari perspektif perencanaan, Basuni, Kepala Bidang Tata Lingkungan dan Pertamanan DLH Samarinda, mengakui bahwa pemahaman tentang perubahan iklim di Samarinda masih baru. “Tantangan terbesar adalah memberikan pemahaman ke publik tentang apa itu perubahan iklim. Ada dua hal utama: mitigasi dan adaptasi. Generasi muda bisa berkontribusi dengan mengelola sampah dengan baik dan memanfaatkan pekarangan untuk tanaman produktif,” ujarnya.

Menyoroti aspek ruang terbuka hijau, Risky Aulia, inisiator Kawan Taman, menekankan pentingnya ruang terbuka hijau. “Idealnya, 30% dari luas wilayah kota harus menjadi ruang terbuka hijau. Namun, di Samarinda, hal ini belum terwujud. Setiap manusia membutuhkan tiga ruang: tempat beristirahat, tempat bekerja atau belajar, dan ruang untuk bersosialisasi. Taman kota adalah bentuk ideal dari ruang ketiga ini,” kata Risky. Ia berharap Kawan Taman dapat meningkatkan kesadaran dan kolaborasi untuk memperbaiki fasilitas taman kota.

Melengkapi pandangan tentang ekosistem urban, Dewienta Pramesuari, Community Mobilizer Cecur, menambahkan bahwa ekosistem urban juga perlu diperhatikan. “Ekosistem urban bisa terjaga dengan adanya ruang publik yang sehat. Salah satu indikatornya adalah tumbuhnya tanaman pakis, yang menunjukkan kualitas udara yang baik,” jelasnya.

Acara ini menjadi momentum penting bagi Samarinda untuk memperkuat komitmen dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatkan kualitas hidup warganya melalui berbagai inisiatif lingkungan.

Sementara itu Founder Puan Lestari, Hana Pertiwi berharap agar diaglog ini dapat semakin membuka ruang kolaborasi antar komunitas dan pemerintah dari instansi terkait isu krisis iklim. 

"Bersama kita dapat menangani krisis iklim, dan perempuan bisa menyadari peran pentingnya dalam memberikan edukasi ke generasi selanjutnya tentang gaya hidup baik untuk mewujudkan lingkungan yang Lestari," tegas Hana.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya