Ragam
DPRD Kaltim 
DPRD Kaltim Soroti Lemahnya Dukungan terhadap KPAD dalam RDP Bersama DP3A

SELASAR.CO, Samarinda - Komisi IV DPRD Kalimantan Timur menyoroti lemahnya dukungan terhadap Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar pada Senin, (21/7/2025). Rapat tersebut menghadirkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) serta KPAD Kaltim, dan berlangsung di Gedung E DPRD Kaltim.
Dalam pertemuan itu, DPRD menegaskan pentingnya komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Hal ini mencakup penguatan kelembagaan KPAD dan percepatan penurunan angka stunting di daerah.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, H. Baba, menyampaikan keprihatinannya terhadap tingginya angka stunting dan minimnya program nyata di lapangan. Ia menuntut penjelasan rinci mengenai program dan alokasi anggaran yang telah dilakukan dalam upaya menurunkan prevalensi stunting.
“Kami ingin tahu program-program apa saja yang sudah berjalan untuk menekan angka stunting. Jangan sampai masalah ini dibiarkan meningkat tanpa ada langkah nyata,” tegas Baba.
Berita Terkait
Senada dengan itu, Sekretaris Komisi IV, Darlis Pattalongi, menyoroti pentingnya peran aktif KPAD. Ia menekankan bahwa lembaga tersebut dibentuk berdasarkan ketentuan undang-undang, sehingga tidak boleh bersifat simbolis atau sekadar formalitas.
“KPAD dibentuk berdasarkan undang-undang, bukan inisiatif sukarela. Maka pembentukannya tidak boleh setengah hati. Pemerintah harus memastikan lembaga ini hadir dan berfungsi nyata di tengah masyarakat,” ujar Darlis.
Komisi IV juga mendorong agar masa jabatan komisioner KPAD dikembalikan ke ketentuan semula, yaitu lima tahun, disertai sistem remunerasi yang layak untuk menjamin kinerja dan independensi lembaga.
Sementara itu, Ketua KPAD Kaltim, Sumadi, mengungkapkan berbagai keterbatasan yang dihadapi lembaganya. Dari lima komisioner, hanya tiga yang masih aktif, dan seluruh kegiatan masih bergantung pada fasilitasi dari DP3A karena belum adanya alokasi anggaran mandiri.
“Dengan segala keterbatasan, kami tetap berupaya menjalankan fungsi pengawasan, penyusunan naskah akademik Raperda pekerja anak, hingga mediasi kasus kekerasan terhadap anak. Namun keterbatasan anggaran dan personel menjadi hambatan besar,” jelasnya.
Ia juga menyoroti lambatnya implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang menurutnya disebabkan oleh miskomunikasi antarpenegak hukum serta kurangnya sosialisasi di daerah.
Dari pihak DP3A, Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Syahrul Umar, menyampaikan bahwa pemerintah provinsi telah menganggarkan Rp656 juta untuk mendukung percepatan penurunan stunting pada tahun ini. Ia juga melaporkan penurunan angka stunting dari 23,9 persen pada 2022 menjadi 22,9 persen pada 2024.
“Kami juga mendukung penyusunan Raperda tentang pekerja anak. Selain itu, ada sejumlah program seperti Gerakan Anak Asuh Stunting (Genting), layanan remaja KesPro, hingga pengumpulan data kekerasan terhadap anak yang menunjukkan 662 kasus, dengan Samarinda sebagai daerah tertinggi,” ungkap Syahrul. (ADV/DPRDKALTIM)
Penulis: Redaksi Selasar
Editor: Awan