Ragam
kip kaltim 
Baznas Samarinda Tolak Buka Data Pengelolaan Zakat karena Komisioner Tinggal Satu Orang

SELASAR.CO, Samarinda – Sidang perdana penyelesaian sengketa informasi antara LSM Pokja 30 dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Samarinda akhirnya digelar di Kantor Komisi Informasi Publik Kalimantan Timur, Jalan Basuki Rahmat Samarinda, Kamis (10/10/2019).
Dalam sidang dengan nomor register 026/REG-PSI/KI-KALTIM/IX/2019, dipimpin oleh Ketua Majelis Muhammad Khaidir, dengan anggota Lilik Rukitasari dan Sencihan, beragendakan pemeriksaan awal. Hadir dalam sidang, Buyung Marajo dari Pokja 30, dan Rusfauzi Hamdi dari Baznas Samarinda.
Kasus sengketa informasi itu berawal ketika Pokja 30 bersurat ke Baznas Samarinda pada 24 Juni 2019, meminta informasi mengenai salinan data penerimaan dan distribusi zakat, serta salinan dokumen rancangan anggaran kegiatan dan struktur kepengurusan.
Sepuluh hari kerja tidak menerima balasan, surat kedua pun dikirimkan pada 8 Juli 2019. Tidak mendapatkan yang diinginkan hingga 30 hari kerja, perkara ini pun disengketakan ke KIP Kaltim pada 26 Agustus 2019.
Berita Terkait
Dalam sidang terbuka tersebut, Rusfauzi yang juga menjabat Wakil Ketua I Baznas Samarinda mengakui telah menerima surat-surat yang dikirimkan oleh Pokja 30. Namun tidak dibalas karena pihaknya menginginkan pemohon informasi datang langsung ke kantor Baznas. Rusfauzi berdalih ada hal yang menurut pihaknya tidak dapat dibuka untuk publik.
Fakta persidangan lainnya, Rusfauzi mengaku dirinya tinggal seorang diri dalam susunan Komisioner Baznas Samarinda dari 23 Mei 2018. Satu demi satu komisioner lembaga amil zakat plat merah yang seharusnya diisi oleh lima komisioner mengundurkan diri, menyisakan Rusfauzi yang membidangi bagian pengumpulan zakat. Sehingga dia mengaku awam tentang perkara yang dimohonkan Pokja 30.
Buyung Marajo, selaku pemohon dan menjadi Koordinator Pokja 30 mengungkapkan, tidak ada niatan buruk untuk mendiskreditkan Baznas Samarinda. Menurutnya, langkah yang dilakukannya untuk masyarakat dan kebaikan Baznas.
Baznas selaku lembaga resmi yang dibentuk oleh pemerintah untuk mengelola zakat, infaq, dan sedekah masyarakat, menurut Buyung memiliki peran penting sehingga pengelolaannya harus terbuka dan akuntabel.
“Apakah terbuka atau tidak ke masyarakat? Siapa sih yang menerima, adakah SOP-nya, adakah evaluasi dan monitoringnya? Nah ini yang kita inginkan. Jika ini terbuka maka ini menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap Baznas sendiri dan itu berdampak juga ke masyarakat,” urai Buyung.
Meski dalam persidangan kedua belah pihak menyepakati untuk dilakukan mediasi, Buyung berharap dapat mendapatkan informasi-informasi yang dimintanya sejak awal.
“Memang kebutuhannya Baznas Samarinda memberikan informasi yang kita minta, dan ini akan kita sosialisasikan ke masyarakat. Apa bentuknya, bisa saja masyarakat ke Pokja, atau kita publikasikan di media sosial resmi Pokja 30,” pungkas Buyung.
Rusfauzi Hamdi saat ditemui usai sidang mengungkapkan pihaknya berjanji akan memberi data-data yang diinginkan Pokja 30. “Sementara ini mungkin kami berpikir dulu, namun yang jelas nanti mudah-mudahan terbuka apa yang diminta oleh pemohon,” katanya.
Saat disinggung kenapa memberikan data sejak awal atau sekadar membalas surat Pokja 30, Rusfauzi mengungkapkan duduk perkara permasalahannya. “Saya ini kan cuma pengumpul zakat, jadi waka 1 itu pengumpul zakat, waka dua, ketiga, keempat itu sudah tidak ada, termasuk ketuanya. Problemnya sebenarnya di situ, kalau kami lengkap tidak mungkin demikian,” tambahnya lagi.
Rusfauzi mengaku sudah mengadukan kondisi tersebut ke Kemenag, Baznas Provinsi, hingga wali kota untuk melakukan pergantian antar waktu (PAW) dalam kepengurusan Baznas Samarinda. Namun kata komisioner yang masa jabatan berakhir tahun 2021 ini, tidak ada tanggapan dari pemangku kebijakan.
Muhammad Khaidir, ketua majelis dalam sidang sengketa informasi ini mengatakan, ada beberapa hal informasi yang tidak dapat dibuka untuk publik sebagaimana yang dijabarkan pada Pasal 17 UU 14/2008. Di antaranya jika informasi itu sedang dalam proses penyidikan aparat penegak hukum, mengenai hak atas kekayaan intelektual, dan informasi personal seperti nomer telepon dan alamat.
“Kalau masih ada badan publik yang menyangkut anggaran itu informasi tertutup, apalagi anggaran itu berasal dari APBD, APBN, sumbangan masyarakat atau luar negeri, ada yang menyatakan itu tertutup itu salah,” pungkas Khaidir. (ftr)
Penulis: Fathur
Editor: Er Riyadi