Utama

Perwali Lintasan Angkutan Barang gunung manggah Dishub Samarinda Herdiansyah Hamzah Castro 

Perwali Lintasan Angkutan Barang Tak Beri Efek Jera



Truk melintas di Jalan Otto Iskandardinata, Sungai Dama
Truk melintas di Jalan Otto Iskandardinata, Sungai Dama

SELASAR.CO, Samarinda – Kendaraan angkutan barang, terutama yang memiliki dimensi lebih dari 2,1 meter tengah menjadi perhatian. Masyarakat ramai bersuara agar ‘monster’ jalanan tidak melintas di dalam kota pada waktu tertentu, menyusul tragedi maut di Gunung Manggah Jalan Otto Iskandardinata (Otista), Kelurahan Sungai Dama belum lama ini.

Pemkot Samarinda melalui Dinas Perhubungan memperketat penjagaan kendaraan yang melintas dengan menempatkan sejumlah personel di Jalan Otista. “Personel kita berjaga dari pagi sampai sore. Namun perlu dicatat tugas Dishub di sini hanya menghalau kendaraan roda sepuluh melintas di daerah tersebut,” kata Hari Prabowo, Kabid Lalu Lintas Jalan (LLJ) Dishub Samarinda, Kamis (13/2/2020) kemarin.

Dia melanjutkan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk menindak ketika ada kendaraan besar yang melintas. Hal yang bisa dilakukan oleh pihaknya hanya berupa pembinaan dan sosialisasi aturan yang telah ditetapkan.

Diketahui aturan yang mengatur lalu lintas kendaraan besar adalah Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 40 Tahun 2011 tentang Lintasan Angkutan Barang dalam Wilayah Kota Samarinda. Perwali tersebut mencabut Keputusan Wali Kota Samarinda Nomor 05 Tahun 2000 tentang Penetapan Lintasan Kendaraan Barang dalam Wilayah Kota dan Keputusan Wali Kota Nomor: 168/HK-KS/2005 tentang Kendaraan Pengangkut Peti Kemas dalam Wilayah Kota Samarinda. Disebutkan jalan di luar jalan arteri diperbolehkan dilintasi oleh kendaraan angkutan barang dari jam 10 malam sampai 6 pagi.

Namun, di balik regulasi tersebut masih menyisakan dilema. Perwali itu tidak memberi efek jera bagi pengendara yang melanggar, pasalnya tidak ada sanksi yang jelas. Hal ini kemudian dikritik oleh pengamat hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah. Ia menganggap perwali tersebut tak ubahnya sekadar aturan administratif.

“Jadi perwali tersebut hanya sebatas mengatur hal-hal yang tidak boleh dilakukan atau verbod,” ujar pengamat juga aktivis yang akrab disapa Castro ini.

Kendati perwali tidak mengatur sanksi, kata Castro, pemkot bisa menggunakan diskresi atau memutuskan untuk menjatuhkan sanksi administratif bagi pelanggar. Namun, menurutnya akan lebih baik jika sanksi tersebut diatur lebih jelas karena menyangkut efek jera. “Dan itu lebih baik lagi kalau diatur melalui perda, bukan perwali,” imbuhnya.

Castro melanjutkan, tidak tepat jika Dishub menganggap tidak memiliki wewenang melakukan penindakan. Pasalnya, Dinas Perhubungan-lah yang didelegasikan oleh wali kota melalui perwali tersebut sebagaimana disebutkan pada Pasal 11.

 “Dishub punya kewenangan mengawasi dan mengendalikan, meskipun terkait penegakan hukumnya mesti berkoordinasi dengan kepolisian,” jelasnya.

Lebih lanjut, Castro menegaskan, persoalan lintasan angkutan barang bukan semata tentang aturan. Tapi juga masalah komitmen pemerintah dan penegak hukum menjalankan perwali tersebut.

“Selama ini problemnya kan pengawasan tidak berjalan dengan baik. Cenderung berjalan sesaat hanya ketika ada kasus macam di Gunung Manggah itu,” pungkas Castro.

 

Penulis: Fathur
Editor: Awan

Berita Lainnya