Utama

WFH OJK Kaltim Industri Jasa Keuangan 

Ini Syarat Penerima Kelonggaran Pembayaran Cicilan hingga 1 Tahun



Ilustrasi pemberian kredit. (DOK/RADAR GRESIK/Jawapos)
Ilustrasi pemberian kredit. (DOK/RADAR GRESIK/Jawapos)

SELASAR.CO, Samarinda - Dampak penyebaran virus corona mulai terasa bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah. Banyaknya instansi yang menerapkan kerja dari rumah atau work from home (WFH), membuat pekerja harian mulai kehilangan pendapatan. Oleh karena itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan berbagai kemudahan kepada sejumlah sektor usaha dan masyarakat yang terkena dampak wabah virus corona (Covid-19).

Kemudahan ini diberikan Kepala Negara setelah mendengar berbagai keluhan dari kalangan pelaku usaha, mulai dari pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), hingga tukang ojek dan sopir taksi. Sebelumnya, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sudah memberikan kelonggaran kepada debitur perbankan.

"Keluhan yang saya dengar dari tukang ojek, sopir taksi, yang sedang memiliki kredit motor atau mobil atau nelayan yang memiliki kredit," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Istana Merdeka, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/3/2020).

Bagi para tukang ojek, sopir taksi, maupun nelayan yang saat ini memiliki cicilan kredit, Jokowi mengatakan, diputuskan bahwa pembayaran bunga atau angsuran akan diberikan kelonggaran selama 1 tahun ke depan.


TEKNIS PENGAJUAN RESTRUKTURISASI KREDIT

Terpisah, Kepala OJK Kaltim Made Yoga Sudharma mengatakan, pemberian stimulus ini tertuang dalam Peraturan OJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease.

"Sebagaimana arahan Presiden, OJK sudah menyampaikan dan menerbitkan POJK yang berkaitan dengan stimulus perekonomian nasional dengan kebijakan countercyclical dampak penyebaran Covid-19. Isi regulasi ini mencakup beberapa hal baik perbankan maupun perusahaan pembiayaan. Untuk perbankan, OJK mengemasnya dalam krangka Restrukturisasi kredit atau pembiayaan," ujarnya saat dihubungi SELASAR, Kamis (26/3/2020).

Kepala OJK Kaltim yang baru saja dilantik Januari lalu ini menambahkan, secara umum restrukturisasi diprioritaskan terutama untuk masyarakat yang terdampak Covid-19. Terutama untuk kredit-kredit dan leasing yang dilakukan oleh/atau penerima kredit UMKM dengan penghasilan harian, seperti pekerja informal, KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dengan tipe tertentu dan driver transportasi online.

"Terkait pidato Presiden soal rakyat kecil diberikan kelonggaran 1 tahun, rakyat kecil yang dimaksud Bapak Presiden adalah bagi pekerja-pekerja informal.

Jadi misalkan pekerja informal memiliki tagihan kepemilikan rumah, itu menjadi perhatian. Atau pengusaha warung, warungnya harus tutup karena ada kebijakan WFH. Hal seperti itulah yang menjadi perhatian.

Dijelaskannya, kebijakan Restrukturisasi ini tidak diperuntukkan untuk pegawai berpenghasilan tetap, meski memiliki KPR. Pihak perbankan akan terlebih dahulu akan melihat case by case kredit, sehingga masyarakat diminta juga untuk memahami dan mengukur apakah memang permohonan restrukturisasi bisa dilakukan oleh perbankan atau leasing.

"Bagi debitur yang merasa usahanya saat ini memang terdampak penyebaran virus Covid-19, diharapkan segera menghubungi perusahaan jasa keuangan yang bekerja sama dengan debitur untuk mendiskusikan kondisinya," tutur Made Yoga.


PERATURAN OJK 11 TIDAK MENGATUR SANKSI BAGI IJK

Dijelaskan Kepala OJK Kaltim, dalam Peraturan OJK (POJK) 11, tidak mengatur terkait sanksi bagi IJK (Industri Jasa Keuangan) yang tidak melakukan restrukturisasi kredit ini. Dia pun menegaskan bahwa yang diatur dalam POJK adalah terkait restrukturisasi kredit. Bagaimana skema restrukturisasi kredit tersebut, telah ditentukan pada POJK 11.

"Kata penundaan/kelonggaran sesuai pidato Presiden merupakan bahasa yang mudah dicerna masyarakat umum. Coba bayangkan kalau Presiden menggunakan istilah restrukturisasi kredit. Sasaran dari POJK stimulus adalah masyarakat menengah ke bawah. Dikhawatirkan mereka tidak mengerti dengan istilah restrukturisasi kredit," terangnya.

Dengan adanya penundaan atau kelonggaran kredit tidak menghilangkan kewajiban pada debitur untuk melakukan pembayaran, namun sebatas pemberian kemudahan. Dia mencontohkan, pada kondisi biasa, debitur mempunyai kewajiban sebesar Rp1 juta per bulan. Karena pengaruh Covid-19, usaha menurun. Setelah dilakukan perhitungan ulang, debitur hanya mampu membayar Rp500 ribu per bulan.

"Terkait masa restrukturisasi selama 1 tahun, itu adalah jangka waktu maksimal. Jangka waktu restrukturisasi diserahkan kepada penilaian bank. Bisa dalam jangka waktu 3,6 dan 9 bulan tapi maksimal 1 tahun," terangnya.

Adapun bagi debitur yang tidak terdampak atau masih dapat menjalankan usahanya dan masih memiliki kemampuan keuangan untuk mengangsur, diharapkan untuk tetap dapat memenuhi kewajibannya.


TIDAK SEMUA DEBITUR AKAN TERIMA RESTRUKTURISASI

Setiap bank tentu memiliki assessment terhadap debiturnya masing-masing. Data inilah kemudian yang akan menjadi dasar penentuan seseorang bisa mengajukan restrukturisasi atau tidak.

Karena tidak semua debitur akan mendapatkan restrukturisasi, ini yang akan menjadi perhatian dari bank. Bank harus memiliki pedoman untuk menjelaskan kriteria debitur yang ditetapkan terkena dampak Covid-19 dan akan menentukan restrukturisasi seperti apa yang bisa diberikan.

Made Yoga Sudharma menjelaskan, bahwa usaha perbankan merupakan usaha intermediasi. Bagi yang kelebihan dana, menempatkan dananya dalam bentuk simpanan di bank. Bagi yang kekurangan dana, meminjam melalui bank dalam bentuk kredit. Bank memperoleh bunga dari kredit yang disalurkan dan selanjutnya memberikan bunga bagi yang menempatkan simpanan di bank tersebut.

"Likuiditas perbankan secara sederhana dapat dijelaskan demikian. Dengan penjelasan sederhana tersebut, kita harus sama-sama menyadari bahwa kredit yang diberikan oleh Industri Jasa Keuangan (IJK) kepada debitur berasal dari dana masyarakat yang pada saatnya juga harus dikembalikan. Apabila IJK tidak bisa mengembalikan dana masyarakat, maka kepercayaan masyarakat terhadap IJK tersebut menurun, dan dapat menyebabkan masalah yg lebih besar lagi," pungkas ujar Made Yoga Sudharma.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya