Utama

omnibus-law  dbh-kaltim  royalti-tambang  uu-ciptaker  uu-cipta-kerja  jatam 

Royalti Tambang Berpotensi Turun akibat Omnibus Law, Isran: Saya Tidak Terlalu Paham



Gubernur Kaltim, Isran Noor
Gubernur Kaltim, Isran Noor

SELASAR.CO, Samarinda - Potensi penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima Kaltim dari royalti tambang berpotensi menurun. Hal ini akibat Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang salah satu pasalnya menguntungkan pengusaha tambang batu bara karena dapat memperoleh insentif bebas bayar royalty, apabila melakukan peningkatan nilai tambah produksinya.

Hal itu tercantum dalam Pasal 39 Omnibus Law Ciptaker. Pemerintah mengubah sejumlah ketentuan dalam Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2020, salah satunya dengan menyisipkan Pasal 128A.

Sesuai Pasal 128A(1), pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah batu bara dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara. Pada ayat berikutnya, pemerintah memperjelas maksud perlakuan tertentu itu.

"Pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan peningkatan nilai tambah batu bara dapat berupa pengenaan royalti sebesar 0 persen (nol persen)," tulis Pasal 128A(2) yang tercantum dalam Pasal 39 Poin 1 Omnibus Law Ciptaker.

Ditanya terkait kemungkinan adanya penurunan DBH ini, Gubernur Kaltim, Isran Noor mengaku belum memahami sepenuhnya perihal tersebut. "Itu yang saya tidak terlalu paham, rasanya engga lah sampai dihapus (DBH)," ujar Isran saat ditemui awak media hari ini, Rabu (21/10/2020) di Hotel Mercure Samarinda.

Mantan Bupati Kutai Timur ini pun beranggapan sistem yang diterapkan dalam regulasi yang baru berbeda dengan sebelumnya.

"Karena sistemnya kan beda, nanti kan soal perizinan kemudian kewenangan, dan statusnya pun berbeda. Mungkin kalau dihitung status yang lama seolah-olah hilang royaltinya. Tapi kan ada kebijakan lain yang menutupi atau menggantikan itu," jelasnya.

Sebelumnya, dikatakan Koordinator Jaringan advokasi tambang (Jatam) Nasional, Merah Johansyah, ada dua daerah di Kaltim yang akan paling terdampak aturan baru ini. Dua kabupaten itu adalah Kabupaten Kutim dan Kukar. "Karena merupakan zona pengerukan (batu bara) utama,” ujar Merah, pada hari ini, Selasa (20/10/2020). “Begitu juga Kalsel, Sumsel, dan bahkan Papua. Sementara laju pengerukan dan eksploitasi gas terus, tak mengecil, tanpa rem,” sebutnya.

Meski penurunan DBH ini tidak terjadi 100 persen, namun diperkirakan akan ada penurunan jumlah yang cukup besar.

“Royalti ini nantinya tergantung pengajuan, nantinya perusahaan yang punya hilirisasi bisa mengajukan untuk mendapatkan insentif untuk tidak menyetorkan royalti hingga nol persen. Kalau (DBH) sampai sama hilang sama sekali mungkin tidak, artinya kalau perusahaan tidak punya hilirisasi tidak bisa mengajukan insentif,” jelasnya.

Meski tidak semua perusahaan tambang di Kaltim akan memperoleh kelonggaran tersebut, Merah menyebutkan saat ini perusahaan-perusahaan batu bara skala besar di Kaltim tengah membangun program hilirisasinya.

“Itu menguntungkan sekali perusahaan-perusahaan batu bara besar yang sedang membuat proyek hilirisasi. Seperti KPC, karena dia membuat gasifikasi di Bengalon (coal to methanol), belum lagi proyek strategis nasional yang lain,” terang Merah.

Seperti diketahui, sumber utama DBH Kaltim saat ini adalah dari royalti, yang total nilainya cukup besar yaitu Rp 9 triliun. “Artinya DBH Kaltim yang Rp 9 triliun itu akan berkurang, meski tidak hilang, namun ada potensi penurunan drastis. Sementara laju eksploitasi tidak berkurang,” pungkasnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya