Opini
Pilkada serentak pilkada kaltim Pilkada 2020 
Menduga-duga Misteri Vilkada di Samarinda
Terlepas dari pro dan kontra pelaksanaan pilkada secara serentak, selalu ada hal menarik dari hajat demokrasi ini. Tak kecuali pelaksanaan (kalau jadi) pilkada di tengah pandemi Covid-19 kali ini.
Oleh: Abdul Wakhid
Selama menjalani laku rantau di tanah seberang, hampir dipastikan tak sekalipun saya terlibat dalam hiruk pikuk kemeriahan yang katanya pesta demokrasi itu, khususnya di tanah kelahiran saya. Jarak yang jauh dari tanah kelahiran, Jawa, tak memungkinkan saya menggunakan hak pilih, meskipun punya hak pilih belum tentu juga saya memilih hehehe.
Berita Terkait
Sebagai pekerja seni olah visual kasta terendah, hal paling menarik dari pergelaran pemilu, tentu pada bagaimana kemeriahan pemilu itu diterjemahkan dalam wujud visual. Bagaimana wujud visual tersebut?
WUJUD 1
Hal paling umum tentu saja kita tak asing dengan tampilan visual kontestan pilkada (vilkada) yang bisa dipastikan menggunakan “template” yang sama. Sama-sama kurang menariknya, hehehe. Dua orang berpasangan, paling umum adalah ganda putra berpeci dengan jas kebesaran, nomor urut pemilihan dan latar belakang warna partai pendukungnya.
Oiya, senyum yang tertata rapi juga tidak lupa dimunculkan. Belum pernah sekalipun saya dapati pasangan calon yang sengaja pasang muka jelek atau cemberut atau tertawa terbahak-bahak dipasang di sepanjang jalan untuk menarik simpati warga. Meskipun sempat ada yang agak beda dengan mengedit calon yang ikut pemilu dengan perawakan super hero, tetap saja wajah yang dimunculkan pasti dengan senyuman yang tertata.
Banyaknya jumlah poster, spanduk, baliho atau media promosi visual lainnya selama masa kampanye yang hampir menutupi seluruh wilayah pemilihan dengan wajah calon kontestan dengan template yang sama, terus terang cukup meneror saya sebagai warga negara. Kesehatan mental dan visual saya diuji dalam kondisi seperti ini. Belum lagi ditambah jargon dan janji-janji yang belum tentu ditepati.
Tak seperti iklan sabun mandi, klinik kecantikan, produk bedak bayi atau produk lain yang sering menampilkan wajah cerah cantik menawan. Wajah ganda putra maupun ganda campuran peserta pemilu yang ada di sepanjang jalan tak sedikit pun membuat saya tenang, meskipun sama-sama terpampang dengan senyuman.
Model kampanye seperti ini tampaknya harus lebih diperhatikan KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk dibuatkan peraturan baru yang bisa menyelamatkan dan meningkatkan martabat setiap pasangan. Yang paling utama tentu saja untuk menyelamatkan kesehatan mental maupun visual warga sebagai calon potensial pemilihnya. Tugas ini tidak mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. Kelak kita akan mendapati satu cara mengkampanyekan paslon dengan cara yang lebih elegan secara visual.
Apakah perlu para calon kontestan dipermak sebagaimana iklan luar ruang produk komersil yang biasa kita lihat di jalanan? Jika itu memang sebuah ide bagus dan untuk kemajuan mengapa tidak? Apalagi biaya untuk membuat iklan pasangan agar lebih menarik dan bagus tentu tak lebih mahal dari biaya yang dikeluarkan kontentan peserta pemilu yang entah berapa banyak bilangan rupiahnya itu.
Libatkan juga konten kreator lokal (khusus pilkada) untuk membantu memoles calon yang kebetulan berada di sebuah daerah. Hal ini tentu saja untuk mendekatkan pembuat konten dan kontestan dengan harapan mereka lebih memahami persoalan daerahnya. Sehingga kampanye tak sebatas seberapa besar spanduk yang bisa dipajang di jalan-jalan tetapi seberapa besar keberpihakan terhadap masalah yang harus diselesaikan.
WUJUD 2
Tak cukup dengan wajah pasangan, jargon dan juga nomor urut pemilihan. Template kedua dari tampilan visual selama pemilu yang paling umum adalah penampilan program-program unggulan yang juga dipasang di jalan-jalan. Harapannya tentu saja untuk menarik minat calon pemilih agar lebih jelas dan paham tentang program yang ingin dijalankan.
Apakah selalu berbanding lurus pemasangan program di jalanan dengan ketertarikan pemilih? Masih bisa diperdebatkan. Yang tidak bisa diperdebatkan adalah apabila banyaknya program yang dimunculkan dan dipasang di pinggir jalan, mengganggu kenyamanan warga.
Pemilihan jenis font yang buruk, penggunaan warna yang melebihi kemampuan mata untuk cepat mencerna pesan, gaya bahasa yang tidak mudah dipahami, visual wujud program yang mengawang-awang bagi warga, adalah sedikit hal dari banyaknya pekerjaan rumah tim kampanye untuk lebih jeli memaparkan program dan menyampaikan pesan secara lebih singkat padat dan mengena.
Sebagus apapun program ketika dibuat rumit penyampaiannya dan tidak mengindahkan kaidah estetika seni olah visual tentu tidak banyak menarik perhatian, kecuali pasangan calon dan tim pendukungnya. Sementara dalam kontestasi pemilu bukan hanya tim sukses saja yang diharapkan memilih calon yang diusung tetapi semua warga.
Bagaimana mengatasi hal ini? Konsultan kampanye paslon pasti memiliki cara yang lebih baik daripada hanya memasang wajah paslon, tim sukses beserta program-programnya. Pelibatan ahli olah visual menjadi penting dalam hal ini, selain itu pembuatan tagline maupun jargon-jargon juga tak bisa diabaikan. Mungkin itulah salah satu perbedaan yang paling mencolok antara agensi iklan produk kecantikan dan tim sukses pemenangan.
Apakah KPU (baik pusat maupun daerah) memiliki kekuatan untuk mengantarkan pesan ini secara baik? Tentu bisa, dengan kewenangan yang besar tentu tidak susah untuk membuat peraturan. Beberapa sudah bagus aturan yang dibuat tetapi masih perlu diperkuat terutama pada bagian olah visual.
Meskipun mungkin secara khusus belum ada peraturan tentang hal ini, kabar baiknya sudah ada beberapa daerah di Indonesia yang paslonnya memiliki tim sukses yang sadar branding, dan itu banyak sekali membantu memoles citra pasangan. Bagaimana dengan daerah lainnya? Silakan berikan penilaian otentik masing-masing.
Penulis, Abdul Wakhid
WUJUD 3
Bagaimana kondisi visual per-kampanye-an di tempat saya mendapatkan “naturalisasi”? Samarinda memiliki potensi sangat besar untuk menjadi kota lebih maju, sama besarnya dengan persoalan yang dihadapi.
Secara umum, visual paslon masih menggunakan rumus dan template yang sama (wujud 1 dan wujud 2). Untuk sebuah perkenalan masih cukup wajar, terutama bagi warga perantau yang telah dinaturalisasi seperti saya.
Menariknya, ada satu baliho besar yang terpampang dengan pesan singkat berima, visual dominan hitam minimalis seperti lazimnya iklan sebuah produk rokok. Tidak ada nomor pasangan, wajah kontestan, dan jargon yang umumnya mudah ditemukan di beberapa promosi paslon, hanya tagar dengan kalimat yang masih sangat umum. Salah satunya: #DiusungRakyatPastiKuat. Bisa jadi baliho itu milik paslon yang tidak didukung partai. Siapa itu? Paslon independen.
Menduga visual tersebut sebagai iklan rokok sepertinya jauh dari prediksi. Apa iya nanti bakal ada produk rokok baru bernama “Pilkada” untuk melengkapi khazanah nama-nama rokok legendaris yang sudah ada sebelumnya di Nusantara? Kalau benar ada rokok bernama Pilkada apa kira-kira tagline yang cocok? Masak iya tagline-nya “Sebats Dulu Pilkada, Sebelum Coblos Pilihan Anda” atau “Pilkada, Rokoknya Pemilih Indonesia” dll. Pikiran saya mulai dikacaukan melihat visual iklan misterius tersebut.
Atau jangan-jangan produk kecantikan yang mencoba mengasosiasikan “Jalan Terang, Warga Tenang” dengan kepercayaan diri jika wajah cerah bisa membuat orang sekitar penuh perhatian? Hmmm…dugaan ini agak liar meskipun tidak mustahil bisa benar.
Produk lampu? Bisa jadi! Mungkin harapannya setelah Pilkada selesai produk lampunya terpakai untuk menerangi jalan di Samarinda yang memang masih banyak gelapnya dan rawan membuat khawatir warga, belum lagi banyaknya jebakan lobang di jalanan, hmmm…
Siapapun yang membuatnya, ini tentu sebuah langkah yang menarik sebab visual tersebut termasuk baru dalam kontestasi pilkada yang pernah ada terutama di kota Samarinda. Kalau benar iklan dari salah satu paslon, tampaknya timses paslon lain harus bekerja keras untuk membuat lebih baik lagi.
“Jalan Terang Warga Tenang” secara tidak langsung menjadikan Pilkada di Samarinda kali ini berada di tingkat yang lain, menarik untuk diikuti.
Terlepas saya tertarik atau tidak dengan Pilkada kali ini, apakah tulisan panjang ini sudah membuat saya pantas sebagai buzzer? 😄😄😄
Penulis adalah pekerja seni olah visual di Samarinda
Editor: Awan