Utama
Banjir di Berau Banjir Berau Sungai Kelay  Sungai Segah meluap PT Rantaupanjang Utama Bhakti 
Pemerintah Disebut Sembunyi, Ini Fakta-Fakta di Balik Banjir Besar di Berau
SELASAR.CO, Samarinda - Hujan deras yang melanda Kabupaten Berau sejak 12 Mei lalu, membuat Sungai Kelay dan Sungai Segah meluap. Akibatnya, jalan kampung Bena Baru terputus, dan rumah-rumah warga terendam banjir. Luapan Sungai Kelay itu merembes hingga tanggul tambang batu bara milik PT Rantaupanjang Utama Bhakti (RUB). Tanggul pun jebol pada Minggu, 16 Mei 2021 lalu. Jebolnya tanggul batu bara PT RUB ikut memperparah kerusakan yang ada, terutama bagi warga di kampung Bena Baru.
Bencana banjir ini adalah yang terbesar dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau, sebanyak 2.308 KK yang terdampak dari banjir yang terjadi bersamaan dengan momen Idulfitri 1442 H. Meluapnya Sungai Kelai serta Sungai Segah oleh pemerintah Kabupaten Berau disebut-sebut sebagai banjir tahunan yang kerap dialami warga.
Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang mengatakan bahwa pemerintah tampak bersembunyi di balik narasi fenomena alam yang normal dan terjadi sepanjang tahun, tetapi abai dengan sejumlah fakta penting ihwal kerusakan bentang alam, terutama alih fungsi lahan menjadi konsesi tambang batu bara di kawasan hulu, serta sepanjang daerah aliran sungai. Terdapat beberapa fakta temuan Jatam Kaltim terkait banjir di Berau.
“Dari total 94 konsesi tambang batu bara (93 IUP dan 1 PKP2B) yang diterbitkan oleh pemerintah di Kabupaten Berau, terdapat 20 konsesi tambang batu bara yang berada di sisi Sungai Segah dan Sungai Kelai. Dari jumlah tersebut, 7 konsesi tambang di antaranya berada di hulu Sungai Kelai. "Jatam Kaltim menduga bahwa praktik penambangan di hulu Sungai Kelai dan Sungai Segah menjadi biang kerok pemicu banjir yang terjadi beberapa tahun ini di Kabupaten Berau,” ujar Rupang.
Berita Terkait
Selain itu dari total 94 izin tambang di Berau, terdapat 16 perusahaan tambang yang telah melakukan penambangan. Daya rusaknya pun sudah sangat parah, apalagi jika seluruh perusahaan tambang itu beroperasi.
Rupang pun menjelaskan, bahwa sepanjang tahun 2020 hingga 2021, terdapat 11 lokasi tambang ilegal yang beroperasi di Kabupaten Berau, semua terkonsentrasi di 3 kecamatan, yakni Kecamatan Tanjung Redeb, Teluk Bayur, dan Kecamatan Gunung Tabur.
Sementara itu, Jatam juga menemukan bahwa tepi lubang tambang Rantaupanjang Utama Bhakti (RUB) yaitu perusahaan yang tanggul tambangnya jebol, hanya berjarak kurang lebih 400 meter dari Sungai Kelai.
“Dengan demikian, PT RUB diduga telah melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan atau/ Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara yang mensyaratkan batas minimal jarak adalah 500 meter. Tidak hanya PT RUB, sebagian besar konsesi-konsesi tambang yang diterbitkan pemerintah telah melanggar Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kaltim No 1 tahun 2016 yang menyatakan jarak minimal tambang dengan pemukiman adalah 1 KM,” jelasnya.
Bukan hanya tambang batu bara, alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit skala besar di wilayah hulu sungai disebut Jatam juga menjadi penyebab banjir bandang yang terjadi pada tanggal 12 Mei kemarin.
Atas fakta-fakta di atas, Jatam Kaltim mendesak kepada pemerintah agar segera melakukan audit lingkungan secara menyeluruh terhadap semua perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Berau. Selama proses audit berlangsung, bekukan seluruh aktivitas tambang.
“Lakukan langkah penegakan hukum yang tegas dan terbuka atas perusahaan tambang yang bermasalah, dan segera pulihkan seluruh kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas tambang batu bara di Kabupaten Berau,” tegas Rupang.
Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan