Kutai Timur

Basti Sanggalangi DPRD Kutim Raperda Ketenagakerjaan 

Tak Ingin Tenaga Kerja Lokal Jadi Penonton, DPRD Kutim Kebut Raperda Ketenagakerjaan



Anggota DPRD Kutim asal Fraksi Amanat Keadilan Berkarya (AKB), Basti Sanggalangi.
Anggota DPRD Kutim asal Fraksi Amanat Keadilan Berkarya (AKB), Basti Sanggalangi.

SELASAR.CO, Sangatta - Usai ditetapkan sebagai ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Inisiatif Dewan tentang Ketenagakerjaan, anggota DPRD Kutim asal Fraksi Amanat Keadilan Berkarya (AKB), Basti Sanggalangi, menargetkan raperda tersebut harus selesai dalam waktu satu bulan.

Pasalnya, keberadaan Raperda Ketenagakerjaan tersebut dinilai sangat urgent. Terlebih beberapa bulan ke depan akan ada beberapa perusahaan besar yang mulai beroperasi di Kutim dan sistem penerimaan tenaga kerjanya harus lebih mengutamakan tenaga kerja lokal.

“Jangan sampai lagi nanti sistem penerimaan tenaga kerja orang luar yang diutamakan. Sementara kerja lokal kita yang ada di sini menjadi penonton. Sehingga perda ini harus selesai dalam satu bulan,” ucap Basti Sanggalangi, ditemui usai rapat Pansus, Senin (21/6/2021).

Dijelaskannya, mengapa pihaknya membuat Raperda Ketenagakerjaan tersebut, dikarenakan selama ini ada ratusan perusahaan, baik yang bergerak di pertambangan batu bara maupun perkebunan, selalu ada konfilik yang muncul antara pekerja dan pengusaha. Untuk itu, pihaknya berinisiatif membuat raperda tersebut dengan harapan masalah ketenagakerjaan tidak ada lagi di Kabupaten Kutai Timur di kemudian hari.

“Dengan adanya raperda ini, nantinya akan kita sosialisasikan ke pengusaha, hingga ke para pekerja. Agar hal ini bisa menjadi tolok ukur peraturan yang ada di Kutim. Jangan sampai lagi nanti ada muncul pendapat yang lain. Padahal sebelumnya sudah diatur dalam Perda yang tidak bertentangan dengan UU Cipta Kerja atau Omnibuslaw,” jelasnya.

Karena itu, pihaknya berharap agar raperda bisa berjalan lancar dan apa yang diinginkan sejumlah serikat pekerja maupun pengusaha, tidak menjadi persoalan.

“Poin-poin raperda ini nantinya adalah bagaimana agar sistem rekrutmen tenaga kerja jika memungkinkan dan tidak melanggar UU di atasnya. Paling tidak 80 persen tenaga kerja lokal (Kutim), dan 20 persen dari luar,” imbuhnya.

Selain itu, setiap perusahaan baik yang bergerak di pertambangan batu bara dan perkebunan harus memiliki kantor di Kutim (Sangatta). “Kalau mereka datang berinvestasi di Kutim, paling tidak mereka wajib punya kantor. Sehingga lebih memudahkan komunikasi baik dengan pemerintah maupun dengan para pekerjanya,” bebernya.

Lebih lanjut, kemudian dalam raperda tersebut nantinya bagaimana agar seluruh sistem penerimaan tenaga kerja melalui Dinas Tenaga Kerja. “Karena itu tupoksi mereka, seperti proses lamaran kerja harus melalui Disnaker secara administrasi, setelah itu barulah dikirim ke perusahaan,” tutupnya.

Penulis: Bonar
Editor: Awan

Berita Lainnya