Utama

tol balsam Tol Balikpapan Samarinda Peresmian Tol Balsam Ganti Rugi Lahan 

Peresmian Tol Balsam Seksi I dan V Ditunda karena Warga Tuntut Ganti Rugi Lahan



Gerbang Tol Samboja, Tol Balsam.
Gerbang Tol Samboja, Tol Balsam.

SELASAR.CO, Samarinda - Saat ini progres pembangunan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda Seksi I & V telah mencapai progres 100 persen dan siap dioperasikan. Jalan Tol Balikpapan-Samarinda dengan panjang total 99,55 km ini merupakan jalan tol pertama di ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, serta menjadi salah satu infrastruktur pendukung menuju Pelabuhan Semayang di Balikpapan dan Pelabuhan Samarinda.

Nantinya, keberadaan jalan tol ini akan memangkas waktu tempuh perjalanan Balikpapan ke Samarinda atau sebaliknya dari 3 sampai 4 jam menjadi 1,5 sampai 2 jam. Awalnya dua seksi tol Balsam yang berada di kawasan Balikpapan dan Kukar ini dikabarkan akan diresmikan Selasa (17/8/2021). Namun rencana peresmian dua seksi tol Balsam itu ditunda.

Dikonfirmasi terkait kabar ini, Wakil Gubernur Kaltim, Hadi Mulyadi menyebut bahwa penundaan ini terjadi karena adanya warga setempat yang menuntut ganti rugi lahan jalan tol.

"Itu kan yang mengurus pembayaran BBPJN. Sudah diserahkan ke pengadilan, jadi tergantung keputusan pengadilan tapi mereka tidak mau (menerima uang ganti rugi)," ujar Hadi.

Dalam kasus ini Hadi menilai harus ada sikap berkorban yang ditunjukkan, sehingga kesepakatan bisa tercapai.

"Pemerintah pusat tetap memberikan ganti rugi tapi mungkin tidak sesuai dengan yang mereka mau, karena memang itu adalah tanah negara. Yang harus dibayar ini sebenarnya biaya tanam tumbuh, ini kan nilainya relatif," ungkapnya.

"Intinya kita tetap ingin memberikan ganti rugi, tapi jika besarannya tidak cocok itulah pengorbanan di situ untuk bangsa," tambah Wagub.

Sementara itu, dijelaskan oleh Seno Aji, Wakil Ketua DPRD Kaltim, memang beberapa waktu lalu pernah ada 42 orang warga yang datang kepada dirinya untuk melaporkan terkait proses ganti rugi. Untuk dana biaya ganti tanam tumbuh pun sebenarnya telah dianggarkan sebesar Rp 68 miliar. Tanaman di lahan tersebut dihargai Rp 200 ribu per meter persegi.

"Untuk tanam tumbuh sudah diganti, tapi mereka meminta agar tanahnya diganti juga. Cuma perlu diketahui apakah mereka melakukan gugatan itu dasarnya RTRW-nya adalah tahura atau APL (Area Penggunaan Lahan)," tuturnya.

"Kalau RTRW-nya Tahura maka mereka tidak bisa menggugat itu walaupun ada surat. Karena surat itu berbunyi apabila ditemukan tanah ini berada di kawasan Tahura maka secara otomatis akan gugur dan dikembalikan ke negara," pungkasnya.

Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan

Berita Lainnya