Hukrim

Nikah Siri  pencabulan Pencabulan Anak Pencabulan di Ponpes Pondok Pesantren pelecehan seksual Pondok Pesantren di Kukar 

Santriwati di Tenggarong Diduga Dihamili Ustaznya, Modusnya Nikah Siri



Ilustrasi.
Ilustrasi.

SELASAR.CO, Tenggarong - Seorang santriwati berusia 16 tahun, di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar), diduga telah menjadi korban tindakan asusila yang dilakukan oleh ustaz atau gurunya sendiri. Atas perlakuan tersebut, keluarga korban tidak terima dan melaporkannya kepada pihak berwajib.

Saat dikonfirmasi, Kasat Reskrim Polres Kukar, AKP Dedik Santoso, mengatakan, bahwa pihaknya memang menerima laporan terkait dugaan kasus tindakan asusila yang dilakukan seorang ustaz pondok pesantren terhadap salah satu santriwatinya.

"Kalau laporannya ada, tapi kalau untuk diamankan, belum, karena masih proses penyelidikan," ujar Dedik.

Meskipun laporan itu sudah masuk ke Polres Kukar, namun ustaz tersebut belum bisa ditetapkan sebagai tersangka, karena pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan kasus ini.

"Kami belum bisa memastikan. Itu kan masih dugaan dan masih dalam tahap penyelidikan," jelas Dedik.

Pihaknya juga masih melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi atas dugaan tindakan asusila yang dilakukan oleh ustaz terhadap santriwati tersebut.

"Kita masih tahap penyelidikan dulu, nanti kalau emang sudah naik penyidikan kita sampaikan lagi," sebutnya.

Dia juga mengatakan, bahwa saat ini santriwati tersebut berada di rumah keluarganya. Namun, Dedik belum bisa memastikan, apakah santriwati ini masih di bawah umur atau tidak.

"Saya belum bisa memastikan, di bawah umur atau tidak. Karena kan kita butuh data-data korban, itu baru kita dapatkan," pungkasnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kukar, Hero Suprayetno, mengatakan, bahwa sejak bulan Januari 2022 lalu, pihaknya telah menerima laporan terkait kasus tersebut. Pihaknya saat ini sedang melakukan pendampingan terhadap korban, baik pendampingan penanganan psikologis terhadap korban maupun pendampingan pada saat proses hukum.

"Tentunya kita akan mengawal proses itu. Jadi kita melakukan pendampingan kepada yang bersangkutan untuk melapor kepada pihak kepolisian. Kemudian melakukan pendampingan ketika ada pihak kepolisian untuk melakukan visum terhadap yang bersangkutan," jelas Hero.

Ia pun menerima informasi, bahwa menurut hasil visum, korban saat ini dalam kondisi hamil. Oleh sebab itu, keluarga korban berkeinginan kasus ini diproses secara hukum.

"Hasil visumnya seperti itu. Jadi bukan berdasarkan perkiraan, tetapi berdasarkan hasil visumnya kemarin yang bersangkutan hamil," kata Hero.

Kepala UPT Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Faridah, mengungkapkan, bahwa korban dan ustaz tersebut telah melakukan nikah siri pada tahun 2021 lalu. Namun ia tidak mengetahui secara detail kapan nikah siri itu dilakukan. Yang jelas menurut keterangan korban, pada tahun 2021 lalu, ia sempat dibawa ustaz tersebut menuju Loa Janan untuk melakukan nikah siri dan itu tanpa sepengetahuan orang tua korban.

"Korban enggak tau juga dia itu dibawa untuk nikah siri, ternyata setelah sampai di tempat, dinikahkan secara siri. Korban enggak melawan, namanya anak-anak enggak paham awalnya untuk dinikahkan secara siri itu," jelas Faridah.

Faridah juga mengatakan, pada saat di Ponpes, korban juga sempat mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan oleh ustaz tersebut. Sehingga membuat korban menjadi trauma dan takut untuk tinggal di pondok pesantren itu. Korban pun mengambil keputusan untuk lari dari pesantren dan pergi ke rumah temannya.

"Si korban ini tidak mau sekolah di tempat kejadian. Dari bulan Desember 2021 enggak mau sekolah, karena korban ini merasa dilakukan kekerasan. Sehingga, dia lari dari pondok," terangnya.

Kemudian orang tua korban mengetahui, bahwa anaknya kabur dari pesantren dan mendapatinya sedang berada di rumah temannya. Sejak itulah, korban menceritakan apa yang telah dialaminya selama di pondok pesantren. Kemudian orang tua korban melaporkannya kepada UPT Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

"Kita dampingi ke kepolisian, kemudian kepolisian memberikan surat perintah untuk dilakukan visum. Sejak itu baru tahu korban hamil," ungkap Faridah.

Pihaknya juga sudah mendatangi pondok pesantren tersebut, untuk meminta bantuan kepada teman-teman korban agar dapat memberikan kesaksian pada saat proses hukum dilakukan.

"Jadi dari pihak kami sudah melakukan itu ke pihak sekolah, minta bantuan teman-teman yang memang bisa memberikan kesaksian ketika mereka melihat terduga pelaku itu bersama-sama dengan korban. Untuk membantu supaya tidak terjadi lagi perilaku kekerasan itu," pungkasnya.

Penulis: Juliansyah
Editor: Awan

Berita Lainnya