Utama
Blok Mahakam Dishut Kaltim Pertamina Hulu Mahakam SKK Migas dprd kaltim 
Mediasi Ganti Rugi Lahan di Blok Mahakam: Hadirkan PHM, Warga hingga Dishut Kaltim
SELASAR.CO, Samarinda - Rapat Dengar Pendapat (RDP) digelar oleh Komisi I DPRD Kaltim yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu. RDP ini bertujuan untuk mendapatkan klarifikasi terkait dengan verifikasi lahan untuk proyek Tunu-F Inland Phase 1 Blok Mahakam yang dilaksanakan oleh SKK Migas-PT. Pertamina Hulu Mahakam (PHM) di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
RDP ini diadakan pada hari Senin (29/5/2023). Tim terpadu dari PHM telah melakukan proses pembebasan lahan di kawasan tersebut, namun masyarakat mengeluhkan bahwa salah satu pemilik lahan bernama Hamzah mengklaim bahwa belum menerima ganti rugi yang dimaksud.
“Jadi pak Hamzah ini klaimnya dia belum dibayar (ganti rugi), dia ada pegang sertifikat atas nama Nisa. Tapi menurut versi PHM dia tidak melihat itu (sertifikat) untuk membayar, tapi dia langsung melihat (penggarap) satu hamparan (tambak) saja. Mereka nilai tambak itu aktif dan tidak aktif, maka tidak ketemu dengan tuntutan warga,” jelas Demmu.
Demmu menilai seharusnya PHM melakukan proses klarifikasi bahwa tambak tersebut berdiri di lahan milik siapa, dan bukan hanya berpatokan pada penggarap lahan tersebut saja.
“Diklarifikasi siapa yang punya. Itu harus diurai. Nggak boleh dong misalnya ada satu tambak tidak aktif, maka (milik) satu orang saja. Harusnya bertanya. Itu lah kenapa saya bilang tim terpadu kedepan harus jeli,” tegasnya.
Berita Terkait
Fakta lainnya yang terungkap dalam RDP ini ialah ganti rugi yang dibayarkan oleh PHM bukanlah nilai lahan, melainkan nilai investasi tambak yang berdiri di atas lahan tersebut. Hal ini pulalah yang menjadi penyebab kecilnya nilai ganti rugi yang dibayarkan oleh PHM, yaitu Rp85 juta per hektare atau setara dengan Rp8.500 per meter persegi.
Sistem ini digunakan karena PHM berdasar pada SK Pemanfaatan kawasan hutan yang diperoleh dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Pusat.
“Karena PHM anggap ini adalah wilayah kawasan hutan. Memang setelah dicek itu wilayah kawasan, tapi ingat rakyat punya sertifikat. Sertifikat ini menurut kami sampai saat ini masih berlaku,” imbuhnya.
“Warga berharap ini diganti dengan tanah karena ada sertifikatnya. Tapi PHM karena ada izin pinjam pakainya dari kementrian, dia tidak mau membayar lahan. Tapi yang dibayar adalah nilai investasi yang terdiri dari pintu tambak, perbaikan tanggul, hingga pembukaan lahan tambak,” tambahnya.
Telah dikeluarkannya SK Pemanfaatan kawasan hutan ini pun turut dibenarkan ole Kabid Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dinas Kehutanan Kaltim, Susilo. “Jadi kita hanya meneruskan saja dari SK Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat saja,” teran Susilo.
Ia menjelaskan bahwa Dinas Kehutanan Kaltim sebenarnya tidak terlibat secara langsung dalam hal ini. Hanya saja kalau dari sisi lingkungan hidup dan kehutanan, lahan itu masuk kawasan hutan sejak tahun 1983 sampai sekarang.
“SK persetujuan pemanfaatan kawasan hutan keluar tahun 2021. Jadi dipinjamkan untuk dimanfaatkan oleh PHM. Kalau SK ini biasanya 5-10 tahun masa berlakunya, nanti kemudian bisa diperpanjang kembali,” tuturunya.
Dari informasi terakhir, pemilik lahan telah membuat laporan ke Polres Kukar terkait ganti rugi lahan oleh PHM ini.
“Memang tadi dalam forum disampaikan bahwa telah ada laporan dari polres antara PHM dan pak Hamzah, jadi kita tunggu saja hasil dari Polres,” pungkasnya.
Penulis: Yoghy Irfan
Editor: Awan