Utama

Wagub Kaltim Seno Aji RS Islam Samarinda Pemprov Kaltim Alih kelola 

Pemprov Kaltim Pertimbangkan Alih Kelola RSI, Pemanfaatan Baru Dipastikan Tahun 2026



SELASAR.CO, Samarinda - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) tengah mempertimbangkan pengambilalihan pengelolaan Rumah Sakit Islam (RSI) yang hingga kini masih belum dimanfaatkan secara optimal. Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, menyatakan bahwa pembahasan terkait masa depan RSI masih berlangsung, dengan kepastian arah pemanfaatan baru kemungkinan ditetapkan pada tahun 2026.

"Itu kan ada usulan dari DPR, soal RSI itu. Sampai sekarang belum dimanfaatkan lagi. Setelah vakum sejak 2016, sampai sekarang belum ada kejelasan," ujar Seno Aji saat dikonfirmasi, Senin (25/8/2025).

Seno menambahkan, terdapat beberapa opsi yang tengah dibahas Pemprov Kaltim, seperti mengembalikan fungsi RSI sebagai rumah sakit umum atau menjadikannya fasilitas rehabilitasi pengguna narkotika. Namun, karena proses diskusi masih berjalan, ia belum bisa memberikan informasi final.

"Nanti 2026 baru bisa dipastikan akan difungsikan sebagai apa. Tapi karena asetnya milik provinsi, ya kami ambil alih dulu. Soal diskusi lebih lanjut dengan yayasan, itu menyusul," tegasnya.

Ia juga menegaskan bahwa pengambilalihan tidak serta-merta menghilangkan peran Yayasan Rumah Sakit Islam (Yasri) selaku pengelola sebelumnya. Namun, langkah awal yang akan dilakukan adalah penguasaan aset oleh Pemprov, mengingat lahan dan bangunan rumah sakit merupakan milik pemerintah daerah.

"Perkara nanti ada diskusi lebih lanjut dengan yayasan, ya itu nanti. Tapi sekarang karena itu aset pemprov, kita ambil alih dulu," ujar Seno.

Diketahui, operasional RSI ditutup sejak tahun 2016 akibat konflik antara Yasri dengan Gubernur Kaltim saat itu, Awang Faroek Ishak. Permasalahan bermula dari terbitnya SK Gubernur pada 25 Juli 2016 yang menyatakan bahwa pengelolaan RSI yang menggunakan aset milik Pemprov Kaltim dialihkan ke RSUD AW Sjahranie yang berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Sepekan setelah itu, Pemprov dan Yasri menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) pada 3 Agustus 2016, namun pihak yayasan menolak implementasi perjanjian tersebut karena menilai belum ada Surat Perjanjian Kerja Bersama (SPKB). Hal ini memicu ketegangan dan berujung pada penutupan operasional RSI karena izin operasional tidak diperpanjang.

Pemprov sebelumnya juga telah menginvestasikan dana besar untuk pembangunan rumah sakit tersebut, dengan nilai mencapai Rp131,74 miliar selama delapan tahun. Aset lainnya termasuk lahan seluas 18.687 meter persegi senilai Rp103,5 miliar dan bangunan lama seluas 4.237 meter persegi senilai Rp4,97 miliar.

Penulis: Boy
Editor: Awan

Berita Lainnya