Utama

Angkasa Jaya Djoerani Proyek Rumah Jabatan Wali Kota andi harun Kolam Renang di Rumah Jabatan Kolam Renang di Rujab Wali Kota Samarinda Rumah jabatan Wali Kota Samarinda 

Polemik Kolam Renang di Rumah Jabatan Wali Kota, DPRD: Proses Penganggaran Tak Sehat



Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Angkasa Jaya Djoerani.
Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Angkasa Jaya Djoerani.

SELASAR.CO, Samarinda - Belum lama ini tengah menjadi sorotan di masyarakat, terkait pembangunan fasilitas di rumah jabatan (Rumjab) Wali Kota Samarinda. Pasalnya dalam paket pekerjaan itu, terdapat item yang berisi pembangunan fasilitas kolam renang, gym, hingga sauna yang dianggap publik tidaklah urgent. 

Media ini lalu mewawancarai Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Angkasa Jaya Djoerani, untuk mengetahui lebih jauh bagaimana proses pembahasan rencana pembangunan ini hingga disahkan oleh dewan. Angkasa mengatakan bahwa selama ini anggota dewan khususnya yang ada di dalam Badan Anggaran (Banggar), seringkali fokus pada persoalan administrasi saja. Sehingga hal-hal krusial seperti rincian paket-paket pekerjaan yang diajukan oleh pemerintah kota, justru terlewatkan. Kondisi ini telah lama dia persoalkan dalam Bangar. 

“Kita terlalu sibuk dengan masalah-masalah yang redaksional dan administrasi, namun intinya itu yang tidak kita bahas. Itu yang selalu saya kritisi dalam Banggar. Kalau begini kan berarti kita abai,” ujarnya beberapa waktu lalu. 

Dirinya pun mempertanyakan sikap anggota DPRD, yang justru mempersoalkan kegiatan pengerjaan ini setelah disahkannya APBD. Karena dokumen anggaran itu dilaksanakan atas persetujuan dewan.

“Saya juga mengkritik anggota DPRD sendiri. Kita kemana waktu pembahasan itu. Ujug-ujug ketika wali kota mau mengeksekusi kita ribut,” terangnya. 

Meski begitu pria yang juga masuk dalam keanggotan Banggar ini, menyebutkan bahwa pihak legislatif juga tidak bisa disalahkan sendiri atas kondisi ini. Karena eksekutif dalam hal ini pemerintah kota juga turut mengambil peran di dalamnya. Selama ini proses yang berjalan antara eksekutif dan legislatif ia sebut tidak sehat. Hal ini bisa terlihat dari dokumen yang diserahkan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) kepada dewan, yang sering kali bermasalah di hal-hal dasar seperti pada bagian redaksional.

“Kadang-kadang memang mereka membuat suatu dokumen yang tidak jelas untuk dibaca. Seharusnya anggota DPRD ini kan membahas sesuatu yang sudah matang. Bukan kita disuruh mencari kesalahan redaksinya, salah ketik lah, salah tahun lah segala macam. Itu sebenarnya bukan ranah pembahasan di legislatif,” tambahnya. 

Selain kesalahan-kesalahan dasar itu, Angkasa juga menyebut bahwa dokumen rancangan APBD yang diserahkan kepada dewan juga kurang terperinci. Namun kembali, ia menyebut dewan sebenarnya memiliki fungsi pengawasan yang dapat digunakan, untuk meminta Pemkot mendetailkan kegiatan-kegiatan tersebut. 

“Padahal sebenarnya kita punya banyak waktu, namun auto kritik juga dari saya kepada DPRD untuk merubah mekanisme, sistemnya, dan pola kerjanya. Kita kan tidak boleh terpaku dengan apa yang dikatakan eksekutif. Andaikata kita belum punya kesiapan, ya kita minta bagaimana seharusnya ini bisa dibahas. Jangan dikejar waktu. Ketika diberikan target waktu untuk menyampaikan dokumen itu tanggal sekian, tetapi lambatnya di eksekutif, waktunya juga tinggal satu minggu kita bahas. Tau-tau eksekutif sudah minta agar disahkan,” jabarnya. 

“Saat pembebasan kemarin dari fraksi saya yang paling keras. Kan saya bilang agar jangan dulu disahkan, saya minta lagi ada hal-hal yang penting itu harus kita pelototin dulu. Kan bisa kita minta tunda pengesahan 1-3 hari. Tetapi kembali lagi itu akhirnya disepakati kemudian disahkan. Anehnya saja, masalah kita tentang nota kesepakatan saja kita tidak clear, tau-tau diparipurnakan. Jadi ujung-ujungnya seperti ini. Ketika kita menemukan seperti itu baru ribut,” tambahnya. 

Dengan apa yang terjadi saat ini, dirinya pun mengatakan bahwa Banggar Dewan masih lemah. Karena seharusnya ketika sudah masuk dalam jadwalnya, maka DPRD harus mendesak tim TPAD dalam hal ini Sekda, untuk segera menyerahkan dokumen perencanaannya kepada DPRD. Dengan begitu proses pembedahan dokumen perencanaan ini dapat berjalan sesuai jadwal.

“Jadi tidak terjebak dengan administrasi, waktu yang di lambat-lambatkan oleh tim TPADnya. Ketika dokumen itu seharusnya sudah masuk, kami masih menunggu hingga waktu terbuang. Ketika dokumen sudah masuk ke dewan, kami dikasih waktu satu minggu. Kalau begitu baru kami bahas kulitnya saja sudah habis waktunya,” jelasnya.  

Jika dari awal Banggar dapat fokus kepada inti dalam dokumen perencanaan itu, dewan dapat mempertanyakan urgensi pembangunan tersebut. Hal ini tentu dengan mempertimbangkan kemampuan APBD, prioritas permasalahan kota, dan lain sebagainya. 

“Sebenarnya untuk rencana pembangunan fasilitas di rumah jabatan wali kota Samarinda, dengan pagu Rp10 miliar itu tidak pernah dibuka. Karena kita diributkan dengan permasalahan-permasalahan administrasi itu. Jadi pointer-pointer yang ada di dalam APBD itu tidak pernah dilihat sama teman-teman anggota dewan. Andaikata lihat kan tidak mungkin terkejut sekarang,” ungkapnya. 

BATAL TIDAKNYA PEMBANGUNAN TERGANTUNG WALI KOTA

Angkasa pun memberi tanggapannya soal wacana wali kota, untuk menggunakan dana pribadi untuk pembangunan dua item fasilitas berupa kolam renang dan sauna di rumah jabatan. Dirinya mengaku tidak menyetujui rencana itu. Pasalnya APBD yang disahkan harus dieksekusi.

“Kami tidak setuju dengan rencana itu. Karena toh ini bicara soal inventaris pemerintah kota. Mau berapapun juga kalau sudah disepakati, maka harus dieksekusi. Karena suka tidak suka ini sudah terjadi, DPRD harus bertanggung jawab kepada masyarakat,” ungkapnya. 

Meski begitu pada akhirnya keputusan berada di tangan wali kota. Karena setelah ini dewan akan meminta Laporan Keterangan Pertangung Jawaban (LKPJ) Wali Kota, atas perencanaan yang telah disahkan.

“Kewenangan itu seluruhnya ada di eksekutor dalam menggeser atau menunda pekerjaan tersebut, jadi bisa dilakukan. Jadi tergantung kemauan dari Wali Kota saja. Tapi nanti kan akan ada Laporan Keterangan Pertangung Jawaban (LKPJ) dari Wali Kota. Nanti di sana akan dipertanyakan kenapa kegiatan itu tidak dieksekusi. Sepanjang nanti alasan tidak dilakukannya pekerjaan itu logis ya tidak ada masalah,” pungkasnya.

Penulis: Achmad Ridwan

Berita Lainnya